Paradigma Pengembangan Industri Perlu Didesain Ulang
Perubahan paradigma membangun industri perlu ditempuh Indonesia guna mengejar visi 2045. Industri diyakini tetap menjadi motor penggerak utama menuju negara berpendapatan tinggi.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Pemerintah tetap menargetkan Indonesia bisa tumbuh menjadi negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045 atau tepat 100 tahun Indonesia merdeka. Industrialisasi diharapkan jadi motor penggerak utama. Meski demikian, pandemi Covid-19 menjadi salah satu tantangan menuju visi itu.
”Indonesia sekarang memasuki masa pemulihan (pasca)pandemi Covid-19. Sementara kami masih menargetkan Indonesia bisa menjadi negara berpendapatan tinggi tahun 2045. Dengan adanya pandemi Covid-19, kami merasa perlu mendesain ulang kebijakan untuk mencapai hal itu,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menghadiri acara Indonesia Development Forum (IDF) 2022 hari kedua, Selasa (22/11/2022), di Badung, Bali. Airlangga mewakili Presiden Joko Widodo yang sebelumnya dijadwalkan hadir.
Motor penggerak utama untuk mencapai target 2045 adalah industri. Menurut Airlangga, ketika sektor industri jadi motor penggerak utama, harapannya hal itu bisa berdampak langsung, mulai dari transfer teknologi sampai penyerapan sumber daya manusia.
Hilirisasi industri tetap akan terus dijalankan. Upaya strategis ini telah terbukti berdampak luas, di antaranya terhadap devisa ekspor dan penyerapan tenaga kerja.
”Kami (tetap) bertekad mengurangi ketergantungan impor 35 persen. Melalui program Making Indonesia 4.0, industrialisasi fokus menyasar sejumlah sektor industri, antara lain tekstil, makanan-minuman, dan farmasi. Kami juga tidak melupakan perkembangan disrupsi digital yang diperkirakan semakin banyak terjadi lima tahun mendatang,” kata Airlangga.
Pada saat bersamaan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menambahkan, pengembangan industri harus menggunakan paradigma baru. Sejauh ini, paradigma baru yang telah disiapkan oleh pemerintah berpijak pada sejumlah pilar, yaitu digitalisasi, energi terbarukan, industri hijau, penguatan rantai pasok, perluasan ke luar Jawa, dan sumber daya manusia untuk industri.
”Kami sangat serius menguatkan porsi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) karena ini sangat relevan dengan situasi pelemahan ekonomi global. Pelaku industri kecil menengah (IKM) turut jadi sasaran dalam kebijakan itu. Nantinya, industri kecil akan difasilitasi dan dibiayai sertifikasi TKDN,” ujar Agus.
Sementara itu, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Amalia Adininggar menekankan, waktu menuju 2045 tersisa 23 tahun lagi. Durasi waktu ini dinilai relatif pendek. Ditambah lagi, ruang Indonesia menikmati bonus demografi sudah tidak lama.
”Maka, bagi kami, penting mengubah paradigma pembangunan industri menjadi semakin kompleks dan saling terkait. Riset dan pengembangan diutamakan, selain perlu memperhatikan tren pasar,” kata Amalia.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, lanjutnya, sedang menyelesaikan peta jalan transformasi ekonomi. Ini menyambung keinginan mendesain kembali strategi untuk tetap meraih predikat negara berpendapatan tinggi tahun 2045.
Selama dua hari penyelenggaraan IDF 2022, yaitu 21–22 November 2022, terjadi peluncuran dokumen Rencana Induk Pengembangan Industri Digital 2023–2045 dan Peta Jalan Pengembangan Ekosistem Industri Kedirgantaraan 2022–2045. Lalu, ada pula penandatanganan nota kesepahaman antara Institut Teknologi Bandung dan PT Dirgantara Indonesia.
Menurut Amalia, dokumen Rencana Induk Pengembangan Industri Digital 2023–2045 disusun bersama dengan pelaku industri, salah satunya Telkom Indonesia. Substansi inti dari dokumen itu adalah rancangan rantai pasok, penyiapan platform, dan tenaga kerja lokal.
Direktur Bisnis Digital PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk Muhammad Fajrin Rasyid, yang turut hadir di IDF 2022, berpendapat, sektor industri digital bisa dipakai untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Namun, kebutuhan industrinya harus dipersiapkan secara matang dulu. Salah satunya, kebutuhan menyangkut infrastruktur telekomunikasi.