Inflasi Bikin Konsumen Cari Produk yang Lebih Murah
Tren mencari barang yang lebih murah menunjukkan pola belanja masyarakat menengah ke bawah ketika laju inflasi lebih tinggi dibandingkan kenaikan pendapatan. Kelompok masyarakat ini sensitif terhadap pergerakan harga.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Laju inflasi mempengaruhi pola konsumsi masyarakat. Untuk barang yang sama, konsumen cenderung mengalihkan belanjanya ke merek yang lebih murah atau mencari toko ritel yang menjual dengan harga lebih rendah.
Berdasarkan survei McKinsey&Company berjudul “Indonesian consumer sentiment during the coronavirus crisis”, sebanyak 63 persen responden konsumen mengalihkan belanjanya ke merek lain karena faktor nilai produk, khususnya dari segi harga yang lebih murah atau promosi yang ditawarkan. Sebanyak 66 persen responden mengalihkan belanjanya ke ritel lain sebab faktor yang sama.
Anggota Dewan Penasihat Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta mengatakan, hasil survei itu mencerminkan perubahan pola belanja konsumen, khususnya kelompok masyarakat menengah ke bawah.
"Mereka tengah berhati-hati mengelola keuangan dan pengeluaran sehingga memprioritaskan cicilan dan kebutuhan pokok," katanya saat dihubungi, Senin (14/11/2022).
Hasil riset itu dipublikasikan di laman resmi McKinsey&Company pada pertengahan Oktober 2022. Survei tersebut melibatkan 1.041 responden di Indonesia dengan usia 18 tahun ke atas pada 23-30 Agustus 2022.
Perubahan pola belanja itu, lanjut Tutum, terjadi akibat laju inflasi yang sedang mengimpit produsen barang-barang ritel dan konsumen. Dari sisi produsen, inflasi di tingkat global menyebabkan kenaikan ongkos produksi. Produsen juga menahan diri untuk berekspansi sehingga penyerapan tenaga kerja tak optimal. Di sisi lain, konsumen sulit menaikkan pendapatannya dalam jangka waktu singkat sehingga pengeluaran menjadi lebih selektif.
Survei McKinsey juga menyebutkan, inflasi menjadi kekhawatiran responden nomor dua setelah kelangkaan suplai minyak dan gas. Kekhawatiran itu paling dirasakan oleh responden dari kelompok generasi X, milenial, dan Z. Adapun pertanyaan survei secara spesifik mengacu pada kekhawatiran ekonomi akibat perang di Ukraina.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, laju indeks harga konsumen atau inflasi secara umum pada Oktober 2022 sebesar 5,71 persen dibandingkan Oktober 2021. Laju inflasi komponen energi mencapai 16,88 persen, sedangkan bahan makanan 7,04 persen.
Oleh sebab itu, Tutum berharap, suku bunga acuan dapat terjaga agar produsen mendapatkan sokongan dari sisi ongkos produksi terjaga serta konsumen tidak terbebani bunga cicilan dalam pengeluarannya. Dia memperkirakan, belanja akhir tahun masyarakat di ritel pada Desember 2022 dapat meningkat 10 persen dibandingkan Desember 2021.
Menyiasati kecenderungan pola konsumsi itu, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Fernando Repi mengatakan, produsen bersiasat dengan mengemas produk lebih kecil seperti kemasan saset yang cukup untuk memenuhi kebutuhan 1-2 hari. "Kemasan ukuran sedang justru kerap sulit ditemui," ujarnya saat dihubungi.
Repi berpendapat, apabila kebijakan ekonomi makro yang diterapkan mampu menjaga inflasi serta tetap mewaspadai situasi global dan pandemi, dia optimistis daya beli masyarakat dapat terjaga. Dia memperkirakan, belanja akhir tahun pada Desember 2022 dapat naik 10-15 persen dibandingkan Desember 2021.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, survei McKinsey&Company itu mencerminkan pola belanja masyarakat menengah ke bawah ketika laju inflasi lebih tinggi dibandingkan kenaikan pendapatan. Kelompok masyarakat itu sensitif terhadap pergerakan harga. Jumlah kelompok konsumen tersebut lebih besar dibandingkan yang tidak sensitif terhadap harga.
Oleh sebab itu, Faisal berpendapat, pemerintah perlu mempertahankan perekonomian domestik dari ancaman perlambatan ekonomi dunia. Pendapatan masyarakat mesti terjaga dan inflasi harus terkendali. "Pemerintah dapat mendesain kebijakan insentif yang diprioritaskan bagi sektor-sektor yang rentan (dalam perekonomian saat ini)," katanya.