Pemerintah akan mengalihkan sumber pertumbuhan ekonomi ke arah konsumsi dan investasi, di tengah proyeksi menurunnya ekspor. Selain itu, pemerintah juga perlu menjaga nilai tukar rupiah agar sektor keuangan tetap stabil.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·2 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Pengunjung berbelanja kebutuhan rumah tangga di Foodmart, Plaza Semanggi, Setiabudi, Jakarta, Senin (6/2/2023). Perekonomian Indonesia mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,31 persen secara kumulatif sepanjang 2022. Konsumsi rumah tangga yang biasanya menjadi penopang pertumbuhan ekonomi, saat ini belum pulih. Lemahnya daya beli masyarakat karena pandemi Covid-19 menjadi penyebabnya.
JAKARTA, KOMPAS — Perlambatan pertumbuhan ekonomi global diprediksikan bisa mengganggu target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tahun lalu banyak ditopang ekspor. Agar target tetap dapat tercapai, pemerintah mengalihkan fokus pertumbuhan ke konsumsi dalam negeri, investasi, dan menjaga stabilitas pasar keuangan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, ia optimistis Indonesia mampu mencapai target pertumbuhan ekonomi di atas 5,3 persen, dengan berkaca pada tren baik pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun lalu, yang mampu tumbuh 5,31 persen. Tertinggi selama 10 tahun terakhir.
”Kita optimistis. Kita melihat kinerja baik tahun 2022 bisa dicapai di tengah keadaan ekonomi global yang pasang surut,” ujarnya di acara CNBC Indonesia Economy Outlook 2023, di Jakarta, Selasa (28/2/2023).
Meski tercatat positif, situasi ekonomi dunia yang melambat bisa mengganggu upaya pemerintah mencapai target tahun ini. Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan melambat 2,9 persen di tahun 2023 karena permasalahan krisis iklim, perang, dan lainnya sehingga bisa berdampak ke Indonesia, khususnya di bidang ekspor.
Mengantisipasi penurunan ekspor, pemerintah pun akan berfokus pada peningkatan konsumsi dalam negeri dan investasi. ”Mengantisipasi hal itu kita harus mendorong konsumsi dan investasi karena ekspor diproyeksikan akan menurun. Target investasi tahun ini Rp 1.400 triliun dan 2024 Rp 1.600 triliun,” tambahnya.
Di sektor konsumsi, sejumlah langkah akan ditempuh, yaitu menjaga stabilitas harga melalui operasi pasar, memfasilitasi distribusi pangan dari daerah surplus pangan ke daerah yang defisit, peningkatan produksi pangan, dan meluncurkan program pangan bersubsidi.
Selain konsumsi, investasi juga terus didorong. Pascaperhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, Indonesia berhasil mengamankan beberapa investasi penting, seperti pendanaan program transisi energi hijau sebesar 20 miliar dollar AS lewat program Just Energy Transition Partnership.
Di acara yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) masih menjadi salah satu sumber utama penopang untuk memitigasi ancaman pelambatan ekonomi global. Namun, meningkatkan penerimaan negara sedikit terhambat akibat menurunnya pendapatan dari ekspor. Pasalnya, beberapa harga komoditas mulai melemah akhir-akhir ini.
Menyikapi hal itu, lanjut Sri Mulyani, pemerintah akan mencoba mencari pendapatan lain, seperti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pembayaran tilang, dan lainnya. Selain itu, penerimaan negara dari pajak daerah juga digenjot.
”Ini yang kita coba rumuskan, seandainya harga komoditas terus turun, anggaran diprioritaskan untuk proyek strategis nasional, pengentasan orang dari kemiskinan ekstrem, pemilu dan lainnya,” kata Sri Mulyani.
Menteri BUMN Erick Thohir menambahkan, Indonesia memiliki kesempatan untuk bertumbuh dengan pesat. Hal ini perlu dilakukan dengan membangun ekosistem bisnis yang sesuai dengan tren global. Namun, pembentukan ekosistem ini haruslah bertumpu pada industri dalam negeri, sembari membuka diri dengan investasi dari negara luar.