Pengembangan biogas kerap kali menemui kendala, seperti penguasaan teknologi hingga model bisnis ke masyarakat. Meski tak mudah, tetapi harus ditekuni hingga aspek keekonomian dapat tercapai.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Kasinem (57) memasak pakan untuk ternak sapinya menggunakan kompor berbahan bakar biogas dari kotoran sapi di Desa Merapisari, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (24/9/2018). Sejak sekitar empat tahun terakhir sebanyak 25 keluarga desa itu telah mengurangi ketergantungan terhadap gas elpiji dan beralih menggunakan biogas hasil pengolahan kotoran ternak mereka untuk mencukupi kebutuhan gas rumah tangga sehari-hari. KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
JAKARTA, KOMPAS - Peluncuran perizinan biogas sebagai bahan bakar lain dinilai menjadi satu hal positif dalam meningkatkan pemanfaatan bioenergi tersebut. Apalagi, potensi biogas melimpah, bahkan diharapkan kelak bisa menggantikan gas bumi atau elpiji. Namun, masih perlu insentif agar bioenergi bisa berkembang secara masif.
Sebelumnya, pada Kamis (9/3/2023), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Investasi meluncurkan perizinan biogas sebagai bahan bakar lain, yakni Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 35203. Dengan peluncuran itu, diharapkan investasi masuk untuk mendukung pengembangan biogas.
Direktur Tropical Renewable Energy Centre Fakultas Teknik Universitas Indonesia Adi Surjosatyo, saat dihubungi Minggu (26/3/2023), menilai, peluncuran perizinan biogas sebagai bahan bakar lain sebagai inisiasi yang baik. Apabila dioptimalkan, pelaku-pelaku usaha swasta terkait dengan suplai energi bisa tumbuh.
Namun, dalam pengembangan biogas sebagai turunan dari pemanfaatan biomassa, kerap kali menemui kendala, seperti penguasaan teknologi hingga pendekatan model bisnisnya kepada masyarakat. Hal-hal itu memang tak mudah, tetapi harus ditekuni secara konsisten sehingga aspek keekonomian terkait bioenergi dapat tercapai.
Adi mendorong agar insentif untuk pengembangan bioenergi ditingkatkan. "Misalnya, berkaitan dengan start up (usaha rintisan) khusus bioenergi. Sudah ada, tetapi masih sangat sedikit dibandingkan solar cell (panel surya). Program-program start up bioenergi sudah ada, tetapi belum memasyarakat karena dianggap sulit," katanya.
Ia menambahkan, perlu ada peta lebih jelas mengenai pengembangan bioenergi, termasuk biogas. Tak dipungkiri, selama ini, masyarakat seperti dimanja bahwa pemenuhan energi ialah dengan membeli dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk listrik dan PT Pertamina (Persero) untuk bahan bakar minyak dan elpiji. Padahal, keduanya pun dapat dipenuhi dari biomassa.
Biogas merupakan energi yang dihasilkan dari proses fermentasi oleh mikroorganisme dalam kondisi anaerob. Sumber biogas antara lain kotoran hewan dan manusia, limbah domestik, serta sampah. Adapula biogas berbasis biomassa. Biogas yang dimurnikan lebih jauh ialah biometana, yang juga kerap disebut biogas "naik kelas".
Adi yang sejak lama meneliti dan mengembangkan biomassa, termasuk gasifikasi biomassa, berpendapat perlu upaya dan perhatian lebih oleh pemerintah dan pemangku kepentingan dalam pengembangan bionergi, termasuk terkait pemahaman masyarakat. "Kebutuhan bioenergi harus memperhatikan aspek teknologi yang sesuai dengan kondisi masyarakat lokal," ucapnya.
Skala industri
Dihubungi terpisah, Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal (Ditjen) Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Edi Wibowo menuturkan, sebelumnya, belum ada lembaga yang mengampu perizinan biogas. Namun, kini Ditjen EBTKE Kementerian ESDM sudah ditunjuk untuk oleh Kementerian Investasi. Maka, diharapkan ada percepatan.
Dengan diluncurkannya KBLI 35203, diharapkan ada dorongan untuk memproduksi atau melakukan pengadaan biogas dengan skala industri. "Saat ini banyak limbah-limbah industri perkebunan. Dengan dijadikan biogas, (produk) bisa dijual atau diinjeksikan ke pipa gas. Off taker-nya bisa PGN (Perusahaan Gas Negara) atau Pertagas (Pertamina Gas)," kata Edi.
Selama ini, pemanfaatan biogas lebih pada skala rumah tangga dan komunal. Dengan dorongan pengembangan untuk skala industri, capaian biogas atau bioenergi diharapkan terus meningkat. Sebab, dalam Rencana Umum Energi Nasonal (RUEN) ada target pemanfaatan langsung biogas sebesar 489,8 juta meter kubik pada 2025.
Apabila pemanfaatan biogas untuk industri, seperti dengan injeksi pada pipa gas, direalisasikan optimal disertai sejumlah kemudahan, bukan tidak mungkin biogas menjadi substitusi. "Bisa saja nantinya menggantikan gas bumi dan elpiji," ucap Edi.
Menurut data Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, pada 2022, total implementasi biogas yakni sebesar 47,72 juta meter kubik yang berasal dari 52.113 unit fasilitas biogas. Baik untuk rumah tangga, komunal, dan sebagian industri.
Terkait biogas dan biometana, Edi menambahkan pihaknya bekerja sama antara lain dengan Global Green Growth Institute (GGGI) serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Juga Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH dalam kerangka proyek Strategic Exploration of Economic Mitigation Potential through Renewables (ExploRE).
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Salimin (46) menunjukkan alur pemanfaatan kotoran sapi di Dusun Silembu, Desa Karangjambe, Kecamatan Wanadadi, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Kamis (3/9/2021).
Inovasi
Dalam peluncuran perizinan biogas sebagai bahan bakar lain, 9 Maret 2023, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menuturkan, selama ini, sebenarnya ada pemanfaatan biogas menjadi listrik. Namun, implementasinya kerap terkendala, seperti sulit masuk ke sistem jaringan PLN.
"Bahkan, (yang terjadi) mungkin mundur. Banyak pembangkit biogas yang dulunya tersambung ke PLN, sekarang tidak lagi karena sistem kontraknya yang per dua tahun. Maka, (perizinan biogas sebaga bahan bakar lain) ini menjadi inovasi. Jika sebelumnya hanya untuk listrik, kini ditambah untuk bahan bakar di tingkat konsumen," katanya.
Menurutnya, dengan dibukanya opsi pengusahaan tersebut, masyarakat berpotensi mendapatkan pelayanan lain. Misalnya, elpiji nantinya dapat digantikan dengan biogas, secara sah dan legal. "Jadi, mulai sekarang, ini (biogas) menjadi bahan bakar secara sah dan legal untuk ditataniagakan di seluruh wilayah Republik Indonesia," ujar Dadan.