Tragedi Kalah Saing Melawan Pakaian Bekas Impor
Daya saing industri didera masalah, sementara pasar dalam negeri tak terlindungi. Karena problem itu, produk lokal kalah bersaing dengan pakaian bekas impor di pasar domestik.

Para pedagang pakaian bekas ilegal menunggu kedatangan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki saat bertemu dengan para pedagang pakaian bekas ilegal di Pasar Senen Blok III, Jakarta, Kamis (30/3/2023).
Nanang Mihrazan (35) sengaja datang dari Baubau, Sulawesi Tenggara, bersama anak laki-lakinya yang berusia empat tahun untuk berdialog bersama menteri. Ia berharap mendapat solusi soal penjualan pakaian bekas impor yang dilarang oleh pemerintah lantaran termasuk barang ilegal. Namun, dia harus kecewa, karena jangankan berdialog, untuk masuk ke ruangan diskusi saja dia tidak bisa.
Pada Kamis (30/3/2023), ada agenda penting bagi ratusan pedagang pakaian bekas impor yang sengaja datang dari sejumlah daerah, mulai dari Bandung (Jawa Barat), Bukittinggi (Sumatera Barat), Manado (Sulawesi Utara), hingga Manokwari (Papua Barat). Ratusan pedagang ini ingin berdialog langsung dengan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki.
Pada kesempatan itu, Teten menyebutkan, pemerintah akan memberi kesempatan bagi penjual pakaian bekas impor untuk menghabiskan stok barang dagangannya. ”Pemerintah sudah memikirkan kalau nanti Bapak, Ibu, tidak bisa lagi jualan pakaian bekas. Kita pikirkan bisa jualan produk lokal,” ujar Teten kepada ratusan pedagang pakaian bekas yang hadir lantai 4 Blok III Pasar Senen, Jakarta Pusat.
Pernyataan Teten kemudian direspons riuh sorakan para pedagang yang menolak opsi itu, ”Huuuu... huuu... huu....”
Pedagang lain menyahuti, ”Produk lokal mahal!”
Dengan harga yang lebih mahal, kualitas produk lokal masih kalah jauh dari produk impor bekas ilegal.
Kedua menteri itu diagendakan berdialog dengan para pedagang pukul 16.00, tetapi Zulkifli dan Teten baru menemui para pedagang pukul 17.25 karena sebelumnya kedua menteri berdiskusi terbatas dengan perwakilan pedagang pakaian bekas impor, PD Pasar Jaya, serta anggota DPR, Adian Napitupulu. Keduanya meninggalkan lokasi pukul 18.00. Ratusan pedagang pun harus kecewa karena tidak berkesempatan berdialog langsung dengan Zulkifli dan Teten.

Petugas mengecek ballpress berisi pakaian bekas di Tempat Penimbunan Pabean Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kawasan Industri Jababeka III, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (28/3/2023).
Soal reaksi kekecewaan itu, Nanang menjelaskan lebih lanjut. Ia sulit menjual produk lokal karena kualitas pakaian bekas impor yang ia jual lebih baik daripada produk lokal. Selain kalah kualitas, produk lokal juga dirasa mahal bagi mayoritas warga Baubau yang termasuk kelas menengah ke bawah.
”Indonesia bagian tengah dan timur berbeda dengan Jakarta. Masyarakatnya kebanyakan petani, tukang ojek, dan nelayan. Mal jarang sekali, mereka belinya pakaian bekas rata-rata. Pemerintah harus memikirkan produk lokal yang berkualitas, tapi harganya bisa murah,” kata pria yang berjualan pakaian bekas sejak 2018 itu. Nanang menjual pakaian bekas impor dengan harga mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 70.000 per potong.
Menjual produk lokal juga dirasa sulit oleh Amrizal (58), pedagang pakaian bekas impor di Pasar Senen. Sama seperti Nanang, ia berpendapat, dengan harga yang lebih mahal, kualitas produk lokal masih kalah jauh dibandingkan produk impor bekas ilegal.
”Dulu saya juga jual produk lokal, batik, tapi kurang laku karena mahal dan yang beli sedikit. Saya sewa kios mahal, (tapi) yang laku satu atau dua saja. Ketika saya jual produk bekas impor, ternyata laris,” ujar penjual pakaian bekas impor jenis jas itu. Sejak larangan menjual pakaian impor bekas ilegal ramai diperbincangkan, Amrizal mengatakan omzetnya turun dari sekitar Rp 5 juta menjadi kurang dari Rp 1 juta per hari.
