Masyarakat berpenghasilan rendah dinilai lebih rentan tergerus kenaikan harga pangan pokok karena belanja utama mereka pangan pokok. Apalagi pada tahun ini, kenaikan harga pangan terjadi jauh sebelum Ramadhan-Lebaran.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pengunjung memilih buah-buahan yang ditawarkan dengan potongan harga di pasar swalayan di kawasan Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten, Selasa (26/4/2022). Peningkatan belanja masyarakat pada periode Ramadhan dan Idul Fitri diyakini bakal menjadi pendorong kinerja industri manufaktur, terutama sektor ritel dan konsumsi.
JAKARTA, KOMPAS — Inflasi tinggi tahun lalu menekan belanja masyarakat dan berpengaruh terhadap komponen terbesar pertumbuhan ekonomi, yakni konsumsi rumah tangga. Belajar dari pengalaman itu, pemerintah diharapkan dapat menstabilkan harga pangan pokok menjelang dan selama Ramadhan-Lebaran 2023.
Inflasi tahun 2022 mencapai 5,51 persen secara tahunan. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan harga sejumlah pangan pokok menjadi pemicunya. Kondisi itu membuat konsumsi rumah tangga yang membaik jadi tertekan dan hanya tumbuh 4,93 persen.
Selain itu, kendati sudah di atas ambang batas 100, Indeks Frekuensi Belanja Masyarakat pasca-kenaikan harga BBM pada awal September 2022 turun. Mandiri Institute mencatat, Indeks Frekuensi Belanja Masyarakat yang pada Oktober 2022 mencapai 157,9 turun menjadi 154,8 pada November 2022.
Indeks itu meningkat lagi pada Desember 2022 jadi 171,5, dipicu momentum Natal dan Tahun Baru. Pada akhir Januari 2023, Indeks Frekuensi Belanja Masyarakat itu kembali turun menjadi 157,9.
Head of Industry and Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani, Kamis (23/2/2023), mengatakan, belanja masyarakat pada tahun lalu hingga awal tahun ini masih digerakkan oleh masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah. Sementara masyarakat berpenghasilan atas-tinggi cenderung menahan belanja karena lebih mengedepankan investasi.
Masyarakat berpenghasilan menengah relatif masih bisa bertahan di tengah kenaikan harga pangan lantaran memiliki penghasilan tetap. Hal ini beda dengan masyarakat berpenghasilan rendah yang mayoritas tak berpenghasilan tetap.
”Penghasilan mereka lebih rentan tergerus oleh kenaikan harga pangan pokok karena belanja utama mereka adalah pangan pokok. Pada tahun ini, kenaikan harga pangan terjadi jauh sebelum Ramadhan sehingga sudah pasti menggerus pendapatan mereka,” ujarnya di Jakarta.
Penghasilan mereka lebih rentan tergerus oleh kenaikan harga pangan pokok karena belanja utama mereka adalah pangan pokok. Pada tahun ini, kenaikan harga pangan terjadi jauh sebelum Ramadhan sehingga sudah pasti menggerus pendapatan mereka.
Oleh karena itu, agar kemampuan belanja atau daya beli masyarakat berpenghasilan bawah terjaga, pemerintah perlu menjaga stabilitas harga pangan. Dalam kasus minyak goreng untuk rakyat, misalnya, pemerintah harus bisa meredam spekulasi yang dilakukan dengan menimbun barang.
Di sisi lain, pemerintah tetap perlu mendorong bantuan sosial bagi keluarga tidak mampu. Tunjangan hari raya juga perlu dipastikan bisa diperoleh pekerja, baik dari kalangan buruh maupun kelas menengah, untuk memberikan bantalan ekonomi bagi mereka.
Berdasarkan Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan per 23 Februari 2023, harga rata-rata nasional beras, minyak goreng kemasan merek Minyakita, dan kedelai impor masih tinggi. Harga beras tercatat Rp 11.800 per kilogram (kg), Minyakita Rp 15.100 per liter, dan kedelai impor Rp 15.500 per kg.
Harga beras medium itu di atas harga eceran tertinggi (HET) di tingkat konsumen yang ditetapkan pemerintah Rp 9.450-Rp 10.250 per kg. Begitu juga dengan harga Minyakita yang di atas HET yang sebesar Rp 14.000 per liter. Adapun harga kedelai impor masih jauh dari harga yang dijanjikan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada awal 2023, yakni Rp 11.000-Rp 12.000 per kg.
Perajin tahu berbelanja kedelai impor di gudang Primkopti Jakarta Selatan di kawasan Kebayoran Lama, Minggu (29/1/2023). Telah masuknya kedelai yang diimpor Bulog menjadikan harganya mulai turun di pasaran. Saat ini harga kedelai di tempat tersebut Rp 12.300 per kilogram (kg), pemerintah menargetkan harga kedelai impor dapat berada di kisaran Rp 11.000-Rp 12.000 per kg.
Tekanan inflasi
Sementara itu, Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia (BI) pada Januari 2023 menunjukkan, dari sisi harga, responden memperkirakan tekanan inflasi pada Maret 2023 akan meningkat, sementara Juni 2023 akan turun. Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) pada Maret 2023 sebesar 139,1, meningkat dibandingkan dengan Februari 2023 sebesar 134,6. Hal itu didorong oleh kenaikan harga selama Ramadhan. Adapun IEH Juni 2023 sebesar 138,3 atau turun dibandingkan Mei 2023 yang sebesar 140,2.
Seiring dengan peningkatan IEH, pendapatan konsumen juga turun. Survei Konsumen BI pada Januari 2023 menunjukkan, rata-rata proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi turun dari 75,6 persen pada Desember 2022 menjadi 73,6 persen pada Januari 2023.
Pada periode yang sama, rata-rata proporsi pembayaran cicilan atau utang meningkat menjadi 9,7 persen secara bulanan dari sebelumnya 9,2 persen. Begitu juga dengan proporsi pendapatan konsumen yang disimpan, meningkat dari 15,2 persen jadi 16,7 persen.
Kendati begitu, keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi pada Januari 2023 meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Hal ini tecermin dari Indeks Keyakinan Konsumen Januari 2023 yang sebesar 123 atau lebih tinggi dibandingkan dengan Desember 2022 yang sebesar 119,9.
”Menguatnya keyakinan konsumen pada Januari 2023 didorong oleh peningkatan ekspektasi konsumen terhadap kegiatan usaha dan ketersediaan lapangan kerja,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono melalui siaran pers di Jakarta.