Sejumlah perusahaan yang berbisnis di sektor komoditas tambang dan energi meraup pendapatan besar. Faktor harga komoditas yang melambung sepanjang 2022 adalah penyebab utamanya.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga akhir 2022, produsen nikel PT Vale Indonesia Tbk mencatatkan laba bersih 200,32 juta dollar AS atau sekitar Rp 3 triliun. Pencapaian ini naik 19,8 persen dari laba bersih yang diperoleh pada 2021 sebesar 167,2 juta dollar AS atau sekitar Rp 2,5 triliun.
Kenaikan laba bersih ini ditopang oleh kenaikan penjualan. Tahun lalu, penjualan Vale naik 24 persen dari hasil penjualan pada 2021 menjadi 1,17 miliar dollar AS. Harga nikel yang naik 35 persen dari tahun 2021 turut berperan dalam kenaikan penjualan yang diperoleh Vale tahun lalu.
Harga realisasi rata-rata pengiriman nikel berbentuk matte pada 2022 mencapai 19.348 dollar AS per ton. Harga ini naik 35 persen dari harga rata-rata tahun 2021 sebesar 14.309 dollar AS per ton. Dari sisi volume produksi, terjadi penurunan 8 persen menjadi 60.090 metrik ton nickel matte.
”Harga yang lebih tinggi ini tentunya membawa dampak positif bagi kinerja keuangan kami,” kata Febriany Eddy, CEO dan Presiden Direktur Vale Indonesia, dalam keterangannya, Senin (20/2/2023).
Surya Esa Perkasa
Sementara itu, PT Surya Esa Perkasa Tbk mencatatkan pendapatan 731 juta dollar AS sepanjang tahun lalu atau sekitar Rp 11 triliun. Jumlah ini meningkat 141 persen dibandingkan dengan pendapatan pada tahun 2021. Ketika itu, pendapatan perusahaan sebesar 303 juta dollar AS. Pendapatan tersebut merupakan pendapatan tertinggi dalam sejarah perusahaan.
Surya Esa Perkasa bergerak pada bidang energi dan kimia dengan mengelola kilang gas alam cair dan pabrik amonia. Sementara dilihat dari laba bersih, terjadi kenaikan 894 persen dari 14 juta dollar AS menjadi 139 juta dollar AS.
Walaupun membukukan kinerja baik, harga saham Esa turun 6,6 persen menjadi Rp 920 per saham. Penurunan ini terjadi karena Garibaldi Thohir, Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk, menambah kepemilikannya dari 2,04 persen menjadi 5 persen.
Presiden Direktur Esa Chander Vinod Laroya mengatakan, rekor pendapatan ini seiring dengan kegiatan operasional yang baik dan kondisi pasar yang menguntungkan pada 2022. Seperti harga komoditas lain, harga amonia naik 91 persen dari tahun lalu menjadi 887 dollar AS per metrik ton. Selain harga, volume produksi juga naik menjadi 760.815 metrik ton.
”Kami mengumumkan rekor pendapatan tertinggi pada tahun 2022, membangun keunggulan operasional yang konsisten didukung harga amonia dan elpiji yang lebih tinggi,” ujar Chander.