RUU P2SK Usulkan Rupiah Digital Jadi Alat Pembayaran
RUU P2SK mengusulkan rupiah bisa dalam bentuk kertas, logam, dan digital. Penerbitannya akan meningkatkan efisiensi sistem pembayaran.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA
Logo Bank Indonesia
JAKARTA, KOMPAS- Rancangan Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan atau RUU P2SK memungkinkan rupiah digital menjadi alat pembayaran yang sah. Satu-satunya mata uang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah rupiah. Mengubah UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, RUU P2SK mengusulkan rupiah bisa dalam bentuk kertas, logam, dan digital.
Usulan dalam RUU P2SK ini mengantisipasi kebutuhan alat pembayaran di tengah perkembangan teknologi digital. Kendati demikian, persiapan pembuatan rupiah digital tetap perlu kehati-hatian agar tetap menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan.
Rupiah digital adalah mata uang digital yang dikeluarkan bank sentral (Central Bank Digital Currency/CBDC). Penerbit rupiah digital adalah Bank Indonesia (BI), sebagaimana otoritas pengatur peredaran uang saat ini.
Secara sederhana, yang dimaksud dengan rupiah digital adalah salah satu macam bentuk rupiah yang digunakan sebagai alat pembayaran yang dikelola, disimpan, dan atau dapat ditukar melalui sistem komputer digital, terutama melalui jaringan internet.
Rupiah digital berbeda dengan uang elektronik. Uang elektronik adalah alat pembayaran dalam bentuk elektronik dimana nilai uang rupiah disimpan dalam media elektronik tertentu, misalnya kartu uang elektronik atau aplikasi perbankan digital. Proses pembayaran uang elektronik dengan menempelkan fisik kartu pada mesin atau transfer melalui aplikasi teknologi finansial atau perbankan digital. Adapun, seluruh keberadaan dan proses transaksi rupiah digital di dunia digital.
Mengubah UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, RUU P2SK mengusulkan rupiah bisa dalam bentuk kertas, logam, dan digital.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, penerbitan CBDC seperti rupiah digital, menjadi jalan tengah dari munculnya berbagai mata uang digital kripto yang tidak dapat diregulasi bank sentral. Bank sentral di dunia, termasuk BI, lantas membuat mata uang digital agar bisa memposisikan aset kripto seperti Bitcoin dan sejenisnya itu, sebagai komoditas tanpa menggantikan peran rupiah.
“Cara ini dianggap lebih aman bagi stabilitas moneter dan bisa mengefektifkan intervensi moneter di era digital,” ujar Bhima dihubungi Rabu (9/11/2022).
Menurut Bhima, hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam peluncuran rupiah digital adalah soal sistem keamanan serta keandalan untuk mencegah kegagalan sistem transaksi. Berikutnya yang perlu disiapkan adalah standarisasi kerja sama platform swasta dalam memasarkan rupiah digital.
Bhima juga berpendapat, rupiah digital perlu menjadi bagian dari instrumen kebijakan moneter BI, seperti percepatan transmisi suku bunga acuan ke suku bunga perbankan, pengendalian inflasi, hingga intervensi uang beradar.
“Karena rupiah digital bisa lebih tercatat, maka setiap penggunaannya diharapkan bisa dipantau bank sentral. Termasuk mencegah adanya pencucian uang atau aktivitas ilegal gunakan mata uang rupiah,” ujar Bhima.
Penerbitan uang digital rupiah meningkatkan efisiensi dalam sistem pembayaran dan menjangkau lebih luas inklusi keuangan
Senior Fellow Habibie Center Umar Juoro mendukung rencana pengaturan rupiah digital dalam undang-undang serta rencana penerbitan rupiah digital. Penerbitan rupiah digital itu merupakan upaya dari otoritas keuangan untuk menanggapi dan mengantisipasi makin maraknya perkembangan penggunaan teknologi digital.
“Penerbitan uang digital rupiah meningkatkan efisiensi dalam sistem pembayaran dan menjangkau lebih luas inklusi keuangan,” ujar Umar, Rabu.
Kendati demikian, persiapan penerbitan perlu kehati-hatian dan sistem yang jelas agar tidak sampai mengganggu kebijakan moneter dan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan.
Senada dengan Bhima, Umar mengatakan, penerbitan rupiah digital sudah seharusnya dilakukan BI sebagai otoritas moneter supaya terintegrasi dengan uang kertas dan uang logam. Dengan demikian, ke depan, lanjut Umar, rupiah digital juga bisa dipergunakan untuk kepentingan kebijakan moneter seperti pengendalian inflasi.
“Dengan begitu mata uang digital terintegrasi dalam kebijakan moneter BI, terutama dalam mengelola jumlah uang beredar. Pencegahan penggunaan uang digital untuk kegiatan ilegal juga dapat dilakukan dengan efektif,” ujar Umar.
Ke depan, keberadaan rupiah digital akan jadi komplementer dari mata uang digital lain yang telah beredar dan saat ini kita kenal sebagai aset kripto. Namun, selama aset kripto ditetapkan sebagai komoditas dan bukan mata uang yang bisa digunakan sebagai alat pembayaran, rupiah digital tidak akan punya saingan.
“Perkiraan saya, begitu rupiah digital diterbitkan, penggunaannya akan berkembang cepat karena mudah dan efisien. Masyarakat akan semakin mempergunakan rupiah digital daripada kertas dan logam. Saya kira ke depan rupiah digital akan mengurangi penggunaan rupiah kertas,” ujar Umar.
Proses penerbitan
Sebelumnya dalam jumpa pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, akhir Oktober lalu, Gubernur BI Perry menjelaskan kelanjutan proses penerbitan rupiah digital. Menurut dia, BI akan segera menerbitkan apa yang disebut White Paper atau Consultative Paper yang berisi panduan dan konsep lebih detail mengenai rupiah digital.
Ia menjelaskan, dalam penerbitan rupiah digital, ada tiga prasyarat penting yang harus dipenuhi. Yang pertama, agar desain rupiah digital itu tidak menganggu kestabilan moneter dan kestabilan sistem keuangan. Poin kedua adalah rupiah digital harus mencakup 3I yaitu integrasi, interkoneksi, dan interoperabilitas dengan sistem pasar keuangan dan infrastruktur sistem pembayaran. Adapun poin ketiga adalah teknologi yang dipakai bisa digunakan untuk model Distributed Ledger Technology (DLT), Non-DLT, dan blockchain.
Deputi Gubernur BI Doni Primanto Joewono menjelaskan, white paper itu ditargetkan selesai tahun ini. Selain menyiapkan white paper, pihaknya juga tengah menyiapkan agar sistem rupiah digital bisa memenuhi 3I.