Pembiayaan Syariah Diarahkan untuk Proyek Jangka Panjang
Proyek jangka panjang membutuhkan kepastian pemenuhan persyaratan pembiayaan dengan tata kelola yang baik serta ramah lingkungan dan sosial. Ini bisa dipenuhi oleh pembiayaan syariah.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekonomi dan keuangan syariah perlu diarahkan dari sebelumnya lebih banyak untuk pembiayaan segmen ritel didorong untuk membiayai proyek jangka panjang, seperti infrastruktur dan energi terbarukan. Ekonomi dan keuangan syariah yang mengedepankan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola dinilai bisa menjawab kebutuhan pendanaan proyek jangka panjang yang kian memerlukan kepastian tata kelola yang ramah lingkungan dan sosial.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, pembiayaan syariah sangat tepat untuk membantu pembiayaan berbagai proyek jangka panjang pemerintah. Proyek itu, antara lain, pembangunan jalan tol, properti, pembangkit listrik, hilirisasi industri sumber daya alam, dan energi terbarukan.
Proyek-proyek ini membutuhkan pendanaan jangka panjang sehingga membutuhkan kepastian pemenuhan persyaratan pembiayaan dengan tata kelola yang baik serta ramah lingkungan dan sosial (environtment, social, and governance/ESG).
”Penerapan ekonomi dan keuangan syariah ini bisa menjawab kebutuhan pendanaan proyek jangka panjang yang kian memerlukan kepastian ESG,” ujar Kartika dalam acara Bank Syariah Indonesia (BSI) Global Islamic Finance Summit 2023, Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Ia menjelaskan, hal itu menjadi salah satu pertimbangan Kementerian BUMN membentuk BSI yang merupakan hasil penggabungan tiga bank syariah BUMN, yakni Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, dan BNI Syariah. Setelah mulai beroperasi Februari 2021, BSI diharapkan bisa menjadi motor penggerak ekonomi dan keuangan syariah serta ikut mendorong pembiayaan proyek jangka panjang.
Kartika menambahkan, dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia punya potensi menjadi kekuatan ekonomi dan keuangan syariah utama dunia.
Pertumbuhan perbankan syariah di dalam negeri pun terbilang pesat. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan aset perbankan syariah, seperti dikutip dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada September 2022 yang mencapai 16,02 persen secara tahunan atau menjadi Rp 750 triliun.
Fungsi intermediasi perbankan syariah pun berjalan baik. Ini ditandai dengan pembiayaan syariah yang pada September 2022 bertumbuh 18,87 persen secara tahunan menjadi Rp 491 triliun. Adapun penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan syariah tumbuh 15,81 persen secara tahunan menjadi Rp 584 triliun.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi sepakat bahwa pembiayaan syariah sangat tepat untuk proyek jangka panjang. Untuk itu, pihaknya juga akan mulai meningkatkan porsi bisnis pembiayaan wholesale atau korporasi yang memiliki proyek jangka panjang.
Ia menjelaskan, selama ini porsi pembiayaan BSI lebih banyak ke segmen perbankan ritel ketimbang pembiayaan korporasi. Adapun rinciannya sekitar 70 persen ke segmen ritel dan 30 persen ke segmen korporasi. Tahun ini, pihaknya akan mengubah porsi bisnisnya menjadi 65 persen ke segmen ritel dan 35 persen ke segmen korporasi.
”Kami akan fokus memberikan pembiayaan untuk mendorong pengembangan ekosistem rantai pasok industri halal di Indonesia guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah,” ujar Hery.
Inklusi keuangan
Pada acara yang sama, Professor & Shariah Chair in Islamic Law & Finance Durham University Habib Ahmed menjelaskan, mengingat Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak dunia, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah bermanfaat untuk banyak hal. Salah satunya adalah memperluas inklusi keuangan dengan menjangkau lebih banyak kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sebelumnya tidak mendapatkan akses pembiayaan.
”Ekonomi dan keuangan syariah bisa menjadi salah satu motor baru penggerak pertumbuhan ekonomi di Indonesia,” kata Habib.
Hal senada juga dikemukakan oleh Deputy Chief Executive Officer Maybank Islamic Nor Shahrizan Sulaiman. Menurut dia, potensi perbankan syariah di Indonesia sangat besar. Masyarakat bisa menyimpan dananya dan menerima pembiayaan agar sesuai dengan prinsip keyakinannya. Hal ini tentu bisa memperluas inklusi keuangan di Indonesia.
Adapun pembiayaan syariah ke UMKM bisa menyasar ke berbagai sektor industri halal, mulai dari busana Muslim hingga makanan minuman halal.
Dunia usaha
Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk Hilmi Panigoro menambahkan, pihaknya tertarik mencari pembiayaan syariah karena memenuhi tiga hal, yakni murah, pencairannya cepat, dan mekanismenya sederhana. Ia menjelaskan, perusahaannya mulai mengambil pembiayaan syariah sejak 2014 senilai Rp 116 miliar. Pada 2022, pendanaan Medco dari pembiayaan syariah meningkat menjadi Rp 2,78 triliun.
”Semakin lama pembiayaan syariah semakin besar karena menjawab kebutuhan kami,” kata Hilmi.
Sementara itu, menurut Direktur PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk Irwan Hidayat, operasional perusahaan diupayakan untuk memperhatikan lingkungan hijau dan lingkungan sosial. Rupanya hal itu sejalan dengan prinsip pembiayaan syariah. Kesamaan prinsip itu membuat perusahaan cocok untuk mengambil pembiayaan syariah.