Kartu Prakerja di Persimpangan Kedua
Tantangan program Kartu Prakerja setelah berjalan selama tiga tahun bukan hanya melatih orang sebanyak-banyaknya, melainkan juga menghasilkan alumni program yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.
Kartu Prakerja telah menjangkau 16,4 juta orang selama periode 2020-2022. Tahun ini, program ini disebut berada di persimpangan kedua karena akan berjalan dengan skema normal. Tantangannya tidak hanya melatih orang sebanyak-banyaknya, tetapi juga menghasilkan alumni sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Prinsip link and match harus diperkuat dalam program ini.
Program Kartu Prakerja yang diluncurkan di masa pandemi Covid-19 ini pada dasarnya mengusung misi memberikan pelatihan untuk peningkatan keterampilan. Dalam merespons pandemi, program ini juga meningkatkan perlindungan masyarakat. Pelatihan yang semula direncanakan secara luring harus diubah menjadi pelatihan secara daring dalam situasi pandemi.
”Perjalanan Kartu Prakerja ini sekarang memasuki persimpangan kedua. Kami pun menghendaki pendidikan yang sifatnya offline. Dari segi jenis pelatihan, tempat pelatihan, kualitas pelatihan akan berbeda dengan sistem online,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada acara ulang tahun ke-3 Kartu Prakerja di Jakarta, Rabu (15/3/2023).
”Pelatihan offline nantinya harus bisa lebih masif. Kami minta dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, kualitas pelatihannya harus sama. Dengan online, itu mungkin bisa dilakukan, tetapi dengan offline belum tentu gampang,” ujarnya.
Saat ini hanya 20 persen alumni program Kartu Prakerja yang menjadi wirausaha.
Tantangan lainnya ialah menyambungkan alumni Kartu Prakerja dengan ketersediaan pembiayaan, terutama bagi alumni yang ingin menjadi wirausaha. Saat ini hanya sekitar 20 persen alumni program Kartu Prakerja yang menjadi wirausaha.
Pemerintah mempunyai program Kredit Usaha Rakyat (KUR) bernilai di bawah Rp 10 juta dengan subsidi bunga 3 persen. Adapun pinjaman senilai Rp 10 juta sampai dengan Rp 100 juta bisa diberikan tanpa jaminan dengan bunga 6 persen. Pinjaman senilai Rp 100 juta sampai dengan Rp 500 juta bisa diberikan dengan jaminan.
Seluruh peserta yang lulus program Kartu Prakerja dinilai memenuhi syarat untuk mendapat akses pembiayaan dari perbankan. ”Kita ingin menghasilkan pengusaha-pengusaha tangguh yang berasal dari pendidikan Kartu Prakerja dan mendorong UMKM naik kelas,” ujar Airlangga.
Pihak korporasi juga diharapkan dapat menyediakan data terkait permintaan tenaga kerjanya melalui Kartu Prakerja. Dengan begitu, Kartu Prakerja menjadi program yang bersifat end-to-end, menjawab kebutuhan di sisi suplai ataupun permintaan.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Mohammad Rudy Salahuddin selaku Ketua Pelaksana Program Kartu Prakerja menuturkan, perubahan skema Kartu Prakerja dilakukan dengan mempertimbangkan pandemi sudah selesai. Skema normal ini menggabungkan pelatihan daring dan luring atau hibrida.
Tahun ini, menurut Rudy, pemerintah menargetkan 1 juta orang untuk menjalankan pelatihan dengan skema normal. Target ini tidak sebanyak target tiga tahun pelaksanaan sebelumnya. Anggaran untuk tahun ini juga berubah atau naik, dari Rp 3,55 juta menjadi Rp 4,2 juta per orang. ”Skema normal ini akan lebih menitikberatkan pada pelatihan. Jadi, bukan lagi pada insentif untuk bantuan sosial,” ujar Rudy.
Skema normal ini akan lebih menitikberatkan pada pelatihan. Jadi, bukan lagi pada insentif untuk bantuan sosial.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari memaparkan, strategi program Kartu Prakerja pada tahun pertama berfokus pada inovasi dan iterasi (perulangan) untuk membangun ekosistem dan mematangkan proses.
Di tahun kedua, Prakerja membuka diri untuk evaluasi mengingat besarnya alokasi program, yakni sekitar Rp 20 triliun per tahun.
”Secara kumulatif, anggaran tiga tahun pelaksanaan program Kartu Prakerja sebesar Rp 59 triliun. Hasil evaluasinya positif. Prakerja terbukti menaikkan ketahanan pangan, menopang daya beli, meningkatkan inklusi keuangan, meningkatkan kebekerjaan dan kewirausahaan,” katanya.
