Indonesia Inisiasi Interkoneksi Ketenagalistrikan ASEAN Bagian Timur
Indonesia menginisiasi kerja sama interkoneksi ketenagalistrikan di bagian timur ASEAN, meliputi Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Filipina. Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023 mengusung 7 pilar utama kerja sama energi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Interkoneksi ketenagalistrikan akan menjadi salah satu pembahasan utama dalam rangkaian keketuaan Indonesia di ASEAN pada tahun 2023. Setelah Laos-Thailand, Malaysia-Singapura atau LTMS, interkoneksi selanjutnya akan didorong untuk wilayah Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Filipina.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Senior Official on Energy (SOE) Leader of Indonesia, Jisman P Hutajulu, di sela-sela seremoni dimulainya keketuaan Indonesia pada ASEAN 2023 untuk sektor energi, di Jakarta, Jumat (31/3/2023), mengatakan, Indonesia akan menginisiasi kerja sama tersebut.
Selama ini, Indonesia terlibat dalam kerja sama kelistrikan, tetapi sifatnya bilateral, seperti Serawak (Malaysia) dengan Kalimantan Barat. Adapun yang bersifat multilateral di ASEAN baru Laos-Thailand, Malaysia-Singapura (LTMS) atau yang berada di sisi barat Asia Tenggara.
”Kita menginisiasi di bagian timur, yaitu Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Filipina (BIMP). Sebelumnya, LTMS pun perlu proses, tetapi mereka basisnya daratan sehingga lebih mudah. Sementara kita dengan Malaysia perbatasannya bukit. Dengan Filipina juga terpisah laut. Tantangannya besar,” ujarnya.
Jisman menuturkan, proyek interkoneksi BIMP di pertemuan ASEAN baru tahap inisiasi dan pembicaraan awal antar-pemerintah. Nantinya, akan dibutuhkan studi kelayakan (feasibility study) hingga rencana konektivitas kelistrikannya. Indonesia sendiri sudah memiliki teknologi konektivitas bawah laut pada Jawa-Bali.
”Tahun ini, kira-kira baru akan berbicara apakah BIMP bisa komersial atau tidak. Kemudian studinya oke atau tidak. Pioritasnya itu dulu. Baru nanti, misalnya pada keketuaan ASEAN di Laos (2024), masuk tahap berikutnya,” kata Jisman.
Dalam rangkaian keketuaan ASEAN 2023 direncanakan ada pernyataan bersama menteri energi dari empat negara, yakni Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Selain itu juga didorong terbentuknya nota kesepahaman di antara badan usaha ketenagalistrikan untuk mengimplementasikan interkoneksi tersebut.
Usung tujuh pilar
Jisman menuturkan, keketuaan Indonesia di ASEAN di sektor energi mengusung tujuh pilar utama kerja sama energi, sesuai dengan ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation 2016-2025. Ketujuh pilar itu ialah power grid ASEAN, pipa gas trans-ASEAN, teknologi batubara bersih, efisiensi dan konservasi energi, energi terbarukan, kebijakan dan perencanaan energi kawasan, dan energi nuklir sipil.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menuturkan, potensi sumber energi baru terbarukan di ASEAN sangatlah besar, yakni 17.000 gigawatt (GW). Itu menjadi modal dalam mencapai target transisi energi di Asia Tenggara.
Komitmen bersama di antara negara-negara ASEAN akan menjadi dasar peta jalan emisi nol bersih ASEAN. ”(Peta jalan) Yang dapat digunakan sebagai rencana aksi transisi energi yang adil, terjangkau, andal, dan berkelanjutan. Juga dengan prinsip no one left behind sesuai kondisi ekonomi dan sosial serta prioritas masing-masing negara ASEAN,” kata Arifin.
Arifin menambahkan, berdasarkan laporan International Renewable Energy Agency (Irena), ASEAN memerlukan pembiayaan 29,4 triliun dollar AS pada 2050 agar tercapai 100 persen energi terbarukan. Untuk itu, diperlukan dukungan pendanaan dari negara maju dan institusi finansial global, seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Asia Zero Emission Community (AZEC).
South East Asia Energy Transition Partnership Country Manager United Nations Office for Project Services (UNOPS) Aang Darmawan mengemukakan, pihaknya menyediakan peta jalan untuk ASEAN Grid Project, dan salah satunya BIMP. Dalam peta jalan ini juga akan ada perihal jalur hukum dalam interkoneksi jaringan itu dengan dukungan regulasi yang kuat.
Dalam peta jalan itu juga akan terdapat financial framework. ”Jadi, ini bukan sekadar membuat peta jalan, kemudian negara-negara ASEAN melupakannya. Sebab, negara-negara perlu tahu bagaimana pendanaan, dari berbagai sumber, bisa mendukung proyek ini agar terwujud. Peta jalan ini ditargetkan diluncurkan saat AMEM (ASEAN Ministry of Energy Meeting, pada 2023),” katanya.