Sistem dan kapasitas pengelolaan dana pensiun di masing-masing BUMN berbeda-beda. Audit perlu dilakukan untuk mengatasi 65 persen pengelolaan dana pensiun di BUMN yang bermasalah.
Oleh
Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengelolaan dana pensiun yang baik dibutuhkan untuk mencegah terjadinya penyelewengan. Teranyar, 65 persen dana pensiun di perusahaan badan usaha milik negara atau BUMN ditemukan bermasalah. Untuk itu, audit diperlukan untuk mengatasi persoalan tersebut.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (3/1/2023), mengatakan, jumlah perusahaan BUMN yang banyak membuat sistem pengelolaan dana pensiun di masing-masing perusahaan berbeda. Adapun saat ini, BUMN memiliki 41 perusahaan dengan 12 kluster atau industri.
Kluster tersebut terdiri dari jasa pariwisata dan pendukung; telekomunikasi dan media; energi, minyak, dan gas; kesehatan; manufaktur; pangan dan pupuk; perkebunan dan kehutanan; mineral dan batubara; jasa asuransi dan dana pensiun; jasa keuangan; jasa infrastruktur; serta jasa logistik.
Huda menilai, kondisi tersebut juga membuat tingkat likuiditas atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya akan berbeda. Ia mencontohkan, perusahaan yang mengelola dana pensiunnya dengan baik, maka likuiditasnya akan baik pula.
”Kapasitas masing-masing BUMN pun beda, maka dari itu, sudah sewajarnya dilakukan audit untuk masing-masing BUMN mengenai pengelolaan dana pensiun,” kata Huda.
Huda berpandangan, pengelolaan dana pensiun tersebut akan lebih baik jika dijadikan satu atau dikelola oleh satu pihak. Tujuannya agar perusahaan dapat memenuhi kewajibannya lebih baik. ”Selain BUMN, pengelolaan dana pensiun pegawai negeri juga perlu diaudit,” ucap Huda.
Dihubungi secara terpisah, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Mahendra Sinulingga belum mau mengungkapkan detail perusahaan pelat merah yang pengelolaan dana pensiunnya bermasalah tersebut. ”Nanti saja mengenai (perusahaan yang dana pensiunnya bermasalah) yang mana saja,” kata Arya lewat pesan singkat.
Kompas juga telah berupaya menghubungi Wakil Menteri (Wamen) BUMN II Kartika Wirjoatmodjo. Namun, hingga berita ini ditulis, mantan Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk itu tidak merespons.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, ia tidak ingin kejadian penyelewengan dana di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hingga PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) terulang kembali. Untuk itu, tata kelola dana pensiun yang baik diperlukan.
Hal itu dikatakan Erick dalam acara konferensi pers Kinerja 2022 dan Rencana Program BUMN 2023 bertajuk ”BUMN 2023 Tumbuh dan Kuat untuk Indonesia” di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (2/1/2023).
”Karena (berdasarkan) data saya, 35 persen (dana pensiun di BUMN dalam kondisi) sehat, 65 persen ada masalah. Saya mau bersih-bersih,” kata Erick.
Erick menyampaikan, untuk mengatasi masalah tersebut, pada pekan depan, ia bersama Ketua KPK Firli Bahuri akan bertemu dengan seluruh petinggi perusahaan BUMN guna melakukan audit investigasi. Dalam pertemuan itu, Erick juga akan meminta pengelolaan dana pensiun dilakukan hati-hati.
”Jangan Jiwasraya, Asabri, Taspen (PT Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri) kita jagain, (tetapi) dana pensiun di setiap BUMN sakit,” ujar Erick.
Kendati begitu, Erick belum mau membeberkan perusahaan BUMN mana saja yang dimaksud. Hal ini karena pihaknya sedang melakukan due diligence atau penyelidikan terhadap kinerja perusahaan.
”Detailnya seperti apa, saya enggak mau buka dulu karena due diligence baru selesai akhir Januari, tetapi indikasi awal sudah ada,” kata Erick.