Pada 2022, seiring kembali menggeliatnya kegiatan masyarakat, BPH Migas menambah kuota bahan bakar minyak. Terbanyak penambahan pertalite, sebesar 30 persen. Pada 2023 juga akan terjadi peningkatan permintaan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Petugas mengisi bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina di kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa (28/12/2021).
JAKARTA, KOMPAS – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi atau BPH Migas mengindikasikan akan ada kenaikan kuota pertalite seiring permintaan yang meningkat pada 2023. Namun, jumlah kuota belum diumumkan karena masih dalam proses penetapan. Sementara pembatasan pertalite melalui revisi Presiden Nomor 191 Tahun 2014 direncanakan tetap akan dilakukan.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati, dalam Konferensi Pers Hari Jadi Ke-20 dan Capaian Kinerja BPH Migas 2022, secara hibrida, Jumat (30/12/2022), mengatakan, pihaknya masih memproses penetapan jumlah kuota BBM 2023, termasuk pertalite. Saat ini, surat keputusan (SK) belum ditandatangani sehingga jumlahnya belum dapat diumumkan.
”Namun, yang jelas, pasti akan ada peningkatan demand (permintaan) dari tahun ini (2022). Pada awal tahun (2023) akan diumumkan,” ujar Erika.
Peningkatan permintaan BBM terjadi pada 2022 seiring peningkatan aktivitas masyarakat pascapandemi Covid-19. Kembali menggeliatnya kegiatan masyarakat berdampak pada peningkatan konsumsi BBM. Bahkan, BPH Migas menambah kuota BBM, termasuk solar yang juga jenis BBM tertentu (JBT) dan pertalite yang merupakan jenis BBM khusus penugasan (JBKP).
Kembali menggeliatnya kegiatan masyarakat berdampak pada peningkatan konsumsi BBM.
Penambahan kuota dilakukan BPH Migas pada 1 Oktober 2022. Solar, misalnya, meningkat dari kuota awal 15,1 juta kiloliter (kl)—ditetapkan pada awal tahun—menjadi 17,83 juta kl. ”Sementara kuota pertalite meningkat cukup signifikan, 30 persen, dari semula 23,05 juta kl menjadi 29,91 juta kl,” kata Erika.
Dalam penyediaan dan distribusi BBM, hingga 28 Desember 2022, solar telah tersalurkan sebesar 97,98 persen dari kuota 17,83 juta kl. Sementara pertalite sebesar 97,73 persen dari kuota 29,91 juta kl. Adapun minyak tanah telah tersalurkan 100 persen dari kuota 0,485 juta kl.
Dalam pelaksanaan bidang pengawasan, pada 2022, BPH Migas telah memverifikasi volume penyaluran JBT dan JBKP. ”Lalu, kami melaporkan ke Kementerian Keuangan mengenai berapa dari nilai yang sudah disalurkan yang dapat dimintakan subsidinya. Hasil verifikasi, ada koreksi pada volume penyaluran solar. Hingga November 2022, ada koreksi 20.086,467 kl atau kurang lebih setara Rp 200 miliar,” ujar Erika.
Sekretaris BPH Migas Patuan Alfon Simanjuntak menambahkan, verifikasi volume tersebut dilakukan dengan dasar hukum serta prosedur standar operasi (SOP) di BPH Migas. Artinya, sebanyak 20.086,467 kl tak diakui sebagai BBM bersubsidi. ”Itu bukan kerugian negara, tetapi verifikasi volume tidak sebagai JBT,” ucapnya.
Mengenai program BBM Satu Harga di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), terutama di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T), pada 2022, dibangun 92 penyalur atau 100 persen dari target tahun itu. Dengan demikian, sejak 2017, secara kumulatif, telah terbangun 423 penyalur BBM Satu Harga.
”Untuk tahun 2023, ditargetkan (dibangun) 89 penyalur. Sementara total hingga akhir 2024, ditargetkan ada 583 penyalur BBM Satu Harga. Mengenai target, ada beberapa hal yang menjadi perhatian bersama. 3T itu adalah di daerah yang benar-benar belum ada infrastruktur dan jauh dari SPBU,” tutur Direktur BBM BPH Migas Sentot Harijady Bradjanto Tri Putro.
Konsumen mengisi bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina di kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa (28/12/2021).
Pembatasan pertalite
Terkait rencana pembatasan pertalite agar lebih tepat sasaran, BPH Migas belum dapat memastikan waktu pelaksanaannya. Pasalnya, revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak belum dapat dipastikan kapan diterbitkan.
”Revisi Perpres No 191 Tahun 2014 masih diproses dan akan diajukan kepada Presiden lewat Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral). Kami belum tahu kapan Presiden akan menandatangani revisi itu. Tapi, direncanakan tetap akan diterbitkan,” kata Erika.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto, dalam media briefing Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2023 oleh Institute Essential Services Reform (IESR), Rabu (14/12/2022), menyatakan, revisi Perpres No 191 Tahun 2014 masih dalam pembahasan.
”Sedang dalam pembicaraan antara Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara) karena itu nantinya menyangkut Pertamina. Kementerian BUMN sangat berkepentingan dengan itu,” ujar Djoko.