Baca juga : Pedagang Pakaian Impor Bekas Dipersilakan Jualan hingga Stok Habis

Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki, dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani (dari kiri ke kanan) bersama-sama membakar baju impor bekas secara simbolis di Tempat Penimbunan Pabean Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kawasan Industri Jababeka III, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (28/3/2023). Bea dan Cukai bekerja sama dengan Bareskrim Polri menyita 7.363 ballpress berisi pakaian bekas impor. Diperkirakan ribuan ballpress tersebut senilai Rp 80 miliar.
Impor baju bekas dilarang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No 18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Zulkifl dalam sejumlah kesempatan selalu menegaskan, penjualan pakaian bekas impor dilarang oleh pemerintah.
Zulkifli mengatakan, pemerintah kini sedang mengincar penyelundup ilegal dari sejumlah daerah, termasuk melalui jalur tikus. Jika importir pada tingkat hulu dihentikan, penjualan pakaian bekas impor di tingkat hilir juga akan terhenti.
Kendala produsen
Tawaran untuk mengisi celah penjualan pakaian bekas impor dari pemerintah mendapat berbagai respons dari pengusaha konfeksi rumahan. Mereka berhadapan dengan sejumlah keterbatasan dalam upaya mengisi celah peluang itu.
Salah satu pemilik usaha konfeksi yang memproduksi kaus, jaket, dan hoodie di Pasar Cipadu, Kota Tangerang, Banten, Dani (34), mengutarakan, kebanyakan konfeksi rumahan memiliki keterbatasan modal, bahan baku, dan peralatan.
Kebanyakan konfeksi rumahan memiliki keterbatasan modal, bahan baku, dan peralatan.
Pengusaha yang memiliki empat penjahit tetap itu menilai, material produk lokal masih relatif mahal untuk diolah menjadi pakaian jadi, menggantikan produk impor bekas tersebut. Jika pemerintah dapat memberi subsidi, katanya, kemungkinan pasar pakaian bekas impor dapat diisi. Saat ini, subsidi bagi produsen industri kecil menengah belum merata. Program kredit usaha rakyat (KUR) juga masih sulit diakses sebagian pengusaha kecil.
Baca juga : Pengusaha Hadapi Kendala untuk Ambil Alih Pasar Pakaian Bekas Impor
Kesulitan mengakses KUR ini juga disampaikan oleh Ketua Ikatan Pengusaha Konfeksi Bandung Nandi Herdiaman. Ia juga menekankan, jika pemerintah dapat menyediakan pasar yang kondusif bagi industri kecil menengah, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) akan dapat bangkit. Para pelaku industri kecil menengah inilah yang paling terdampak akibat menjamurnya penjualan produk impor, termasuk pakaian bekas impor.
“Saat ini pasarnya kurang baik. Kami enggak mati, sih, tapi sakit. Tolong, kami tidak minta yang aneh-aneh (kepada pemerintah). Jaga pasar kami, yaitu pasar domestik, karena penjualan kami di sana,” ujar Nandi. Organisasi yang dikelola Nandi ini memiliki 3.000 anggota produsen konfeksi rumahan yang mempekerjakan 10 hingga 100 penjahit.
Menurut Nandi, produsen konfeksi rumahan akan memproduksi barang sesuai kelasnya masing-masing. Kelas A diproduksi untuk mal, kelas B untuk pusat grosir, dan kelas C untuk pasar tradisional. “Kalau ingin murah, kami juga bisa menyediakan yang murah,” katanya.

Penjahit konfeksi rumahan di sekitar Pasar Cipadu, Kota Tangerang, Banten, Minggu (26/3/2023).
Kalah saing
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira berpendapat, dari segi permodalan dan biaya produksi, produk lokal memang kalah bersaing. Bahan baku produsen tekstil dalam negeri yang masih impor kalah dengan China, karena produsen di China memproduksi tekstil hingga pakaian jadi.
Pengusaha tekstil di Indonesia juga kalah bersaing akibat bunga pinjaman yang kelewat tinggi. Bank di China dapat memberikan 3 persen-4 persen bunga pinjaman, Vietnam sekitar 4 persen-6 persen. Sementara suku bunga pinjaman di Indonesia bisa di atas 10 persen.
