Skema Pendanaan Penuh Perlu Didorong untuk Kelola Dana Pensiun
BUMN perlu mendorong skema pembayaran penuh untuk mengelola dana pensiun demi mengantisipasi kasus penyelewengan tidak terjadi kembali.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pengelolaan dana pensiun di sejumlah perusahaan badan usaha milik negara sedang menjadi perbincangan saat ini. Pasalnya, 65 persen dana pensiun ditemukan bermasalah. Skema pendanaan penuh atau fully funded perlu didorong untuk mengelolanya.
Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Universitas Indonesia Toto Pranoto, menilai, pekerja dan pemberi kerja perlu berkontribusi melakukan iuran. Dana yang terbentuk dari kedua belah pihak itulah yang disebut pendanaan penuh.
”Kalau dengan skema pendanaan penuh itu, dana yang terkumpul dari hasil iuran antara pekerja dan pemberi kerja akan dijadikan anggaran dana pensiun, itu idealnya dan perlu didorong agar kasus penyelewengan tidak kembali terjadi,” kata Toto saat dihubungi, Jumat (6/1/2023).
Dana pensiun BUMN yang sehat perlu diwujudkan dengan mendorong skema pembayaran penuh. Selain itu, skema tersebut berpotensi mampu mempertahankan kelangsungan hidup usaha dalam jangka waktu yang panjang (going concern).
Namun, pada praktiknya saat ini skema pendanaan penuh belum berjalan optimal dengan rasio yang ideal, yaitu di atas 100 persen. Hal ini disebabkan oleh perusahaan yang hanya mengharapkan pendapatan dari hasil investasi yang tidak selalu sesuai harapan.
”Menurut pandangan saya hasil kembali investasi itu terkadang tidak sesuai harapan. Hal itu terjadi akibat penempatan portofolio yang keliru atau penyebab lain yang sifatnya sulit dikendalikan atau dikontrol,” katanya.
Jika hasil investasi kecil atau minus akibat penempatan portofolio yang keliru, BUMN dapat melakukan investigasi untuk mencari tahu penyebabnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat dilibatkan untuk melakukan investigasi serta langkah hukum lebih lanjut.
Toto berpendapat, dana pensiun BUMN yang bermasalah tentu pernah terjadi di beberapa perusahaan. Penyebabnya selain tata kelola yang masih buruk, dapat disebabkan juga oleh kelemahan internal dana pensiun dalam mengelola investasi, seperti kurangnya tenaga profesional di bidang tersebut.
Sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, ia tidak ingin kejadian penyelewengan dana di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hingga PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) terulang kembali. Untuk itu, tata kelola dana pensiun yang baik diperlukan.
”Karena (berdasarkan) data saya, 35 persen (dana pensiun di BUMN dalam kondisi) sehat, 65 persen ada masalah. Saya mau bersih-bersih,” kata Erick dalam acara konferensi pers Kinerja 2022 dan Rencana Program BUMN 2023 bertajuk ”BUMN 2023 Tumbuh dan Kuat untuk Indonesia” di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (2/1/2023). (Kompas.id, 3/1/2023).
Adapun anggota staf ahli Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi, mengatakan, permasalahan dana pensiun BUMN disebabkan oleh pendiri perusahaan yang tidak cepat menyelesaikan tunggakan iuran tambahan akibat kebijakan remunerasi.
”Seharusnya ini tidak akan jadi masalah jika pendiri perusahaan berkomitmen untuk memenuhi pendanaannya. Masalah tidak akan berkepanjangan,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Jumat (6/1/2023).
Remunerasi pegawai yang tinggi, terkadang membuat pendiri terlambat membayarkan tunggakan iuran yang terlalu besar. Oleh sebab itu, terjadi kewajiban masa kerja lampau atau past service liability yang juga tinggi.
Mendorong skema pendanaan penuh untuk mengelola dana pensiun BUMN merupakan hal yang tidak mudah. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar perusahaan tidak mampu mengelola investasi dengan baik. Selain itu, kondisi makro ekonomi yang tidak selalu kondusif sehingga hasil investasi tidak optimal serta remunerasi pegawai yang tinggi.
”Ini perlu didorong agar tidak ada masalah penyelewengan dana pensiun BUMN atau masalah lain. Namun, ada langkah alternatif yang bisa diterapkan ke depannya,” kata Toto.
Toto berpendapat, jika BUMN tidak sanggup mengelolanya secara mandiri, dapat menyerahkannya kepada pihak lain yang lebih profesional. Kementerian BUMN dapat menunjuk badan usaha tertentu di bidang keuangan dan investasi sebagai pengelola. Langkah tersebut, dinilai mampu mereduksi kemungkinan terjadinya kesalahan pengelolaan dana pensiun.
Di samping itu, pengawasan regulator seperti OJK dan Kementerian BUMN perlu lebih kuat dan transparan sehingga jika terjadi masalah dana pensiun dapat segera ditangani. Adapun keterlibatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam investigasi audit saat ini dinilai merupakan langkah yang tepat.