Angka kecelakaan kerja, termasuk penyakit akibat kerja, relatif masih mengalami tren kenaikan.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Angka kecelakaan kerja, termasuk penyakit akibat kerja, relatif masih mengalami tren peningkatan sepanjang 2020 - 2022. Pelaksanaan norma keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 perlu menjadi prioritas pekerja ataupun perusahaan. Pemerintah pun diharapkan bisa mengoptimalkan pengawasan K3.
Dalam sambutan apel peringatan bulan K3 nasional yang berlangsung secara hibrida, Kamis (12/1/2023), di Jakarta, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, sesuai laporan tahunan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, pada tahun 2020 terdapat 221.740 kasus angka kecelakaan kerja. Berikutnya, pada 2021 terdapat 234.370 kasus. Adapun sepanjang Januari — November 2022 tercatat 265.334 kasus.
“Data tersebut bisa menjadi indikasi bahwa pelaksanaan K3 harus semakin menjadi perhatian dan menjadi prioritas dunia kerja. Kami mendorong seluruh pengurus perusahaan untuk menerapkan Sistem Manajemen K3 secara konsisten sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Ida. Norma K3 perlu menjadi budaya yang melekat pada setiap individu di tempat kerja.
Menurut dia, berbagai upaya perbaikan kebijakan coba dilakukan Kemnaker. Misalnya, berkaitan dengan pedoman diagnosis dan penilaian cacat karena kecelakaan/penyakit akibat kerja dan persyaratan K3 pada pekerjaan di ruang terbatas. Kemnaker juga berusaha meningkatkan kapasitas kompetensi pengawas ketenagakerjaan dan penguji K3.
Norma K3 perlu menjadi budaya yang melekat pada setiap individu di tempat kerja.
Dari sisi kesehatan kerja, tuberkulosis atau TBC telah turut menjangkit usia produktif. Padahal, Ida menyatakan pemerintah menginginkan produktivitas nasional naik. Oleh karena itu, dia berharap kesadaran pekerja perlu ditingkatkan. Perusahaan juga dilarang menutupi kasus K3, termasuk adanya TBC.
“Pencegahan dan penanggulangan dampak perlu diutamakan,” imbuh dia.
Program Officer International Labour Organization (ILO) Jakarta, Abdul Hakim, berpendapat, kenaikan jumlah data kecelakaan kerja diduga karena kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan mengalami tren kenaikan. Tingkat kesadaran pekerja mengenai K3 juga meningkat.
“Kesadaran norma K3 semakin tinggi saat pandemi Covid-19. Isu kesehatan kerja yang sebelumnya jarang dibicarakan, kini isu ini semakin dianggap penting,” ujar dia.
Data kecelakaan kerja yang disampaikan Kemnaker hasil mengolah data BPJS Ketenagakerjaan perlu ditelaah latar belakang pekerja dan sektor industri di mana dia bekerja. Temuan itu seharusnya bisa dipakai pemerintah untuk mengevaluasi pelaksanaan norma K3 secara menyeluruh.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (Serbuk) Indonesia, Ade Solihin, saat dihubungi terpisah, mengatakan, regulasi mengenai K3 diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Aturan ini dinilai sudah tua dan sanksi denda atas pengabaian K3 terlalu rendah sehingga tidak menciptakan efek jera.
Menurut dia, jika pemerintah serius mendorong K3, ketentuan sanksi perlu direvisi agar memberikan efek jera kepada perusahaan yang tidak tertib norma K3. Berdasarkan pengamatan Serbek Indonesia, masih ada sejumlah perusahaan tidak melaporkan kejadian kecelakaan kerja dan ada pula yang tidak bertanggung jawab. Sebagai gantinya, pekerja yang menanggung sendiri dampak.
Regulasi mengenai K3 diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Aturan ini dinilai sudah tua dan sanksi denda atas pengabaian K3 terlalu rendah sehingga tidak menciptakan efek jera.
“Pengawasan pelaksanaan norma K3 perlu ditingkatkan, sebagai bagian dari penegakan hukum. Jika perlu, pekerja dimasukkan dalam Sistem Manajemen K3 di perusahaan. Pengawas ketenagakerjaan dari pemerintah perlu aktif melakukan audit, bukan hanya menunggu laporan pengaduan pengabaian K3,” kata Ade.
Sementara itu, Human Capital and Corporate Affair Director PT Amerta Indah Otsuka, Sudarmadi Widodo, menceritakan, penerapan K3 di perusahaan telah meluas sampai dibuatnya program Free Tuberculosis at Workplace atau Bebas TBC di Tempat Kerja. Program ini bertujuan mendeteksi, mendampingi penyembuhan, sampai menghapus stigma orang yang terkena TBC.
“Melalui program itu, perusahaan kami ikut mendampingi pemberian nutrisi, selain ada konsultasi kepada dokter. Program Bebas TBC di Tempat Kerja bersifat berkesinambungan dan bisa direplikasi di perusahaan lain. Tentunya, jika bisa diperluas ke perusahaan lain, perusahaan perlu diawasi oleh pengawas ketenagakerjaan,” ujar dia. Unicharm dan Panasonic telah ikut mereplikasi program Bebas TBC di Tempat Kerja.