BI Siapkan Rupiah Digital untuk Jawab Kebutuhan Masa Mendatang
Menjawab kebutuhan masyarakat akan adanya alat pembayaran di dunia digital, BI terus mematangkan persiapan penerbitan rupiah digital.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seperti halnya bank sentral di seluruh dunia, Bank Indonesia atau BI juga terus mematangkan persiapan untuk merilis mata uang digital bank sentral dalam bentuk rupiah digital. BI menjelaskan, alasan merilis rupiah digital adalah untuk menjawab kebutuhan alat pembayaran di dunia digital yang kian meningkat dewasa ini.
Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan, seiring dengan berkembangnya teknologi dan dunia digital, muncul juga kebutuhan akan mata uang rupiah yang bisa digunakan sebagai alat pembayaran transaksi di dunia digital.
”Rupiah digital itu sudah jadi keniscayaan untuk transaksi digital di masa depan,” ujar Perry dalam bincang-bincang Birama (BI Bersama Masyarakat) dengan judul ”Meniti Jalan Menuju Rupiah Digital”, di Jakarta, Senin (5/12/2022).
Ia mengatakan, rupiah digital adalah mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC). Rupiah digital kelak juga akan menjadi alat pembayaran, sama halnya seperti rupiah dalam bentuk uang kertas, uang logam, ataupun uang elektronik yang tersimpan di rekening nasabah. Bedanya, rupiah digital ini kelak akan digunakan sebagai alat pembayaran di dunia digital, seperti metaverse. Perbedaan lain, rupiah digital itu disusun dengan pengodean dan enkripsi data, sedangkan uang kertas dan logam berbentuk fisik.
Perry menambahkan, perilisan rupiah digital kelak bukan berarti meniadakan rupiah dalam bentuk kertas, logam, dan elektronik. Sebab, masing-masing memiliki penggunanya sendiri. Ia mencontohkan, generasi yang lebih tua lebih terbiasa menggunakan uang secara fisik untuk pembayaran. Sementara generasi yang lebih muda lebih menyukai transaksi dengan uang elektronik, seperti pindai cepat kode unik (Quick Response Indonesian Standard/QRIS) ataupun kartu debit. Adapun kini kebutuhan uang untuk transaksi di dunia digital pun mulai tumbuh dan ke depan kebutuhan itu akan meningkat.
”Rupiah digital ini menjawab kebutuhan alat pembayaran digital di masa mendatang dan menjaga kedaulatan rupiah sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI,” kata Perry.
Konsep
Keseriusan BI akan mengedarkan rupiah digital ditunjukkan dengan sudah dirilisnya dokumen peta jalan pengembangan (white paper) pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia, Rabu (30/11/2022) lalu. Dokumen yang berisi konsep rupiah dan peta jalan tahapan pengembangan rupiah digital itu bisa diakses dan diunduh oleh siapa saja di laman resmi BI.
Perry mengajak semua pemangku kepentingan, baik industri jasa keuangan, akademisi, awak media, maupun masyarakat, untuk bersama-sama mempelajari dan memberi masukan pada pengembangan rupiah digital tersebut. Adapun proyek pengembangan rupiah digital ini dinamakan Proyek Garuda.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta mengatakan, pihaknya belum bisa menjanjikan kapan pastinya rupiah digital diluncurkan. Sebab, rupiah digital kelak harus memenuhi persyaratan 3i, yakni integrasi, interoperabilitas, dan interkoneksi.
Rupiah digital mesti terintegrasi dengan berbagai sistem keuangan dan sistem pembayaran yang ada saat ini, seperti BI-Fast dan QRIS. Rupiah digital juga bisa dioperasikan oleh berbagai aplikasi layanan keuangan. Selain itu, rupiah digital juga harus tersambung dengan sistem keuangan dan sistem moneter lain, seperti pasar uang.
Rupiah digital juga harus sejalan dengan sistem CBDC bank sentral lain. Saat ini ada dua sistem CDBC yang dikembangkan di dunia, yakni Proyek Dunbar dan Proyek mBridge. Filianingsih menyampaikan, rupiah digital harus bisa digunakan di seluruh dunia.
”Kami baru akan merilis sampai semuanya siap. Seluruh dunia juga sedang bersiap. Kami pun terus mematangkan rupiah digital,” tuturnya.
Filianingsih menambahkan, rupiah digital kelak sama seperti rupiah hari ini, yakni memiliki pecahan jumlah. Sebagai mata uang nilai tukar, rupiah digital juga punya nilai yang sama seperti rupiah fisik atau nondigital saat ini.
Kepala Grup Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Ryan Rizaldy menjelaskan, peredaran rupiah digital ini kelak akan menggunakan jalur pelaku industri keuangan secara besar (wholesale), yakni perbankan dan industri keuangan nonbank. Perusahaan yang berperan sebagai wholesale itu akan ditunjuk langsung oleh BI dan kriterianya sedang dimatangkan.
Menurut Ryan, giro bank yang disimpan di BI itu akan ditukar dengan rupiah digital dengan nilai sama. Adapun nanti masyarakat juga bisa menukar uang kertas, uang logam, dan uang tabungannya di rekening untuk dikonversikan menjadi rupiah digital.
Ia menambahkan, dalam urusan pengelolaan moneter, penerbitan uang digital tidak menambah jumlah uang beredar, tetapi mengubah format sebagian jumlah uang beredar yang sebelumnya uang fisik menjadi digital.
Rupiah digital juga tidak memberikan remunerasi atau imbal hasil. Sebab, rupiah digital bukan instrumen investasi, melainkan alat pembayaran seperti halnya uang kertas, uang logam, dan uang elektronik.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Budi Gandasoebrata mengapresiasi keseriusan pematangan konsep rupiah digital sebagai alat pembayaran yang kelak dibutuhan di masa depan. Keberadaan industri teknologi finansial (tekfin) akan membantu peredaran rupiah digital pada segmen ritel atau ke tangan konsumen langsung.
Ia menambahkan, tantangan yang perlu dihadapi adalah perlu upaya besar untuk mengedukasi masyarakat soal rupiah digital ini, mengenai apa dan bagaimana penggunaannya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Santoso Liem mengatakan, seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan masyarakat akan sistem pembayaran yang cepat, mudah, murah, dan bisa diandalkan terus meningkat. Ia mengapresiasi inisiatif BI untuk mematangkan konsep dan sistem rupiah digital.
Senada dengan Budi, Santoso menilai, upaya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat soal rupiah digital bisa dijangkau melalui berbagai infrastruktur dan saluran industri keuangan, media, akademisi, dan BI sendiri.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, apabila kelak sudah diedarkan, rupiah digital bisa memperluas inklusi keuangan hingga ke pelosok. Hal ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.