Hambatan ekspor mebel ke UE saat ini bukan hanya karena situasi geopolitik di Ukraina, melainkan juga permintaan penggunaan sertifikat FSC demi mendukung antideforestasi. Padahal, Indonesia sudah punya sertifikasi SVLK.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain karena situasi geopolitik, eksporfurnitur ke pasar Uni Eropa tengah terhambat lantaran permintaan sertifikasi yang mendukung regulasi antideforestasi. Oleh sebab itu, pelaku industri furnitur bertumpu pada penyelesaian Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan UE atau IEU-CEPA untuk memfasilitasi persoalan tersebut.
Saat ini, Parlemen Eropa dan Dewan UE telah menyepakati secara sementara aturan yang mendukung rantai pasok bebas deforestasi. Setelah diadopsi dan diterapkan, aturan tersebut akan memastikan pasar UE tidak berkontribusi pada deforestasi ataupun degradasi hutan, baik di kawasan UE maupun negara lainnya. Agar sejalan dengan aturan tersebut, pembeli UE meminta produk furnitur berbasis kayu bersertifikat Forest Stewardship Council (FSC).
Imbasnya, ekspor furnitur Indonesia ke pasar UE berpotensi menurun. Padahal, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) mencatat, nilai ekspor furnitur Indonesia ke kawasan Eropa tengah meningkat dari 587,5 juta dollar Amerika Serikat (AS) pada 2021 menjadi 597,1 juta dollar AS pada 2022. Dibandingkan negara lainnya, pasar Eropa merupakan pangsa ekspor kedua terbesar setelah AS.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, UE saat ini sedang mengejar ketertelusuran (traceability) terkait hutan. ”Rekognisi (dengan sertifikasi Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu atau SVLK) menjadi tantangan,” ujarnya dalam pembukaan International Furniture Expo (Ifex) 2023 yang diadakan di Jakarta, Kamis (9/3/2023).
Di sisi lain, dia mengatakan, pemerintah tengah berupaya merampungkan IEU-CEPA demi menjaga keberjalanan rantai industri furnitur. Targetnya, tahun ini pembahasan selesai.
Menurut Wakil Ketua Umum Bidang Promosi dan Pemasaran HIMKI Djudjuk Aryati, IEU-CEPA penting untuk memperkuat citra kelestarian produk furnitur Indonesia. ”Selain itu, ada fasilitas pajak sebesar nol persen yang bisa dimanfaatkan pelaku usaha,” katanya saat ditemui setelah konferensi pers.
Ketua Presidium HIMKI Abdul Sobur mengatakan, UE merupakan pasar ekspor yang penting. Apabila IEU-CEPA dirampungkan pada tahun ini, nilai ekspor ke UE bisa mencapai 2 miliar dollar AS. IEU-CEPA juga diharapkan dapat mengatasi persoalan kayu yang menjadi bahan baku furnitur.
Dia menjelaskan, hambatan ekspor ke UE saat ini bukan hanya karena situasi geopolitik di Ukraina, melainkan juga permintaan penggunaan sertifikat FSC. ”Permintaan sertifikasi ini cukup berat untuk dijalankan. Padahal, SVLK cukup,” katanya.
Indikator pasar
Upaya lain untuk menyokong ekspor furnitur nasional ialah menyelenggarakan Ifex 2023. Menurut Djudjuk, pameran ini penting karena menjadi ajang bagi pembeli internasional untuk memesan pasokan mebel. Bagi pelaku usaha, perhelatan ini menjadi indikator pasar furnitur Indonesia di kancah global.
Sobur menargetkan, pameran yang berlangsung pada 9-12 Maret 2023 tersebut dapat membukukan transaksi sebanyak 250 juta dollar AS. Transaksi pascapameran ditargetkan mencapai 750 juta dollar AS. Dengan demikian, angka tersebut dapat menunjang target pertumbuhan ekspor furnitur sebesar 8 persen sepanjang 2023 dibandingkan tahun sebelumnya serta target nilai ekspor 5 miliar dollar AS pada 2024.
Presiden Direktur Dyandra Promosindo Daswar Marpaung mengatakan, pameran tersebut dapat menarik 12.000 pembeli dari 112 negara. Adapun pameran diikuti oleh lebih dari 500 peserta dengan total luas area 60.000 meter persegi.