Karakter Pendiri "Start Up" Menjadi Pertimbangan Utama Investor
Pemodal mempertimbangkan faktor produk, potensi pasar, dan sosok pendiri "start up" sebelum memutuskan menyuntikkan investasi. Pengusaha "start up" harus mampu mencetak nilai produk dan menghasilkan keuntungan.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Karakter yang dimiliki oleh pendiri perusahaan rintisan bidang teknologi digital kerap dijadikan pertimbangan utama investor. Faktor berikutnya adalah potensi pasar yang bisa dihasilkan dari produk yang dikembangkan perusahaan.
Co-Founder dan Managing Partner East Ventures, Willson Cuaca, mengatakan, tiga tahun pertama East Ventures berdiri, pihaknya selalu mempertimbangkan faktor produk, potensi pasar, dan sosok pendiri di balik perusahaan rintisan bidang teknologi (start up) sebelum memutuskan menyuntikkan investasi. Seiring waktu berjalan, dia menyadari betapa pentingnya hanya fokus pada faktor potensi pasar dan sosok pendiri.
“Kalau sosok pendiri start up memiliki hasrat kuat (passion), dia akan memahami produk teknologi seperti apa yang harus dikembangkan dan apakah mampu menyelesaikan masalah di masyarakat atau tidak. Kami biasanya interaksi tatap muka, bertanya banyak hal, dan meminta pendiri bercerita mengalir saja. Dari sanalah, kami biasanya bisa putuskan,” ujar Wilson saat menghadiri diskusi “Finding The Next Unicorn”, Selasa (21/3/2023), di Jakarta.
Menurut Wilson, pengusaha start up sebenarnya relatif mirip dengan wirausaha pada umumnya. Dia harus mampu mencetak nilai produk dan menghasilkan keuntungan. Biaya pemasaran untuk mengakuisisi pelanggan juga harus dipikirkan.
Co-Founder PT Digiasia Bios, Alexander Rusli, yang hadir pada saat bersamaan, berpendapat, tidak semua start up harus fokus mengejar status unicorn atau yang bervaluasi satu miliar dollar AS. Hal terpenting adalah memiliki model bisnis yang tepat sehingga bisa tumbuh berkelanjutan.
Senada dengan Willson, dia juga menekankan karakter pendiri start up sebelum akhirnya memutuskan memberikan investasi. Dua karakter yang dia sukai yaitu tipe pekerja keras dan tidak mudah menyerah.
“Sebab, mengembangkan dan mempertahankan bisnis di sektor industri teknologi digital tidak gampang. Saya bahkan selalu menekankan agar memperhatikan cash flow dan model bisnis. Setiap transaksi harus bisa menutup ongkos operasional sehingga perusahaan bisa untung,” kata Alexander.
Managing Director OCBC NISP Ventura Darryl Ratulangi menambahkan, aspek lain yang juga penting dimiliki start up adalah karakter yang tidak melulu ingin cepat bertumbuh. Pendiri start up perlu mengutamakan fundamental bisnis, yaitu manajemen uang kas, tanggung jawab kepada sumber daya manusia, dan hubungan baik kepada pelanggan.
Ketika ditanya mengenai target start up yang berpotensi mendapat suntikan dana, Willson mengatakan bahwa East Ventures pernah mengawali dari sektor perdagangan secara elektronik atau e-dagang, lalu pendukung layanan e-dagang, logistik, dan perangkat lunak sebagai jasa (software as a service). Kemudian, pada saat pandemi Covid-19, East Ventures berinvestasi ke start up sektor kesehatan.
“Berinvestasi itu harus memahami timing (waktu yang tepat),” ucapnya.
Peluang pasar
Menurut Alexander, sektor e-dagang dan teknologi finansial (tekfin) masih memiliki peluang pasar yang besar, meskipun tidak semua harus menjadi start up lokapasar. Ada beberapa daerah di Indonesia yang belum terlayani optimal oleh e-dagang ataupun tekfin.
Darryl menceritakan, meski sudah belanja melalui platform lokapasar relatif sudah diterima masyarakat, ternyata masih terdapat sejumlah konsumen yang lebih suka menggunakan bayar tunai ketika barang terima. Padahal, dia mengamati start up yang bergerak di sektor tekfin sudah banyak bermunculan.
“Selama masih ada bayar-membayar, kami percaya (start up) sektor tekfin masih akan menarik untuk mendapat investasi,” kata Darryl.