NEPIO Jadi Langkah Awal Yakinkan Masyarakat akan Nuklir
Pemanfaatan nuklir untuk mendukung ketahanan energi nasional harus dibarengi dengan kajian mengenai keamanan dan keselamatan. Pemanfaatan teknologi terbaru juga penting.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN (HAS)
Seorang pranata nuklir dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) melakukan pengujian kepadatan serbuk pelet dari uranium untuk dijadikan bahan bakar reaktor nuklir di Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (11/9/2019)., Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (11/9/2019). Batan terus mengembangkan aplikasi teknologi nuklir di bidang pangan, pertanian, kesehatan, dan industri di Tanah Air. Lebih dari 60 tahun, pemanfaatan tenaga atom dan nuklir dikenalkan di Indonesia. Namun, ketakutan dan kesalahpahaman tentang nuklir masih tinggi. Akibatnya, pemanfaatan nuklir untuk kesejahteraan tak optimal.Kompas/Hendra A Setyawan
JAKARTA, KOMPAS - Komite Pelaksana Program Energi Nuklir, Nuclear Energy Program Implementation Organization atau NEPIO, yang dipastikan bakal dibentuk pemerintah, menjadi langkah awal dalam meyakinkan masyarakat akan pemanfaatan nuklir. Selanjutnya, sosialisasi akan manfaat dan bahaya nuklir kepada seluruh lapisan masyarakat menjadi tantangan.
Kepala Pusat Riset Teknologi Daur Bahan Bakar Nuklir dan Limbah Radioaktif Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Syaiful Bakhri, Selasa (20/12/2022) mengatakan, rencana pembentukan NEPIO dan masuknya nuklir dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan menjadi awal keputusan politik nasional dalam menjadikan nuklir sebagai opsi pemenuhan kebutuhan energi di masa depan.
Nuklir, sebagai energi baru, berperan mendukung rencana bauran energi bersama surya, angin, hidro, dan sejumlah energi terbarukan lainnya. NEPIO, sebagai badan persiapan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) akan mengoordinasikan pada pemangku kepentingan, seperti pemilik, operator, industri, pemerintah, regulator, dan lembaga riset.
"Pembentukan NEPIO juga menjadi langkah awal dalam meyakinkan masyarakat bahwa pemerintah serius dalam mengambil pilihan nuklir untuk menunjang kebutuhan energi. Selanjutnya, perlu penguatan peran daerah serta politik clean energy di tingkat nasional dan sinergi antarpembangku kepenetingan," ujar Syaiful.
Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (13/12) Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN) yang juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menjelaskan tentang pembentukan NEPIO. Organisasi itu untuk persiapan pembangunan PLTN, termasuk dari sisi keamanannya.
Pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 Tahun 2022 tentang Keselamatan dan Keamanan Pertambangan Bahan Galian Nuklir. PP tersebut ditetapkan di Jakarta oleh Presiden Joko Widodo pada 12 Desember 2022, juga diundangkan pada tanggal yang sama.
Syaiful menuturkan, penilaian lembaga International Atomic Energy Agency (IAEA) pada 2009 menunjukkan tiga hal yang relatif lemah di Indonesia terkait nuklir, yakni posisi nasional pemerintah, manajemen, dan keterlibatan pemangku kepentingan di level nasional. Kini, posisi nasional sudah lebih jelas sehingga diharapkan faktor-faktor lain akan ikut terakselerasi.
Guna mempercepat emisi nol bersih (net zero emission/NZE), imbuh Syaiful, nuklir dengan kapasitas 5-7 gigawatt electrical (GWe) bisa masuk lebih awal dari 2049. "Itu dengan menetapkan peta jalan yang lebih optimistis, pilihan teknologi, tapak, serta pendanaan dan regulasi yang tepat. PLTN diharapkan bisa dibangun lebih cepat dari rata-rata pembangunan akhir-akhir ini pada kisaran tujuh tahun," katanya.
