Dorong Pertumbuhan Ekonomi, Konsumsi Perlu Ditopang Investasi
Penggunaan APBN 2023 harus menjamin konsumsi masyarakat terjaga. Meski demikian, Indonesia perlu melakukan terobosan agar tidak hanya mengandalkan konsumsi.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Pemerintah perlu menjaga konsumsi masyarakat tetap stabil agar kondisi ekonomi di tahun 2023 bisa tumbuh relatif tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengefektifkan belanja negara serta menarik investasi masuk, khususnya di sektor manufaktur dan industri bernilai tambah tinggi seperti pertambangan.
Meski demikian, Indonesia tidak bisa terlalu lama menggantungkan diri terhadap sektor konsumsi agar pertumbuhan ekonomi bisa didorong ke angka 6 persen. Investasi di sektor manufaktur berteknologi tinggi perlu dilakukan untuk melepas ketergantungan tersebut.
Head of Research and Economists PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia Denny Irawan menerangkan, ekonomi Indonesia diprediksikan tumbuh 4,8 persen karena tekanan inflasi dinilai masih akan membayangi upaya pembangunan ekonomi. Angka ini masih berada dalam kisaran prediksi dari Bank Indonesia dan pemerintah sebesar 4,5-5,3 persen.
”Meski diprediksikan menurun, ada beberapa hal yang bisa berdampak positif bagi Indonesia, seperti pembukaan perdagangan oleh China dan investasi luar negeri (FDI) yang diprediksi tetap stabil,” ucapnya dalam Indonesian Economic Outlook Q1-2023, Kamis (9/3/2023).
Ada empat hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah agar ekonomi dapat tetap tumbuh positif di tahun 2023. Pertama, sektor konsumsi yang masih menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi tahun 2022. Apalagi di tahun lalu, Indeks Keyakinan Konsumen 2022 tercatat di angka yang tinggi, yaitu 119,1.
Sektor konsumsi masih tetap tumbuh karena pemerintah masih menggelontorkan subsidi untuk bahan bakar dan listrik. Keputusan pemerintah yang masih konsisten memberi subsidi di dua hal tersebut bisa menopang ekonomi tahun 2023.
Kedua, efektivitas belanja negara. Kenaikan harga komoditas dan energi di tahun 2022 membuat pendapatan negara bukan pajak naik signifikan. Namun di sisi lain, pemerintah harus mengeluarkan subsidi yang lebih besar untuk masyarakat, sebagai kompensasi kenaikan harga tersebut di tingkat masyarakat.
Untuk itu, pemerintah perlu mengelola anggaran dengan baik, khususnya terkait defisit belanja negara, agar konsumsi tetap tumbuh.
Di tahun 2023, pemerintah menargetkan defisit APBN kembali di bawah tiga persen. Tahun ini, defisit anggaran negara diarahkan antara lain untuk membiayai sektor infrastruktur sebesar Rp 85,3 triliun, peningkatan kualitas pendidikan Rp 20 triliun, dan mitigasi bencana alam sebesar Rp 70,6 triliun.
Selain konsumsi, pemerintah perlu meningkatkan arus investasi. Penurunan harga komoditas membuat investasi perlu menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Sejak kuartal IV 2021, investasi luar negeri Indonesia naik tajam hingga kuartal IV 2022 sebesar 12,2 miliar dollar AS, atau tumbuh 45,8 persen year-on-year.
”Foreign Direct Investment di Indonesia tahun lalu didorong oleh investasi di bidang hilirisasi pertambangan dan petrokimia, yang di tahun ini diharapkan juga terus dikembangkan,” jelasnya.
Terakhir, perdagangan menjadi salah satu sektor yang perlu mendapat perhatian. Denny menerangkan, perjanjian perdagangan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) antara beberapa negara di Asia Pasifik bisa mendatangkan investasi di Indonesia.
Terkait situasi internasional, PwC Global Economics Network Leader Nick Forrest menjelaskan, ekonomi global memang akan mengalami perlambatan meskipun kemungkinan resesi global terjadi relatif kecil. Ekonomi global diprediksikan tumbuh 1,9 persen pada tahun 2023.
Adapun mayoritas negara G20 dinilai akan mengalami kondisi keuangan yang lebih ketat karena masyarakat, bisnis, dan pemerintah akan merasakan dampak kenaikan suku bunga. Selanjutnya, ekonomi dunia akan memasuki fase baru globalisasi akibat meningkatnya persaingan ekonomi di antara negara-negara besar di dunia.
Meski demikian, sinyal positif datang dari kondisi geopolitik dunia yang dinilai akan lebih tenang ketimbang tahun lalu.
Terobosan pembangunan
Indonesia membutuhkan terobosan dalam industri manufaktur agar ekonominya bisa tumbuh lebih besar lagi. Ekonom senior Bambang Brodjonegoro menjelaskan, Indonesia membutuhkan terobosan agar tidak terjebak dalam pertumbuhan tahunan yang hanya tertahan di angka 5 persen. Indonesia dinilai terlalu mengandalkan sektor konsumsi rumah tangga dan komoditas untuk ekonominya.
Berkaca pada beberapa negara di dunia, seperti Jepang dan Korea Selatan, Indonesia perlu mengembangkan sektor manufaktur, khususnya yang berteknologi tinggi. Investasi yang besar dibutuhkan agar sektor manufaktur bisa tumbuh, khususnya sektor manufaktur berteknologi tinggi seperti semikonduktor, papan sirkuit, dan sejenisnya.
Ia menyebut, kontribusi manufaktur produk berteknologi tinggi terhadap ekspor di Indonesia masih sebesar 10 persen, berbeda dengan Malaysia sebesar 53,8 persen, dan Vietnam sebesar 40 persen.
Peningkatan sektor manufaktur berteknologi tinggi dinilai bisa meningkatkan produktivitas dan daya saing Indonesia sehingga bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 6 persen. Hal lain yang perlu dikembangkan adalah investasi di industri bernilai tambah tinggi, seperti pertambangan. Hilirisasi nikel yang dilakukan pemerintah sudah tepat untuk menjawab persoalan tersebut.
”Kontribusi manufaktur ke PDB kita masih 19 persen, berbeda dengan negara-negara maju seperti Korea yang kontribusi manufaktur ke PDB-nya hingga 30 persen karena peran teknologi tinggi. Kita harus mengembangkan manufaktur berteknologi tinggi supaya produktivitasnya besar,” ucapnya.