Ekosistem Terus Dibangun, Industri Kesehatan Butuh Peta yang Konsisten
Sejumlah pelaku industri kesehatan menilai Indonesia memerlukan peta jalan industri yang selaras dan konsisten. Ekosistem hulu-hilir perlu dikembangkan untuk mengurangi ketergantungan pada obat dan alat kesehatan impor.
Oleh
AGNE THEODORA, MAWAR KUSUMA WULAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Belajar dari pengalaman menghadapi pandemi Covid-19, Indonesia mulai mengembangkan ekosistem industri kesehatan dari hulu ke hilir untuk mengurangi ketergantungan pada impor obat dan alat kesehatan. Namun, untuk itu, pelaku industri kesehatan membutuhkan peta jalan industri yang selaras dan konsisten.
Dalam tayangan video yang ditampilkan pada acara Kompas100 CEO Forum Powered by East Ventures di Istana Negara, Jakarta, Jumat (2/12/2022), Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk Vidjongtius mengatakan, ekosistem kesehatan dari hulu ke hilir saat ini terus dibangun di dalam negeri, baik secara preventif maupun kuratif.
Dengan adanya ekosistem yang kuat di dalam negeri, ketergantungan Indonesia terhadap impor obat dan alat kesehatan diharapkan bisa ditekan. Selama ini, Indonesia memang masih sangat bergantung pada impor alat kesehatan dan obat hingga 90 persen.
Menurut Vidjongtius, saat ini pelaku industri kesehatan dalam negeri terus menjalin kerja sama investasi untuk membangun fasilitas produksi farmasi dan kesehatan nasional, terutama terkait transfer teknologi, baik dengan investor dalam maupun luar negeri.
”Dengan begitu, ketergantungan kita pada komponen impor bisa diatasi dengan pemanfaatan teknologi dan bahan baku produksi lokal,” katanya dalam tayangan video yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo itu.
Akan tetapi, untuk itu, dibutuhkan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, pelaku industri kesehatan, serta perguruan tinggi untuk mengalami riset dan inovasi teknologi. Pelaku industri juga membutuhkan adanya skema pengembangan industri yang terarah dan komprehensif dari pemerintah.
”Kami berharap pemerintah dapat memberikan arahan peta jalan industri kesehatan yang selaras dan konsisten dalam implementasinya, supaya akses kesehatan bagi seluruh masyarakat dapat diwujudkan,” kata Vidjongtius.
Anggaran
Dalam sesi tanya jawab pada acara tersebut, FX Sudirman dari PT Biotis Pharmaceutical Indonesia yang merupakan pengembang vaksin Merah Putih menegaskan bahwa daya ungkit industri kesehatan sangat besar. Menurut dia, pandemi Covid-19 memberi pelajaran banyak sekali, terutama di bidang kesehatan. ”Pertanyaanya, di tahun berat ini, terkait vaksin Covid-19, apakah anggaran masih diteruskan bagi pengembang seperti kami?” ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa dari sisi permintaan, anggaran kesehatan pada APBN 2023 bergeser dari penanganan Covid-19 ke pencegahan. Menurut Sri Mulyani, Kementerian Kesehatan akan terus mereformasi dan memperkuat industri farmasi di Indonesia.
Pemerintah akan terus menyatakan keberpihakan dengan keberlanjutan produksi ataupun ekspor melalui berbagai instrumen fiskal. ”Rezim APBN normal bukan berarti program hilang,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, untuk menyikapi ketidakpastian ekonomi, pemerintah akan segera mempercepat pembahasan sejumlah regulasi di bidang ekonomi, seperti revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK).
Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi, UU Cipta Kerja harus direvisi paling lambat November 2023. Sementara itu, RUU P2SK saat ini mulai dibahas pemerintah bersama dengan DPR. ”Cipta Kerja kita ini masih punya waktu sampai tahun depan sebenarnya, tapi pemerintah akan akselerasi perubahannya,” kata Airlangga.
RUU P2SK juga akan segera dibahas untuk mendorong reformasi di sektor keuangan dan mengantisipasi potensi krisis keuangan dalam waktu dekat akibat dinamika ekonomi global saat ini. ”RUU P2SK ini juga undang-undang omnibus law yang disiapkan agar sektor keuangan kita siap menghadapi badai-badai yang ada di depan,” ujarnya.