Pertamina Geothermal Energy menawarkan sahamnya ke publik sebanyak 10,35 miliar saham yang mewakili 25 persen dari modal yang ditempatkan. Adapun harga penawaran adalah Rp 875 per lembarnya.
Oleh
ARIS PRASETYO, ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pada Jumat (24/2/2023), PT Pertamina Geothermal Energy secara resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia atau BEI dengan kode saham PGEO. Pelepasan saham perdana anak usaha milik PT Pertamina (Persero) ini ditujukan untuk mengembangkan kapasitas terpasang tenaga panas bumi perseroan sebesar 600 megawatt hingga 2027 mendatang.
Pertamina Geothermal Energy menawarkan sahamnya ke publik sebanyak 10,35 miliar saham yang mewakili 25 persen dari modal yang ditempatkan. Adapun harga penawaran adalah Rp 875 per lembarnya. Sejak penawaran umum saham pada periode 20-22 Februari 2023, perseroan berhasil meraih dana sebesar Rp 9,056 triliun.
”Pelepasan saham perdana ini untuk mengembangkan kapasitas terpasang tenaga panas bumi perseroan sebesar 600 megawatt (MW) hingga 2027 nanti,” ujar Direktur Utama Pertamina Geothermal Energy Ahmad Yuniarto lewat siaran pers.
Dengan demikian, lanjut Yuniarto, diharapkan kapasitas terpasang tenaga panas bumi yang dikelola Pertamina Geothermal Energy bisa menjadi 1.272 MW pada 2027. Adapun saat ini kapasitas terpasang tenaga panas bumi yang dikelola sendiri sebesar 672 MW.
Dalam peresmian pencatatan perdana saham Pertamina Geothermal Energy di BEI, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah terus mendorong pemanfaatan energi panas bumi ini untuk bisa mendukung ketersediaan energi bersih di Indonesia agar dapat bersaing di pasar internasional. Untuk itu, Pertamina Geothermal Energy tidak hanya melirik panas bumi, tetapi juga memanfaatkan sumber energi terbarukan lainnya.
”Tahun 2060 Indonesia diperkirakan membutuhkan lebih dari 500 gigawatt, semuanya berasal dari sumber energi baru terbarukan,” ucap Arifin.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyampaikan, dengan terdaftar di BEI, Pertamina Geothermal Energy bisa mendapat dana segar yang bisa dialokasikan untuk eksplorasi, eksploitasi, atau perluasan lapangan yang sudah ada, seperti menambah unit mesin pembangkit. Aksi korporasi ini penting mengingat karakter investasi panas bumi berisiko tinggi.
”Investasi di awal sangat besar karena ada kegiatan eksplorasi. Kalau Pertamina Geothermal Energy ingin eksplorasi sumur-sumur baru, harus punya modal kuat. Sebab, eksplorasi itu seperti membakar duit. Berisiko, sehingga bank tidak ada yang mau beri pinjaman. Harus cari modal dan biasanya dari kas internal sendiri dulu,” ucap Fabby.
Fabby menambahkan, yang perlu dibenahi ke depan agar tenaga panas bumi optimal sebagai tulang punggung utama energi terbarukan di Indonesia adalah dari sisi offtaker (pembeli). ”Yang beli, kan, hanya PLN. Kalau PLN tidak mau beli, tidak bisa dikembangkan. Jadi, sebaiknya PLN melakukan lelang panas bumi secara berkala, terjadwal sesuai yang dicanangkan pemerintah,” katanya.
Pertamina Geothermal Energy saat ini mengelola 13 wilayah kerja panas bumi di seluruh Indonesia dengan total kapasitas terpasang 1.877 MW. Rinciannya, sebanyak 672 MW dikelola langsung (own operation) dan skema kerja sama (joint operation) sebesar 1.205 MW.