Geliat Industri Mebel Memerlukan Dukungan Pemerintah
Industri mebel dan kerajinan perlu mendapat dukungan pemerintah agar bisa memaksimalkan potensinya, khususnya mencapai target ekspor 5 miliar dollar AS pada 2024. Ada sejumlah tantangan dalam mencapai target tersebut.
JAKARTA, KOMPAS — Pengenalan produk mebel dan kerajinan Indonesia perlu ditingkatkan. Indonesia International Furniture Expo (Ifex) 2023 menjadi salah satu upaya yang ditempuh industri mebel dan kerajinan di Indonesia agar produk Indonesia semakin dikenal dunia.
Meski demikian, terobosan lain diperlukan, khususnya dalam menghadapi sejumlah tantangan, seperti sertifikasi produk kayu dan pendanaan usaha.
Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur menjelaskan, Ifex 2023 menjadi salah satu upaya bersama mendorong industri mebel dan kerajinan Indonesia semakin bertumbuh, khususnya agar dapat menembus pasar dunia. Selama gelaran Ifex 2023 pada 9-12 Maret 2023, HIMKI dan Dyandra Promosindo sebagai penyelenggara menargetkan adanya transaksi di tempat (on the spot) sebesar 250 juta dollar AS.
Pihak penyelenggara pun optimistis target ini sudah tercapai. Tidak hanya nilai transaksi on the spot, nilai transaksi setelah pameran diprediksi juga bisa mencapai angka 750 juta dollar AS.
”Kami optimistis sampai ke target, tapi angka pastinya masih kami tunggu tiga bulan ke depan, setelah barangnya mulai dikirimkan ke negara tujuan,” ucapnya di Jakarta, Minggu (12/3/2023).
Abdul melanjutkan, industri mebel dan kerajinan memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena Indonesia memiliki keunggulan komparatif, yaitu memiliki jenis kayu yang relatif cepat tumbuh dibandingkan dengan negara lain. Indonesia menempati negara ketiga dengan luas areal hutan tropis terbesar setelah Brasil dan Kongo.
Pengembangan juga diperlukan karena dengan potensi sebesar itu, kontribusi Indonesia terhadap omzet pasar mebel dan kerajinan skala global masih kecil. Adapun Indonesia menyumbang 2 miliar-3 miliar dollar AS per tahun dari total omzet pasar global sebesar 554 miliar dollar.
Baca juga: Ekspor Mebel Tetap Tumbuh kendati Prospek Pasar Belum Stabil
”Target kita naik ke angka 5 miliar tahun 2024 pun itu masih sedikit dari porsi pasar global, tapi kita tetap optimistis bisa mencapai target itu. Vietnam saja sudah 18 milliar dollar AS,” ucapnya.
Dalam pengembangannya, ada sejumlah tantangan yang dihadapi pelaku industri, yaitu sertifikasi, pembiayaan, dan promosi. HIMKI pun berharap pemerintah bisa mendukung pelaku industri mengatasi tantangan-tantangan tersebut.
Soal sertifikasi, industri mebel dan kerajinan harus memperoleh sertifikasi dari FSC (Forest Stewardship Council) yang diwajibkan oleh Uni Eropa jika produk kayu Indonesia ingin masuk ke pasar Eropa. Untuk mendapatkan sertifikat FSC, produk olahan kayu Indonesia harus diperoleh lewat hasil penanaman sendiri, bukan cara ilegal seperti pembalakan liar.
Abdul menjelaskan, biaya sertifikasi FSC tidaklah murah. Hal ini membuat produsen kayu, khususnya yang mengelola hutan tanaman rakyat (HTR) sulit memperolehnya. Pemerintah Indonesia memiliki aturan mirip, yaitu Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Namun, konsumen Eropa lebih mempercayai produk bersertifikasi FSC ketimbang SVLK. Untuk itu, pemerintah perlu mengusahakan agar SVLK memiliki kualitas yang sama dengan FSC.
Selama ini, kayu bersertifikat FSC mayoritas dimiliki oleh Perhutani dan Inhutani, sementara kayu dari HTR masih banyak yang belum tersertifikasi. Padahal, Indonesia membutuhkan pasokan kayu 10 juta meter kubik per tahun untuk mencapai target tahun 2024, yang berasal dari hutan kelolaan negara atau masyarakat.
”Pemerintah perlu lebih lagi mengampanyekan dan mengusahakan kesetaraan SVLK dan FSC. Selain itu, perlu ada subsidi untuk sertifikasi SVLK. Perjanjian perdagangan bebas IEU-CEPA kami harapkan bisa membantu menyelesaikan hal ini,” ujarnya.
Di bidang pembiayaan, Abdul berharap pemerintah, melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), memberikan kredit bagi pelaku industri mebel dan kerajinan untuk mengembangkan usahanya.
”Kami harapannya 2.500 anggota HIMKI mendapatkan pembiayaan, tapi kapasitas anggaran negara terbatas, jadi tidak semua mendapatkan. Jumlah yang akan dikucurkan kemungkinan sekitar Rp 300 miliar, harapannya tahun ini bisa mencapai Rp 500 miliar, itu sudah bagus,” ucapnya.
Potensi pasar
Berdasarkan catatan HIMKI, pangsa ekspor terbesar produk mebel dan kerajinan Indonesia adalah Amerika Serikat sebesar 52 persen, Eropa sekitar 40 persen, sedangkan sisanya ke negara-negara Asia lainnya, seperti Jepang, Korea, Singapura, dan lainnya.
HIMKI pun kini mencoba membidik pasar baru, khususnya di negara-negara Timur Tengah dan juga India. Negara-negara di Timur Tengah menjadi potensial karena beberapa negara, seperti Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, bahkan Israel, tengah membangun kota-kota baru sehingga permintaan terhadap furnitur juga berpotensi meningkat.
Agar dapat masuk, HIMKI berharap pemerintah bisa membantu para pelaku industri masuk ke sana dengan rutin mengadakan pameran, dan membangun kantor atau instalasi permanen yang bisa menjadi tempat pemasaran produk Indonesia.
Wakil Ketua Umum Bidang Promosi HIMKI Djudjuk Aryati menerangkan, berkaca pada penyelenggaraan Ifex 2023, para pembeli dari luar negeri masih cukup tertarik ke Indonesia khususnya untuk mencari produk mebel dan kerajinan yang ramah lingkungan.
Baca juga: IEU-CEPA Jadi Kunci Dongkrak Ekspor Mebel
Di Ifex tahun ini, ia melihat adanya perubahan tren pembeli dari yang sebelumnya banyak berasal dari pedagang besar (wholesale), tetapi kini banyak berasal dari perorangan berbasis proyek. Ini menandakan potensi industri mebel dan kerajinan semakin menggeliat.
Terkait potensi pasar baru, Djudjuk menyebut India menjadi salah satu yang potensial dengan peningkatan jumlah penduduk, yang menandakan akan adanya permintaan terhadap produk furnitur dan mebel ke depannya.
Sementara itu, Presiden Direktur Dyandra Promosindo Daswar Marpaung menerangkan, selama Ifex 2023 berlangsung, tercatat 115 negara hadir dengan 12.000 pembeli. Adapun untuk sepuluh negara dengan jumlah transaksi terbanyak berasal dari Australia, India, AS, Perancis, China, Belanda, Singapura, Jepang, Malaysia, dan Spanyol.
”Target kami ada 112 negara, tapi ternyata ada 115 negara hadir. Pengunjung dan pembeli mengaku puas. Ke depan kami akan tingkatkan lagi kualitas pameran dan produk di perhelatan Ifex selanjutnya,” ucapnya.