Biaya logistik Indonesia pun cenderung mahal, angkanya mencapai 23,5 persen dari produk domestik bruto. Selain itu, mesin yang digunakan tidak semua menggunakan mesin dengan teknologi terbaru. Jika di negara lain sudah mulai menggunakan industri 4.0, di Indonesia sebagian besar masih tergolong industri 2.0. Melemahnya daya saing ini mengakibatkan produk lokal kalah dengan produk impor di pasar domestik.
Untuk itu, Bhima menyarankan, pemerintah memberikan kredit dengan bunga di bawah 6 persen khusus bagi perusahaan tekstil pakaian jadi. Selain itu, dapat juga diberikan diskon tarif listrik minimum 70 persen persen pada waktu beban puncak, serta keringanan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh). Program subsidi upah juga dapat dilanjutkan. Selain itu, perlu difasilitasi pemegang merek asing yang membuka gerai lokal agar dapat menyerap porsi pakaian lokal lebih besar.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F03%2F29%2F2efa0ba6-44dd-47a3-a73f-6adfe17a5142_jpg.jpg)
Pekerja Pabrik Tekstil PT Bentara Sinar Prima di Dayeukolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, sedang mengecek kain yang sedang diproduksi, Rabu (29/3/2023). Pabrik yang berdiri sejak tahun 1996 ini memrpoduksi kain untuk mode dan kain seprai untuk memenuhi pasar domestik.
Kerugian negara
Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, akibat serbuan tekstil impor ilegal termasuk baju bekas impor ke pasar domestik, Indonesia kehilangan potensi serapan tenaga kerja langsung sebanyak 545.000 orang dan tenaga kerja tidak langsung sebanyak 1,5 juta orang. Dari nilai pendapatan seluruh tenaga kerja tersebut, potensinya mencapai Rp 54 triliun per tahun.
Berdasarkan data yang dikelola APSyFI pada 2022, konsumsi tekstil dan produk tekstil masyarakat (TPT) Indonesia sebanyak 1,9 juta ton atau 70 persen dari pasar domestik. Namun, tekstil impor yang tidak tercatat, termasuk pakaian bekas impor, sebanyak 30 persen atau 320.000 ton (1.333 kontainer per bulan). Jika 320.000 ton tersebut tidak dikenakan PPN 11 persen, PPh 2,5 persen, bea masuk 20 persen, dan bea masuk tindakan pengamanan 25 persen, pemerintah akan kehilangan pendapatan Rp 19 triliun.
”Jika diproduksi di dalam negeri, impor pakaian tersebut akan menyumbang pajak hingga Rp 6 triliun per tahun, serta berimplikasi terhadap sektor pendukung lainnya,” ujar Redma dalam konferensi pers mengenai kondisi terkini tekstil Indonesia, Jumat (31/3/2023) di Jakarta.
Rendahnya utilisasi TPT dalam negeri tersebut juga diakibatkan oleh maraknya pakaian bekas impor dalam tiga tahun terakhir, selain membanjirnya kain impor.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja menambahkan, utilisasi TPT dari hulu hingga hilir juga menurun akibat serbuan tekstil impor. Pada serat rayon dan poly, utilisasi merosot 65 persen, utlilisasi serat benang tinggal 50 persen; utilisasi benang dan kain jadi juga 50 persen; sedangkan utilisasi pakaian menjadi 60 persen.
Rendahnya utilisasi TPT dalam negeri tersebut juga diakibatkan oleh maraknya pakaian bekas impor dalam tiga tahun terakhir, selain membanjirnya kain impor. Mengutip data API, tercatat 25.808 ton pakaian bekas diimpor masuk Indonesia pada 2022. Sejumlah 24.544 ton di antaranya adalah pakaian bekas dari Malaysia
Apabila industri kecil menengah berhasil mengisi pasar pakaian bekas impor, dampaknya akan sangat terasa dari sektor hulu sampai hilir hingga penciptaan lapangan kerja. Oleh karena itu, Jemmy mengusulkan agar pemerintah terus menegakkan hukum mengenai peraturan impor ilegal dan pelarangan impor baju bekas.
Di sisi lain, perlu dipikirkan solusi lebih konkrit bagi Nanang dan ratusan pedagang lainnya yang selama ini mencari penghidupan dari pakaian bekas impor.