Tujuh Langkah Menavigasikan Pemulihan 2023
Perlu formulasi strategi dan rekomendasi kebijakan yang tepat untuk memitigasi risiko resesi serta mengakselerasi transformasi ekonomi.
Banyak yang melihat tahun 2023 sebagai tahun yang gelap. Setelah hampir tiga tahun ditutup pandemi Covid-19, kini resesi global mengancam sebagai dampak perang Rusia-Ukraina berkepanjangan.
Namun, seperti kata-kata pepatah, daripada mengutuk kegelapan akan lebih baik menyalakan lilin.
Sejumlah lembaga internasional memprediksi, ekonomi global akan melambat pada 2023. Mereka yang pesimistis menganalogikannya sebagai tahun gelap. Sebaliknya, mereka yang optimistis memaknainya sebagai tahun menantang.
Indonesia sejauh ini termasuk negara yang mampu menghadapi krisis kesehatan yang menerpa hampir tiga tahun. Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus memuji penanganan pandemi Covid-19 yang dilakukan Indonesia.
Saat ditekan pandemi, kinerja perekonomian nasional jatuh di kuartal II-2020. Namun, setelah itu kinerja perekonomian terus naik. Kinerja tahun 2022, baik di bidang fiskal, moneter, jasa keuangan dan stabilitas sistem keuangan, reformasi struktural, maupun pengembangan iklim usaha menunjukkan tren positif. Bahkan, pertumbuhan di kuartal III-2022 pun masih tumbuh sebesar 5,72 persen, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di kuartal II-2022 yang sebesar 5,45 persen (YOY).
Managing Director IMF Kristalina Georgieva pernah memuji, ”Indonesia jadi titik terang di tengah kesuraman ekonomi dunia.”
Bukti bahwa Indonesia justru bisa menjadi titik terang di tengah dunia yang sedang suram juga terlihat dalam kepemimpinan Indonesia di G20. Majalah The Economist, 19 November 2022, menjadikan Indonesia sebagai sampul depan, ”Asia’s Overlooked Giant. Can Indonesia live up to its promise?” Raksasa Asia yang terabaikan. Mampukah Indonesia memenuhi janjinya? Foto Presiden Joko Widodo sambil tersenyum menaiki tangga di atas awan biru yang cerah.
Menantang
Meskipun demikian, menjelang tahun 2023, perlambatan mulai terlihat di tingkat global dan nasional. Kewaspadaan menjadi diperlukan. Laporan Economic Outlook November 2022 oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), pertumbuhan ekonomi dunia kuartal empat tahun ini diproyeksikan hanya tumbuh 2 persen (YOY).
Secara tahunan, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global di tahun 2022 juga diproyeksikan hanya 3,1 persen. Angka ini turun sekitar setengah dari tahun sebelumnya yang mencapai 5,9 persen. Pertumbuhan ekonomi di 2023 diproyeksikan semakin melambat menjadi 2,2 persen.
Tanda-tanda perlambatan pun terlihat di Indonesia. Inflasi meningkat meski tidak setinggi negara lain. Belanja konsumen menurun dan mulai banyak terjadi pengurangan tenaga kerja. Surplus neraca perdagangan pada bulan September pun mulai tertekan, yaitu 4,9 miliar dollar AS atau turun dari bulan sebelumnya yang mencapai 5,76 miliar dollar AS. Namun, pada Oktober neraca perdagangan kembali meningkat menjadi 5,67 miliar dollar AS.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada bulan September pun turun berada di angka 117,7 atau turun dibandingkan Agustus yang mencapai 124,7. Namun, IKK Oktober 2022 naik kembali di 120,3.
Tantangan lain adalah meningkatnya suhu politik di tahun 2023 dengan kian dekatnya Pemilu Presiden 2024. Polarisasi masyarakat dikhawatirkan kembali mengeras. Padahal, semangat bergotong royong merupakan modal penting yang membuat negeri ini berhasil menghadapi krisis kesehatan.
Dengan sejumlah tantangan itu, Bank Indonesia masih memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 tetap kuat pada kisaran 4,5-5,3 persen. Pertumbuhan ini bahkan akan terus meningkat menjadi 4,7 persen-5,5 persen pada 2024.
Kini, tinggallah kita merumuskan strategi untuk menghadapi tahun penuh tantangan. Perlu formulasi strategi dan rekomendasi kebijakan yang tepat untuk memitigasi risiko resesi, menavigasi perekonomian, dan mengakselerasi transformasi yang menjadi tema sentral kebijakan ekonomi tahun 2023 sembari menjaga stabilitas politik keamanan.
Tujuh langkah
Kompas merekomendasikan tujuh langkah agar kita bisa membuat terang di 2023 yang dikatakan gelap itu. Pertama, meningkatkan mitigasi risiko penyebaran Covid-19 dan penguatan sistem kesehatan sebagai dasar untuk pelonggaran berbagai kegiatan sosial-ekonomi yang bisa diandalkan.
Baca juga: Membuat Terang di Tahun Menantang
Kedua, menjaga stabilitas sosial-politik dan keamanan nasional sekaligus meningkatkan efektivitas pemerintah pusat-daerah di tahun politik dan di saat konflik internasional terus bereskalasi. Mengelola dinamika tahun politik, yaitu dengan menegaskan kebijakan Indonesia yang tepat di tengah pertarungan adidaya, serta menjamin dan meningkatkan efektivitas kerja pemerintah pusat dan daerah.
Ketiga, menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah resesi global dan gejolak sektor keuangan. Keempat, mempertahankan dan mengembangkan sisi permintaan. Domestik: menjaga daya beli masyarakat (inflasi rendah, meningkatkan pendapatan masyarakat, menjaga ketersediaan dan stabilitas harga pangan). Internasional: mengembangkan pasar ekspor baru, ratifikasi perjanjian internasional, memacu perjanjian perdagangan di pasar baru.
Baca juga: Bertumpu pada Netralitas Presiden
Kelima, memastikan tiga input pokok pada sisi suplai, yaitu memberi kepastian di sektor tenaga kerja, seperti mekanisme upah. Memastikan ketersediaan bahan baku berikut kelancaran distribusi barang, baik domestik maupun ekspor-impor (jangka pendek: insentif, penyederhanaan perizinan, pemangkasan biaya logistik), serta ketersediaan dan stabilitas harga energi.
Keenam, memastikan kebijakan fiskal sebagai jangkar stabilitas perekonomian sekaligus stimulan yang jitu dan efektif untuk sisi permintaan sekaligus suplai. Ketujuh, mendorong inovasi yang menggeliatkan sekaligus meningkatkan efisiensi berbagai lini kegiatan masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah, di normal baru.
Orkestrasi Presiden Joko Widodo selaku kepala negara dan seluruh pemangku kepentingan serta semangat gotong royong semua elemen masyarakat akan membawa harapan di 2023.
Sutta Dharmasaputra,Pemimpin Redaksi Harian Kompas