616 SPKLU Disiagakan untuk Layani Pemudik Bermobil Listrik
Sedikitnya 616 unit SPKLU disiapkan di seluruh pulau besar di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan para pemudik yang bermobil listrik selama libur Lebaran 2023. Namun, SPKLU diprediksi akan mubazir.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sedikitnya 616 unit stasiun pengisian kendaraan listrik umum atau SPKLU disiapkan di seluruh pulau besar di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan para pemudik yang bermobil listrik semasa libur Lebaran 2023. Namun, SPKLU diprediksi akan mubazir akibat minimnya keinginan pengendara untuk mudik dengan mobil listrik.
Hal ini diungkapkan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Darmawan Prasodjo, Rabu (5/4/2023), selepas memimpin Apel Siaga Kelistrikan Ramadhan dan Idul Fitri 1444 Hijriah di Kantor PLN Pusat, Jakarta. SPKLU tersebut tersebar di 237 lokasi, tetapi sebanyak 522 atau 84,74 persen dari seluruh unit terpusat di Jawa dan Bali saja.
“Beberapa kali kami tur mobil listrik dari Jakarta sampai Bali. Kami sediakan (SPKLU) di (ruas-ruas jalan tol) Cikampek, Cipali, Cirebon, kemudian di Batang, Semarang, Solo, Madiun, Surabaya, Situbondo, Banyuwangi, sampai di Denpasar. Sudah kami tes dan berjalan dengan baik,” kata Darmawan.
SPKLU juga tersedia di ruas-ruas jalan yang menghubungkan Pelabuhan Bakauheni di Lampung Selatan hingga ke Palembang di Sumatera Selatan. Pengendara dapat mengakses layanan tersebut dengan aplikasi New PLN Mobile.
Dari hasil percobaan PT PLN, mobil listrik yang terisi penuh dapat menempuh rata-rata 300-380 kilometer. Untuk itu, para pemudik yang ingin mengendarai mobil listrik diminta untuk memperhitungkan dengan teliti dan memetakan titik-titik SPKLU.
Menurut Darmawan, sebagian kecil SPKLU terletak di kantor-kantor PLN di tiap daerah, sementara sebagian besar di mal, bank, hingga area istirahat (rest area) jalan tol. Khusus di rest area, tersedia SPKLU jenis ultrafast charging (UFC) yang mampu mengisi penuh baterai mobil dalam 15 menit. Di Indonesia totalnya baru 84 buah dan terletak di Jawa dan Bali.
Darmawan pun yakin penggunaan SPKLU berpotensi meningkat semasa arus mudik dan balik antara 15 hingga 29 April 2023 karena mobil listrik akan digunakan untuk jarak jauh. Selama ini, pemanfaatannya oleh masyarakat cenderung kecil karena pemilik mobil listrik lebih suka mengisi daya baterainya di rumah (home charging).
“Rata-rata penggunaan sehari itu 60-70 kilometer. Artinya, sekali nge-charge di rumah itu sudah bisa menutup kebutuhan untuk 5-6 hari operasi mobil listrik,” kata Darmawan.
Di lain pihak, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa memprediksi, banyak SPKLU yang akan mubazir selama arus mudik dan balik. Pasalnya, pertama, populasi kendaraan penumpang berenergi listrik tidaklah banyak.
Mengutip Kompas.com, Tenaga Ahli Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Bidang Kelistrikan Kementerian ESDM, Sripeni Inten Cahyani, mengatakan ada 53.091 kendaraan listrik per Maret 2023. Sebanyak 12.395 di antaranya adalah mobil penumpang.
Kendati begitu, mobil listrik ia sebut hanyalah bentuk gaya hidup, sehingga pemiliknya pasti memiliki mobil berbahan bakar minyak. Harganya pun juga masih tergolong sangat mahal, yakni di atas Rp 600 juta per unit.
“Kalau mudiknya ke tempat pelosok kayak Ciamis, atau Tasikmalaya, di mana kita mau dapat SPKLU yang fastcharging dan ultrafastcharging yang bisa cepat mengisi baterai? Saya kira masyarakat akan lebih rasional,” kata dia.
Kedua, ada risiko para pemudik terjebak macet sehingga baterai cepat habis, padahal belum tentu SPKLU ada dalam jangkauan. Ketiga, kapasitas mobil listrik cenderung kecil dan tidak dapat mengangkut banyak orang kala mudik, seperti Wuling Air EV yang disebut paling laris.
Kendati begitu, Fabby mengatakan, bukan tak mungkin SPKLU akan semakin dibutuhkan di masa depan. Ia memperkirakan, jumlah kendaraan listrik bisa mencapai 5-11 persen dari total kendaraan baru yang terjual pada 2030 dan memenuhi target pemerintah, yaitu 2 juta mobil listrik pada 2030.
Di sisi lain, pemerintah juga memberikan insentif berupa pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). “Saya kira insentif yang diberikan pemerintah ini baik karena bertujuan menumbuhkan demand (permintaan). Kalau sudah berhasil, 3-5 tahun ke depan potensi penjualan kendaraan listrik bisa jauh lebih tinggi daripada sekarang," ujarnya.
Di samping itu, pemerintah juga menargetkan konversi 1 juta sepeda motor berbahan bakar minyak menjadi sepeda motor listrik per tahun hingga 2025. Pemerintah antara lain memberikan subsidi sebesar Rp 7 juta per unit. Dengan begitu, biaya konversi yang mencapai Rp 17 juta per unit menjadi Rp 10 juta saja.