Indeks Dipekirakan Bergejolak pada Semester I-2023
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan bakal bergejolak pada semester pertama tahun ini. Pelemahan nilai tukar rupiah dan kekhawatiran terhadap resesi global dinilai memengaruhi volatilitas tersebut.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indeks Harga Saham Gabungan pada perdagangan Kamis (5/1/2023) turun 2,3 persen menjadi 6.653. Tekanan jual melanda 518 saham, termasuk saham berkapitalisasi besar. Hanya ada 90 saham yang naik pada perdagangan hari ini.
Head of Research RHB Sekuritas Indonesia Andrey Wijaya memperkirakan, pada semester pertama tahun ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan bergejolak cukup tinggi. Akan tetapi, dia juga optimistis bahwa pada akhir tahun 2023, indeks akan dapat terus melaju hingga 7.450.
”Volatilitas indeks dipengaruhi oleh pelemahan kurs rupiah dan kekhawatiran terhadap resesi global yang masih menghantui pada triwulan I-2023,” kata Andrey.
Senada dengan hal itu, Head of Institusional Equities RHB Sekuritas Indonesia Michael Setjoadi mengatakan, para investor harus memantau faktor-faktor yang memengaruhi volatilitas pasar. Faktor itu, misalnya, ekspektasi perlambatan ekonomi Indonesia sebesar 4,1 persen secara tahunan pada 2023.
Selain itu, ada pula faktor potensi penurunan harga komoditas global, khususnya batubara, kenaikan inflasi yang mencapai 4,5 persen yang didorong oleh kenaikan harga bahan bakar minyak, dan kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) menjadi 5-5,25 persen pada tahun 2023 dari 4,25-4,5 persen pada tahun 2022.
Sejumlah faktor itu, kata Michael, dapat menyebabkan keluarnya dana asing dan menambah tekanan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Meski demikian, dia juga optimistis indeks dapat menguat pada semester kedua seiring dengan membaiknya perekonomian makro yang dipicu oleh tingkat konsumsi dan kenaikan upah minimum serta pertumbuhan sektor perbankan, komoditas metal, dan konsumer.
Papan ekonomi baru
Direktur Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna mengatakan, pihaknya berharap ada penambahan emiten yang akan menjadi konstituen di Papan Ekonomi Baru. Tahun ini, sudah ada 58 calon perusahaan tercatat yang sedang menjalani proses pelepasan sahamnya. Setidaknya, ada enam calon yang awal tahun ini sudah mulai memasuki masa penawaran.
”Kami berharap ada penambahan perusahaan di Papan Ekonomi Baru. Selama perusahaan tercatat dapat memenuhi kriteria karakteristik tertentu sebagaimana diatur pada Peraturan Bursa Nomor I-Y tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat di Papan Ekonomi Baru dan Surat Edaran Bursa, maka perusahaan tersebut dapat dicatatkan di Papan Ekonomi Baru,” kata Yetna.
Peluang perusahaan tersebut untuk masuk ke dalam indeks mayor sama dengan perusahaan tercatat lainnya. ”Bursa juga telah melakukan koordinasi dengan beberapa indeks mayor seperti MSCI dan FTSE terkati kesetaraan Papan Ekonomi Baru dengan Papan Utama yang sudah ada di bursa saat ini,” tambah Yetna.
Papan Ekonomi Baru merupakan papan pencatatan untuk perusahaan yang memanfaatkan teknologi untuk menciptakan inovasi produk atau jasa yang meningkatkan produktivitas serta pertumbuhan ekonomi dan memiliki kemanfaatan sosial.
Biasanya, perusahaan yang masuk kriteria tersebut adalah perusahaan yang berpotensi memiliki kapitalisasi pasar besar setara papan saham utama, tetapi kinerjanya belum positif.
Saat ini ada tiga emiten yang masuk ke Papan Ekonomi Baru, yaitu PT Goto Gojek Tokopedia Tbk, PT Bukalapak.com, dan PT Global Digital Media Tbk yang merupakan operator lokapasar Blibli.com. Papan Ekonomi Baru ini juga bertujuan untuk melindungi para investor agar lebih paham lagi atas keputusan investasinya di Bursa.