Kondisi Ekonomi Global Tahun 2023 Hambat Pemulihan Pariwisata Nasional
Pemulihan industri pariwisata nasional tahun 2023 mesti berhadapan dengan kondisi ekonomi yang menantang.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kondisi ekonomi yang diperkirakan masih menantang pada tahun 2023 akan memengaruhi keputusan warga berwisata. Hal ini berpotensi membebani laju pemulihan industri pariwisata.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Baparekraf) Sandiaga S Uno, dalam Jumpa Pers Akhir Tahun, Senin (26/12/2022) petang, di Jakarta, menyebut kondisi ekonomi yang menantang berdampak ke perilaku wisatawan.
Organisasi Pariwisata Internasional Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO) melalui survei Panel Pakar Pariwisata UNWTO, yang dirilis September 2022, menyatakan, kondisi ekonomi yang menantang itu sudah termasuk inflasi yang terus-menerus tinggi dan melonjaknya harga energi, yang diperparah oleh serangan Rusia di Ukraina. Ini dapat membebani laju pemulihan industri pariwisata triwulan IV-2022 hingga 2023. Selama empat bulan terakhir tahun 2022, tingkat kepercayaan terhadap pariwisata menurun, yang mencerminkan kehati-hatian wisatawan.
Dalam survei UNWTO tersebut, seperti diolah oleh Kemenparekraf/Baparekraf, perilaku konsumen yang terdampak kondisi ekonomi menantang terdiri atas enam bentuk. Mereka akan mengurangi pengeluaran (60 persen), memilih berwisata dekat dengan rumah (57 persen), mempertimbangkan nilai yang bisa diperoleh dari belanja (44 persen), perjalanan jarak pendek (33 persen), menunggu dan melihat situasi (33 persen), serta tidak bepergian sama sekali (9 persen).
Padahal, pemerintah telah menargetkan pada 2023 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) sebanyak 3,5 juta-7,4 juta orang. Perolehan devisa pariwisata ditargetkan bisa mencapai 5,9 miliar dollar AS pada 2023, naik dari tahun ini sebesar 4,26 miliar dollar AS. Pergerakan wisatawan Nusantara (wisnus) ditargetkan naik dari 633 juta–703 juta pergerakan pada 2022 menjadi 1,2 miliar–1,4 miliar pergerakan.
”Pada tahun 2023 terdapat sejumlah hari libur nasional yang akan kami pakai untuk mengeluarkan promosi bersama pelaku industri. Berbagai penyelenggaraan event juga akan kami kemas dengan pendekatan pariwisata atau event based tourism,” ujarnya.
Indonesia akan menjadi Ketua ASEAN pada 2023. Setengah dari total pertemuan akan diselenggarakan di Indonesia. Sebagai contoh, ASEAN Tourism Forum 2023 yang akan turut diisi dengan kegiatan pertemuan bisnis dengan bisnis (B2B).
Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kemenparekraf/Baparekraf Nia Niscaya mengatakan, karena resesi ekonomi global diperkirakan terjadi pada 2023, maka jarak tempuh menuju destinasi akan menjadi tantangan utama wisatawan. Pemerintah Indonesia akan menyasar wisman dari negara-negara yang perekonomiannya masih tumbuh relatif bagus. Misalnya, India, Australia, Singapura, Malaysia, dan China.
Sementara itu, Deputi Bidang Pemasaran Kemenparekraf/Baparekraf Ni Made Ayu Marthini berpendapat, berwisata sebenarnya tidak harus mahal, tetapi bisa disesuaikan dengan anggaran masing-masing wisatawan. Untuk mendorong pergerakan wisnus, Kemenparekraf/Baparekraf telah meluncurkan 100 paket wisata Nusantara.
Berdasarkan data BPS, sepanjang 2020, kunjungan wisman ke Indonesia mencapai 4,02 juta orang atau turun 75,03 persen jika dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisman pada 2019 yang berjumlah 16,11 juta kunjungan. Kemudian, Januari hingga Desember 2021, jumlah kunjungan wisman tercatat 1,56 juta orang, turun 61,57 persen dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisman pada 2020. Adapun pada Januari -Oktober 2022, jumlah kunjungan wisman sebanyak 3,91 juta orang.
Ketua Umum Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI) Riyanto Sofyan, saat dihubungi terpisah, mengatakan, pencapaian kunjungan wisman ataupun pergerakan wisnus sepanjang 2022 berdampak positif bagi kelangsungan usaha pelaku industri pariwisata yang dua tahun sebelumnya harus menghadapi sepi permintaan. Meski demikian, pencapaian itu baru 80 persen dari pemulihan yang diharapkan.
”Ongkos (operasional usaha dan berwisata) telah naik. Memang masih banyak warga ’balas dendam’ berwisata, tetapi daya beli mereka sesungguhnya turun. Ada porsi pengeluaran yang mungkin mereka kurangi, apalagi harga tiket pesawat relatif masih mahal,” ujarnya.
Menurut Riyanto, tantangan memulihkan industri pariwisata Indonesia secara optimal dipengaruhi oleh negara lain yang juga mengandalkan pariwisata untuk tumbuh. Berdasarkan pengamatannya, harga paket outbond saat ini relatif lebih murah ketimbang paket inbound (wisata dalam negeri).
Penasihat Tim Ekonomi Kerthi Bali Research Center Universitas Hindu Indonesia Cipto Gunawan menambahkan, perekonomian global yang menurun akan mendorong warga mencari destinasi yang ”murah”. Maksudnya, biaya akomodasi hingga kebutuhan sehari-hari relatif terjangkau. Kemudahan dan kecepatan akses menuju destinasi menjadi hal utama yang dipertimbangkan.
”Indonesia sebenarnya masih termasuk destinasi ’murah’. Hanya saja, Indonesia harus bersaing dengan negara ASEAN lain, seperti Vietnam dan Thailand yang juga dianggap sebagai destinasi ’murah’,” kata Cipto.