Menurut Syaiful, secara riset dan teknologi, Indonesia memiliki kesiapan sumber daya manusia yang cukup matang dengan pengalaman sejak Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) -kini tergabung di BRIN- berdiri pada 1958. Juga berdirinya Politeknik Teknologi Nuklir, Program Studi Teknik Nuklir & Teknik Fisika, Program Pasca Sarjana Teknik Nuklir, dan lainnya.
Batan dan Lembaga Tenaga Atom telah lama melaksanakan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, bahkan termasuk awal di Asia. Itu jauh sebelum negara di Asia yang telah menggunakan PLTN, seperti India, Pakistan, Korea, Uni Emirat Arab, bahkan Bangladesh (konstruksi). Lalu, pengalaman pengelolaan tiga reaktor riset di menunjukkan bangsa Indonesia mampu mengoperasikan dan mengelola reaktor nuklir.
"Yang masih menjadi tantangan adalah perhatian dan komitmen pemerintah terhadap pengembangan dan peningkatan pemanfaatan energi nuklir. Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat di seluruh lapisan, mengenai manfaat dan bahaya nuklir sehingga terbangun edukasi dan pemahaman yang baik dalam masyarakat," ucap Syaiful.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Berbagai informasi mengenai teknologi nuklir yang dipamerkan di Pusat Desiminasi dan Kemitraan di Kawasan Nuklir Pasar Jumat Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta, Kamis (13/7).
Syaiful menjelaskan, selama ini, penyelidikan umum eksplorasi uranium dan torium hanya dilakukan Batan. Diketahui, sumber daya uranium sebesar 82.638 ton dengan berbagai kategori. Sementara torium sebesar 143.234 ton. Jumlah itu menunjukkan Indonesia memiliki sumber daya cukup untuk menjamin kesinambungan pemanfaatan energi nuklir.
Akan tetapi, masih diperlukan perhatian khusus dari berbagai pihak untuk inventarisasi sumber daya sehingga akan menjadi cadangan yang dapat dimanfaatkan. Dengan harga uranium dunia yang saat ini relatif murah, sekitar 49,48 dollar AS per pon, sumberdaya bukan pertimbangan utama. Namun, jika negara mengembangkan teknologi nuklir, stok nasional akan sangat diperlukan, mengingat nuklir masih menjadi isu sensitif dan politis di internasional.
"Jumlah sumber daya tersebut (82.638 ton U3O8 dan 143.234 ton Th) diperkirakan cukup untuk sembilan unit PLTN 1000 MWe selama 40 Tahun. Tentu, untuk kebutuhan pengembangan energi untuk industri di Indonesia, jumlah tersebut belum cukup dan diperlukan kegiatan eksplorasi yang lebih intensif," ujar Syaiful.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menuturkan, nuklir memang salah satu energi paling bersih dan hijau. Biaya investasinya tinggi, tetapi nantinya, nilai jual listriknya lebih murah. Sumber dayanya pun cukup banyak di Indonesia.
Namun, tetap perlu diperhatikan, salah satunya teknologi sebagai kunci ke depan. Hal itu penting agar nuklir jauh lebih aman dengan teknologi paling baru. Terkait sumber daya manusia, Indonesia memang memiliki banyak para ahli nuklir. Namun, ke depan tetap perlu ditingkatkan dan perlu terintegrasi secara menyuluruh mengenai sumber daya manusia. Tak boleh ada kelengahan sedikit pun.
Penentuan lokasi dan penggunaan limbah juga perlu mendapat perhatian. "Terpenting ialah penerimaan masyarakat. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat bahwa nuklir ini menjadi sumber energi yang ramah lingkungan, murah, dan aman. Itu harus dikomunikasikan. Sebab, ada stigma menakutkan pada nuklir, dengan kejadian di Chernobyl dan Fukushima," ujarnya.