Permintaan energi bersih akan meningkat seiring kebutuhan dekarbonisasi. Bionergi akan menjadi opsi utama.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Edi Wibowo meletakkan batu pertama pabrik biogas terkompresi PT United Kingdom Indonesia Plantations di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Rabu (28/9/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Biometana, produk turunan biogas, berpotensi untuk memenuhi kebutuhan industri di tengah tuntutan dekarbonisasi, menuju era energi bersih. Namun, sumber bahan baku utama, antara lain limbah cair kelapa sawit dan limbah tapioka, masih terkonsentrasi di Sumatera dan Kalimantan, sedangkan permintaan utamanya berada di Jawa.
Biometana disebut biogas naik kelas karena memerlukan pengolahan lanjutan. Biogas, yang antara lain bersumber dari limbah cair kelapa sawit, limbah tapioka, dan kotoran ternak, dimurnikan dengan memisahkan komponen karbon diokasida (CO2) dan komponen gas lain. Dengan demikian, dihasilkan tingkat kemurnian tinggi metana (CH4), yang lalu disebut biometana.
Kajian strategi implementasi pemanfaatan biometana dilakukan Direktorat Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bekerja sama dengan Kementerian Ekonomi dan Perlindungan Iklim Republik Federal Jerman (BMWK).
Kerja sama tersebut melalui Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH dalam kerangka proyek Strategic Exploration of Economic Mitigation Potential through Renewables (ExploRE). Biometana ke depan diharapkan menjadi substitusi produk seperti elpiji (terutama 50 kg ke atas), gas alam terkompresi (CNG), hingga bakan bakar diesel (solar).
Key Advisor for Bionergy, RE Policy & RE Finance GIZ ExploRE, Ardian Candraputra, saat dihubungi, Selasa (27/12/2022), mengatakan, dari hitungan teoretis, dengan memperhitungkan limbah kelapa sawit, tapioka, dan kotoran ternak, total potensi produksi biometana di Indonesia setara 400 billion bristh thermal unit per day (BBTUD).
Menurut Ardian, sebanyak 82 persen dari potensi biometana berada di 8 provinsi di Sumatera dan Kalimantan, yakni Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Lampung, dan Jambi. Di delapan provinsi itu, terdapat 139 existing pabrik biogas. Sementara upgrading plant (menjadi biometana), dalam pengamatannya, baru ada satu yang beroperasi, yakni di Kaltim. Ada juga 1 upgrading plant skala percontohan di Riau.
”Sementara demand (terbesar) industri dan komersial di Jawa, terutama di Jawa Barat. Solusinya bisa dengan membangun pipa atau menggunakan truk tangki, kemudian disuntikkan ke pipa gas jaringan distribusi. Namun, dengan (paket) lengkap seperti itu, harga menjadi mahal. Beda jika direct (langsung), harga bisa bersaing,” ujar Ardian.
Padahal, kata Ardian, permintaan industri akan energi bersih akan meningkat seiring kebutuhan dekarbonisasi. Sebab, permintaan energi terbesar pada industri bukanlah pada listrik, melainkan energi panas. Satu-satunya opsi yang relatif mudah dijangkau ialah bionergi, termasuk biometana yang memiliki potensi besar.
Salah satu motivasi dari kajian terkait biometana ialah mempertemukan supply and demand. ”Sebab, belum semua pelaku industri tahu biometana. Kami sudah bertemu sejumlah pelaku dan tertarik jika langsung dengan pipa gas. Harga sudah masuk sekaligus menjawab kebutuhan dekarbonisasi. Namun, kendalanya, lokasi supply and demand masih berjauhan,” ujarnya.
Di sejumlah negara lain, kata Ardian, biometana umumnya didistribusikan dengan pipa gas. Namun, untuk keekonomian di Indonesia, harga sulit masuk. Apalagi, ada sejumlah industri prioritas yang mendapatkan harga gas khusus dari pemerintah, 6 dollar AS per MMBTU. Oleh karena itu, khusus dengan pipa gas, dukungan pemerintah akan sangat dibutuhkan.
Pada Kamis (22/12/2022), di Jakarta, digelar diskusi terkait pengembangan biometana dengan melibatkan lebih dari 100 orang perwakilan dari sektor industri, komersial, pembuat kebijakan, serta organisasi internasional. Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Edi Wibowo mengatakan, selain memberi nilai tambah, keuntungan biometana ialah pengurangan dampak lingkungan mengingat elpiji dan bahan bakar solar memiliki emisi tinggi.
Dalam diskusi itu terbuka peluang besar untuk injeksi biometana ke infrastruktur pipa gas yang telah tersedia. Namun, ketersediaan yang tak merata dan pasokan yang terbatas menjadi tantangan. Pembentukan kluster suplai biometana dapat menjadi salah satu opsi pendekatan yang dapat dilakukan.
Hal itu bagian dari upaya mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 serta pencapaian target emisi nol bersih (NZE) pada 2060. ”Dengan sisa waktu yang ada, dengan kolaborasi semua pemangku kepentingan, saya yakin target-target ini dapat terpenuhi,” kata Edi dikutip dari laman Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Jumat (23/12/2022).
Sebelumnya, pada akhir September 2022, peletakan batu pertama pembangunan pabrik biogas terkompresi terbesar di Asia dibangun di sentra sawit Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Pabrik itu mengolah limbah sawit menjadi energi terbarukan dan akan menggantikan sebagian energi fosil (Kompas.id, 28/9/2022).
Menurut Edi, dalam acara tersebut, potensi biogas terkompresi di Indonesia sangat besar, dengan dukungan 16 juta hektar kebun sawit. Sekitar 60 persen dari tandan buah segar sawit merupakan limbah yang bisa dimanfaatkan untuk bioenergi.
Adapun biogas menjadi salah satu jenis bionergi di samping antara lain biodiesel, bioetanol, biooil, dan biomassa. Sementara bioenergi ialah salah satu potensi energi terbarukan selain surya, air, angin, panas bumi, dan laut. Menurut data Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, potensi bioenergi mencapai 57 gigawatt, tetapi pemanfaatannya baru 3.086 megawatt.