Kemendagri Panggil Bupati Kepulauan Meranti Selasa Pekan Depan
Bupati Kepulauan Meranti tidak terima dana bagi hasil dari Kementerian Keuangan hanya sebesar Rp 115 miliar. Menurut dia, sebagai penghasil minyak yang besar, daerah itu harus mendapatkan dana yang lebih tinggi.
Oleh
Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polemik dana bagi hasil atau DBH antara Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, Muhammad Adil dan Kementerian Keuangan belum kunjung usai. Untuk menyelesaikannya, Kementerian Dalam Negeri akan memanggil Muhammad Adil pada Selasa (20/12/2022).
Muhammad Adil sebelumnya saat rapat koordinasi Pengelolaan Pendapatan Belanja Daerah se-Indonesia di Pekanbaru, Riau, pada 8 Desember 2022 menilai, DBH yang diberikan Kemenkeu terhadap lifting minyak di daerahnya tidak sesuai. Lifting minyak merupakan minyak hasil produksi yang telah diolah dan siap untuk digunakan atau dijual.
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Agus Fatoni mengatakan, pertemuan tersebut akan dilaksanakan di kantor Kemendagri, Jakarta. Pertemuan yang digelar secara tertutup itu juga akan melibatkan Kemenkeu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta pemerintah daerah Provinsi Riau.
”Tugas kami mengundang dan saya kira ini kepentingan bersama, ya (Bupati Meranti) harus datanglah. Kita harapkan datang biar semuanya bisa bicara terbuka, tidak ada dusta di antara kita,” kata Agus saat acara media briefing di Gedung Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (16/12/2022).
Muhammad Adil sebelumnya tidak terima lantaran DBH yang diterima Kabupaten Kepulauan Meranti pada 2022 sebesar Rp 115 miliar atau hanya bertambah Rp 700 juta dari tahun sebelumnya. Ia mengklaim, sebagai daerah penghasil minyak yang besar dengan kemampuan produksi sebanyak 7.500-8.000 barel per hari serta harga minyak sebesar Rp 100 dollar AS atau setara Rp 1.562.485 per barel, Kabupaten Kepulauan Meranti seharusnya mendapatkan DBH yang lebih tinggi.
Terkait hal ini, Koordinator Penerimaan Negara dan Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Migas Kementerian ESDM Heru Windiarto dalam acara yang sama mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan kebenaran data yang diungkapkan Muhammad Adil. ”Terus terang kami juga belum tahu itu data apa,” kata Heru.
Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Kemenkeu Putut Hari Satyaka berujar, alokasi belanja pemerintah pusat untuk Kabupaten Kepulauan Meranti jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh negara dari daerah tersebut.
Ia mengatakan, pada 2022 pemerintah menyiapkan anggaran belanja lebih dari Rp 3.000 triliun. Dari angka tersebut, Rp 804,8 triliun dibagikan ke daerah-daerah melalui dana transfer ke daerah (TKD), termasuk Kabupaten Kepulauan Meranti.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Lucky Alfirman mengatakan, pihaknya telah memberikan DBH untuk Kepulauan Meranti yang nilai keseluruhannya mencapai Rp 208 miliar.
Dalam kesempatan itu, ia mengatakan, pemerintah tidak hanya memberikan dukungan untuk daerah berupa TKD lewat DBH. Adapun instrumen lainnya adalah dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK) yang terdiri dari fisik dan nonfisik, dana otonomi khusus, dana desa, dan insentif fiskal.
”Itulah bentuk dukungan pemerintah pusat untuk menyejahterakan rakyat di seluruh pelosok NKRI. Jadi, melihatnya itu jangan secara parsial, DBH itu salah satu elemen atau instrumen,” kata Lucky.
Mengutip cuitan Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo lewat akun Twitter-nya pada Kamis (15/12), DBH adalah bagian dari TKD yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
TKD sendiri adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan, serta disalurkan kepada daerah untuk dikelola oleh pemerintah daerah. Tujuan diberikannya DBH, kata Yustinus, adalah kebijakan fiskal yang berpihak pada penurunan ketimpangan, kemiskinan, dan penguatan kapasitas daerah. Hal ini juga telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Ia menjelaskan, DBH dikategorikan ke dalam DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA). DBH Pajak terdiri dari DBH Pajak Penghasilan, DBH Pajak Bumi dan Bangunan, serta DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT). Sementara DBH SDA terdiri atas DBH Kehutanan, DBH Mineral dan Batubara, DBH Minyak dan Gas Bumi, DBH Panas Bumi, dan DBH Perikanan.
Alokasi DBH, lanjut Yustinus, berbeda-beda untuk tiap jenisnya dengan mempertimbangkan eksternalitas atau dampak, peran daerah, dan kebutuhan perimbangan untuk menjamin pelayanan publik.
”DBH minyak bumi ditetapkan sebesar 15,5 persen dan DBH gas bumi sebesar 30,5 persen dari total penerimaan migas kepada provinsi, kabupaten/kota penghasil, kabupaten/kota lainnya yang berbatasan langsung, kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan, dan kab/kota pengolah,” kata Yustinus.
Mandiri
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Agus Fatoni menambahkan, sampai saat ini baru ada 20 daerah yang dikategorikan mandiri atau tidak bergantung pada anggaran pemerintah pusat. Mandiri yang dimaksud ialah daerah dengan pendapatan asli daerah (PAD) yang lebih besar ketimbang dana yang diperoleh dari TKD.
”Rata-rata daerah kurang optimal meningkatkan PAD. Ini potensinya tidak dipotret dengan bagus, targetnya terlalu rendah biar cepat tercapai, kemudian realisasinya juga tidak tinggi. Tiga hal ini, potensi, target, realisasi harus dioptimalkan,” tutur Agus.
Dua puluh daerah itu di terdiri dari 14 provinsi, lima kota, dan satu kabupaten. Adapun rinciannya, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Bali. Selanjutnya Kota Batam, Kota Bekasi, Kota Tangerang, Kota Semarang, Kota Surabaya, dan Kabupaten Badung di Bali.
”Kalau (Kabupaten Kepulauan) Meranti belum dikatakan mandiri karena dana transfernya lebih besar daripada PAD. Pasti semua daerah kita dorong supaya PAD-nya meningkat,” kata Agus.