Berdasarkan riset J-PAL Asia Tenggara (J-PAL SEA) tahun 2021, pendapatan penerima program Kartu Prakerja meningkat 10 persen lebih tinggi daripada nonpenerima. Berdasarkan riset Presisi Indonesia tahun 2021, pendapatan penerima Prakerja meningkat 17-21 persen lebih tinggi daripada non-penerima.
”Di tahun ketiga, Prakerja memperluas edukasi program dalam dan luar negeri. Dengan bermodal hasil evaluasi, Prakerja bisa berbagi pengalaman dan membangun optimisme,” ujarnya.
Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih berpendapat, mekanisme penyaluran bantuan sosial lewat platform yang dikembangkan Kartu Prakerja patut diapresiasi. Ia menyebutkan, pada tahun pertama program (2020), ada sekitar 200 laporan atau keluhan terhadap Kartu Prakerja melalui Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional-Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (SP4N-LAPOR). Namun, pada 2021 dan 2022, tidak ada lagi keluhan terhadap program ini di SP4N-LAPOR ataupun Ombudsman.
”Ini menggambarkan dinamika yang sangat baik, berbeda dengan bantuan sosial lain, yang masih tinggi keluhan dari masyarakat. Jadi, pelayanan yang dilakukan oleh Prakerja sudah sangat baik,” katanya.
Pertautan dan kesesuaian
Ahmad Heri Firdaus, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), berpendapat, Kartu Prakerja adalah program yang baik. Namun, setelah tiga tahun pelaksanaan, perlu dievaluasi hasil setelah pelatihan (outcome) program ini. Jadi, evaluasi bukan sebatas dilakukan terhadap hasil langsung (output) program yang menjangkau 16,4 juta orang.
”Apa saja yang dihasilkan oleh 16,4 juta orang yang telah mengakses program Kartu Prakerja? Apakah mereka bisa mengakses pasar kerja dengan lebih mudah? Atau kalau menjadi pelaku usaha, apakah mereka memiliki daya saing yang semakin kuat?” kata Heri.
Baca juga: Target Peserta Program Kartu Prakerja 2023 Mencapai 1 Juta Orang
Menurut Heri, tingkat produktivitas tenaga kerja menjadi aspek yang perlu diperhatikan. Banyak pelaku usaha yang mencari tenaga kerja. Namun, tidak ada atau sedikit tenaga kerja yang dipandang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha itu.
”Perlu ada link and match (pertautan dan kesesuaian) di program Kartu Prakerja agar mereka yang mengikuti program ini bisa terserap di pasar kerja sesuai dengan kebutuhan dunia usaha. Tidak hanya materi pelatihan yang bersifat satu arah, tetapi harus melihat bagaimana sebenarnya kondisi dunia usaha dalam mencari tenaga kerja,” tuturnya.
Pada beberapa kasus dalam cakupan lebih mikro, kata Heri, para investor yang sudah berkomitmen masuk atau berinvestasi di suatu kawasan ekonomi khusus atau kawasan industri sering kesulitan mencari tenaga kerja yang mempunyai keahlian tertentu atau sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Akhirnya, investor dari Jepang, India, ataupun China sering membawa tenaga kerja dari negara asalnya.
”Untuk itu, link and match memang harus diperkuat dalam program pelatihan Kartu Prakerja agar alumni Prakerja bisa menjangkau pasar kerja dengan lebih mudah. Ketika masuk dunia kerja, mereka juga bisa lebih kompetitif dan memiliki produktivitas yang lebih tinggi. Demikian juga kalau menjadi wirausahawan, mereka memiliki daya saing yang lebih tinggi,” katanya.
Banyak pelaku usaha yang mencari tenaga kerja. Namun, tidak ada atau sedikit tenaga kerja yang dipandang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha itu.
Adapun pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat, Hidayatullah Muttaqin, berpandangan, meski bermanfaat, program ini juga tak lepas dari kekurangan. ”Belum jelas bagaimana dampak program ini dalam membuka lapangan kerja dan mengurangi pengangguran di Indonesia,” ujarnya.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, angka pengangguran terbuka di Indonesia berkurang dari 6,49 persen pada Agustus 2021 menjadi 5,86 persen pada Agustus 2022. Namun, menurut Muttaqin, penurunan itu lebih disebabkan oleh pulihnya kegiatan sosial ekonomi dan mobilitas penduduk sejak pandemi mulai terkendali.
Muttaqin juga menyoroti biaya pelatihan digital khusus Kartu Prakerja dari para vendor, yang rata-rata masih di atas Rp 1 juta untuk satu kursus. Biaya itu relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan pelatihan digital lain. Padahal, cukup banyak pembelajaran daring yang dapat diakses secara gratis di Youtube.
”Jika pemerintah ingin memberikan kesempatan dan akses bagi masyarakat yang belum mendapat pekerjaan, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), atau yang ingin meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, seharusnya dibuat platform pelatihan online yang dapat diakses secara gratis dan terbuka,” tuturnya.