Sektor Jasa, Teknologi Digital, dan Ekonomi Hijau Bisa Jadi Andalan
Sektor industri manufaktur dinilai akan tetap diperlukan oleh Indonesia untuk membangun perekonomian di masa depan. Di luar itu, Indonesia perlu menggarap peluang di sektor jasa, ekonomi digital, dan ekonomi hijau.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Pembangunan ekonomi Indonesia masa depan disarankan berpijak pada empat sektor. Selain tetap memerlukan industri manufaktur, tiga sektor lain yang mesti didorong adalah jasa, ekonomi digital, dan ekonomi hijau.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas periode 2016–2019 Bambang PS Brodjonegoro saat menghadiri Indonesia Development Forum 2022 di Badung, Bali, Senin (21/11/2022), menyampaikan hal itu. Guna menggapai visi Indonesia maju, Indonesia butuh lompatan kebijakan dan transformasi ekonomi. Sektor industri manufaktur, lalu jasa, ekonomi digital, dan ekonomi hijau perlu dioptimalkan sebagai sumber pembangunan.
Terkait sektor industri manufaktur, dia menyebut sektor ini pernah berkontribusi 30 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada tahun 1990-an. Setelah krisis moneter sampai sekarang, proporsinya terhadap PDB telah turun di bawah 20 persen.
”Barangkali, hal yang membuat industrialisasi kita tidak sesukses negara tetangga dan China adalah kita masih tertahan di industri garmen. Sementara mereka melaju ke industri elektronik. Industri ini dan mesin memiliki tingkat kompleksitas tinggi, sedangkan tingkat kompleksitas garmen menengah,” ujar Bambang.
Dengan kata lain, industri manufaktur di Indonesia semestinya bisa meningkatkan tingkat kompleksitasnya. Pemerintah, katanya, semestinya tidak sekadar mendorong pertumbuhan industri manufaktur. Untuk mendorong kompleksitas industri, dia berharap upaya-upaya pengolahan tahap lanjutan diperbanyak. Misalnya, nikel diolah menjadi baterai dan bauksit menjadi aluminium yang bisa dikembangkan menjadi material produk jadi berbahan aluminium.
Lalu, pemerintah bisa lebih aktif memfasilitasi riset dan pengembangan produk yang bisa diproduksi oleh pelaku industri manufaktur, seperti mengeluarkan tax deduction. Sejauh ini, dia mengamati baru industri manufaktur makanan-minimum yang gencar melakukan riset dan pengembangan. Subsektor ini juga kencang melakukan penelitian pasar.
”Garmen di Indonesia itu sebenarnya ada kemajuan, terutama perbaikan kualitasnya. Akan tetapi, kita semestinya bisa belajar dari negara asal Zara (Spanyol), Uniqlo (Jepang), dan HnM (Swedia) yang tidak memiliki produk manufaktur, tetapi riset dan pengembangan produk ataupun pasarnya kencang. Produk mereka terbukti diminati oleh generasi muda,” tuturnya.
Dari sisi jasa, Bambang berpendapat, Indonesia punya peluang untuk memajukan sektor industri jasa karena Indonesia kaya akan keragaman budaya. Keragaman budaya seharusnya bisa dikemas menjadi produk atau layanan kreatif bernilai tambah lebih, seperti film. Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi destinasi pariwisata menarik di sejumlah daerah.
Teknologi
Mengenai sektor ekonomi digital, lanjutnya, sektor ini tetap perlu terus didorong maju oleh pemerintah. Berbagai solusi yang dihasilkan oleh sejumlah perusahaan rintisan bidang teknologi (start up) asal Indonesia telah membantu mempermudah kehidupan masyarakat. Bahkan, Indonesia dikenal sebagai salah satu dari sepuluh besar negara dengan jumlah start up terbanyak di dunia.
”Terlepas dari fenomena gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di lingkungan start up di Tanah Air, sektor ekonomi digital masih berpeluang besar di masa depan dengan cara mendorong kewirausahaan dan inovasi. Sektor ini bisa jadi alternatif pertumbuhan ekonomi. Kalaupun ada PHK sekarang, saya rasa situasi ini hanya koreksi bisnis,” kata Bambang yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional 2019–2021.
Adapun terkait sektor ekonomi hijau, dia mengatakan, peluang Indonesia adalah memiliki aneka sumber energi terbarukan. Ekonomi hijau juga akan menjadi kebutuhan masa depan. Tantangannya sekarang adalah pengembangan sumber energi itu secara terarah dan sejalan dengan industri hijau.
Pada saat bersamaan, pendiri sekaligus Director of Harvard’s Growth Lab, Ricardo Hausmann, mengatakan, produktivitas sektor industri manufaktur di Indonesia mencapai tiga kali lipat lebih besar daripada pertanian dan dua kali lipat lebih besar daripada sektor jasa. Akan tetapi, tingkat produktivitasnya sedang mengalami perlambatan dibandingkan sektor industri lain yang dimiliki Indonesia.
Sektor industri manufaktur menawarkan keuntungan ganda bagi suatu negara karena memiliki tingkat kompleksitas industri dan saling terhubung. Indonesia secara umum dinilai memiliki posisi bagus dalam mengembangkan produk meskipun memiliki keragaman kondisi geografis. Adanya teknologi, termasuk teknologi digital, sebenarnya mampu memecah rantai nilai produksi atau produksi bisa dilakukan di mana saja.
Mengadopsi teknologi bisa jadi masalah tersendiri untuk kalangan pelaku industri manufaktur. Begitu pula ketika Indonesia akhirnya masuk mengikuti tren dekarbonisasi. Untuk memaksimalkan potensi bisnis ekonomi hijau, Indonesia dihadapkan pada pilihan sekadar adopsi dan menggunakan atau mampu menghasilkan teknologi sendiri.
Sekretaris Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Sekretaris Utama Bappenas Taufik Hanafi dalam sambutannya menyampaikan, strategi industrialisasi ke depan diharapkan dapat mendorong respons dan adaptasi industri yang lebih baik. Tujuannya, agar bisa menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang pascapandemi Covid-19 dan memperkuat pelaksanaan transformasi sosial-ekonomi.
IDF pertama kali digelar tahun 2017. Forum ini sebenarnya diselenggarakan setiap tahun, tetapi sempat terhenti pada tahun 2020 dan 2021. IDF tahun 2022 mengusung tema agenda pembangunan Indonesia menuju 2045. Dia mengklaim, bersamaan dengan forum ini, kementerian sedang menyusun dokumen baru rencana pembangunan jangka menengah nasional yang mengedepankan pembangunan industri.