Sejumlah petinggi perusahaan terkemuka anggota Kompas100 CEO Forum menyampaikan optimismenya soal situasi tahun 2023. Mereka menilai Indonesia memiliki momentum dan modal positif untuk mengarungi tahun depan.
Oleh
Hendriyo Widi, MEDIANA
·4 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Sejumlah pemimpin perusahaan terkemuka hadir dalam Kompas100 CEO Forum powered by East Ventures di Istana Negara, Jakarta, Jumat (2/12/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pelaku usaha di Tanah Air optimistis menghadapi tahun depan. Indonesia dinilai memiliki sejumlah modal positif untuk mengarungi tahun 2023 yang dinilai bakal menantang di tengah ketegangan geopolitik, perang, serta ketidakpastian perekonomian global.
Pelaku usaha di sektor makanan dan minuman, Direktur Utama PT Niramas Utama (Inaco Food) Adhi S Lukman, misalnya, menyatakan optimistis industri makanan-minuman akan tetap tumbuh positif tahun depan. Di dalam negeri, pertumbuhannya akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang semakin memulih dari dampak pandemi Covid-19.
Adapun untuk pasar luar negeri, industri makanan-minuman bakal tetap memiliki peluang tumbuh positif kendati ekonomi global masih dipenuhi ketidakpastian. Apalagi, produk makanan-minuman merupakan komoditas primer yang banyak dibutuhkan masyarakat.
”Kami pun akan terus membidik peluang-peluang pasar di luar negeri. Misalnya, dengan menjadi pemasok pengganti dari negara-negara lain,” kata Adhi yang hadir dalam Kompas100 CEO Forum powered by East Ventures di Istana Negara, Jakarta, Jumat (2/12/2022).
Sepanjang tahun ini, lanjutnya, pelaku industri makanan-minuman Indonesia mendapatkan pengalihan permintaan dari sejumlah negara yang selama ini bergantung pada China. Permintaan ayam olahan juga datang dari Singapura lantaran Malaysia menghentikan ekspor ayam.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Adhi S Lukman
”Kami juga mendapat permintaan makanan dan minuman olahan dari China dan Malaysia. Hal itu terjadi lantaran produksi kedua negara tersebut tidak optimal akibat terdampak kenaikan harga bahan baku pangan dan energi,” ujarnya.
Menurut Adhi, di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, industri makanan-minuman tetap akan berusaha bertahan serta mengelola rencana dan risiko bisnis secara lebih hati-hati. Saat ini, keuntungan usaha perusahaan-perusahaan makanan-minuman mulai turun rata-rata 30 persen.
Hal itu terjadi lantaran kenaikan biaya produksi yang diakibatkan oleh lonjakan harga bahan pangan impor dan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Depresiasi rupiah juga menjadi beban tersendiri bagi pengusaha lantaran harus mengeluarkan dana lebih besar untuk mendatangkan bahan baku dari luar negeri.
”Kami memang telah menaikkan harga sejumlah produk. Namun, kenaikannya tidak signifikan karena harus mempertimbangkan daya beli masyarakat yang belum benar-benar pulih dari dampak pandemi Covid-19 dan tekanan inflasi,” katanya.
Adhi yang juga Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) berharap pemerintah memberikan insentif bagi industri. Pemerintah dapat meninjau kembali regulasi-regulasi yang membebani atau memberikan biaya tambahan bagi para pelaku usaha.
Pemerintah juga dapat meringankan bea masuk bahan baku impor yang dibutuhkan industri di dalam negeri. ”Kami juga berharap agar prosedur perizinan usaha, terutama di daerah, bisa semakin membaik. Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat mempermudah prosedur untuk mendapatkan supertax deduction bagi industri yang mengembangkan inovasi dan vokasi,” ujar Adhi.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pertumbuhan industri makanan-minuman pada triwulan III-2022 mencapai 3,57 persen atau lebih tinggi daripada periode yang sama tahun lalu sebesar 3,49 persen. Meskipun terdampak pandemi, industri tersebut masih mampu tumbuh dan berkontribusi pada pertumbuhan industri nonmigas sebesar 4,88 persen.
Industri tersebut juga berkontribusi sebesar 37,82 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas. Adapun kinerja ekspor produk makanan-minuman (termasuk minyak kelapa sawit dan produk turunannya) pada Januari-September 2022 mencapai 36 miliar dollar AS dan kinerja impornya sebesar 12,77 miliar dollar AS.
Optimisme serupa disampaikan Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk Silmy Karim. Menurut dia, Indonesia masih memiliki prospek ekonomi yang cerah. Hal ini menjadi kesempatan dan momentum besar bagi Indonesia untuk melompat lebih jauh. ”Jangan sia-siakan kesempatan baik ini,” ujarnya.
KOMPAS/ PRIYOMBODO
Presiden Direktur PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim memberikan keterangan terkait industri baja di Tanah Air dalam kunjungannya ke Tedaksi Harian Kompas di Menara Kompas, Jakarta Pusat, Senin (29/7/2019).
Dalam konteks kebijakan hilirisasi yang sedang berjalan, Silmy memandang, Indonesia perlu memanfaatkan peluang pasar yang diyakini besar. Akan tetapi, ia menyarankan agar ada koordinasi yang kuat antara Kementerian Investasi/BKPM, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan agar tercipta kesinambungan kebijakan mulai dari kebijakan menarik investor. ”Sebab, hal itu akan meningkatkan daya saing produk (hasil hilirisasi)," tambahnya.
Sementara Presiden Direktur Bank OCBC NISP Parwati Surjaudaja mengatakan, terkait proyeksi perekonomian Indonesia ke depan, pihaknya relatif tetap positif. Namun, pada saat bersamaan, dia menyebut tetap waspada dengan gejolak makro.
”Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah seharusnya pertumbuhan masih bisa tetap terjaga positif,” katanya.
Dengan tingginya volatilitas dunia international, baik politik maupun ekonomi, dia memandang, sangat diharapkan kondisi domestik bisa terjaga baik oleh semua pihak. Kondisi domestik yang dimaksud adalah stabilitas politik karena memasuki tahun politik dan keselarasan kebijakan pemerintah.