Hati-hati, Harga Beras dan Tahu-Tempe Merangkak Naik
Penurunan harga sejumlah pangan pokok berkontribusi besar terhadap deflasi Oktober 2022 yang sebesar 0,11 persen. Namun, beras dan tahu-tempe masih mengalami inflasi. Pemerintah berupaya menstabilkan harga pangan itu.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga beras dan tahu-tempe terus merangkak naik di tengah penurunan harga sejumlah komoditas pangan lain. Kenaikan harga beras disebabkan oleh pola musiman, serta imbas kenaikan harga bahan bakar minyak dan pupuk, sedangkan tahu tempe dipicu kenaikan harga kedelai global.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, harga beras pada tahun ini mulai merangkak naik sejak Agustus 2022. Harga beras pada waktu itu Rp 11.555 per kilogram (kg), kemudian naik menjadi Rp 11.720 per kg pada September 2022 dan Rp 11.850 per kg pada Oktober 2022.
Hal itu membuat beras mengalami inflasi 1,3 persen secara bulanan pada Oktober 2022. Andilnya terhadap inflasi tahunan dan deflasi bulanan kelompok pengeluaran makanan-minuman dan tembakau masing-masing sebesar 0,13 persen dan 0,03 persen.
Pada Oktober 2022, kelompok pengeluaran tersebut mengalami inflasi tahunan sebesar 6,76 persen dan deflasi 0,97 persen secara bulanan. Secara umum, pada Oktober 2022, Indonesia mengalami deflasi 0,11 persen secara bulanan dan inflasi 5,71 persen secara tahunan.
Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Hery Sugiartono, Rabu (2/11/2022), mengatakan, setiap memasuki musim tanam pertama, harga beras pasti naik. Namun, kenaikan harga beras pada musim tanam tahun ini diperkirakan tidak akan terlalu tinggi.
Pada Desember 2022 hingga awal Januari 2023, sejumlah daerah di Demak, yang merupakan salah satu lumbung beras nasional. bakal panen. Daerah-daerah tersebut sudah tanam padi lebih dini karena didukung oleh kemarau basah.
”Meskipun begitu, kenaikan harga beras itu tetap perlu dicermati dan diantisipasi. Kenaikan harganya tidak hanya karena pola musiman, tetapi juga akibat imbas kebaikan harga bahan bakar minyak dan pupuk,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta.
Kenaikan harga beras itu tetap perlu dicermati dan diantisipasi. Kenaikan harganya tidak hanya karena pola musiman, tetapi juga akibat imbas kebaikan harga bahan bakar minyak dan pupuk.
Tak hanya beras, harga tahu dan tempe juga terus bergejolak sejak Maret 2022. Berdasarkan data BPS, harga tahu dan tempe pada Januari 2022 masing-masing Rp 10.399 per kg dan Rp 10.640 per kg. Pada Oktober 2022, harga tahu dan tempe masing-masing sudah Rp 11.438 per kg dan Rp 12.667 per kg.
”Hal itu terjadi karena harga kedelai global terus meningkat dari 606 dollar AS per ton pada Januari 2022 menjadi 664 dollar AS per ton pada September 2022," kata Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS Setianto dalam konferensi pers yang digelar secara hibrida di Jakarta, Selasa lalu.
Harga kedelai impor yang dijual di dalam negeri juga naik 3,52 persen dalam dua bulan terakhir. Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, harga kedelai impor yang pada 1 September 2022 Rp 14.200 per kg sudah naik menjadi Rp 14.700 per kg per 1 November 2022.
BPS mencatat, pada Oktober 2022, tahu memberikan andil inflasi terhadap kelompok pengeluaran makanan-minuman dan tembakau sebesar 0,004 persen secara bulanan. Adapun tempe, andilnya 0,007 persen.
Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) berupaya mengatasi kenaikan harga beras dan tahu-tempe. Untuk beras, NFA berupaya mendorong perdagangan beras daerah surplus dengan minus. Adapun untuk kedelai, NFA akan memaksimalkan peran Perum Bulog untuk menyerap kedelai lokal dan mendistribusikan kedelai impor.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengemukakan, salah satu upaya menjaga stabilitas harga beras adalah kolaborasi antarpemerintah daerah surplus dan minus dengan pelaku usaha. Di DKI Jakarta, misalnya, stabilisasi harga beras dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pasar induk beras, dan badan usaha milik daerah (BUMD), Food Station.
Selain itu, pemerintah di daerah surplus beras juga telah diarahkan untuk mendistribusikan kelebihan stok beras ke daerah minus. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mendistribusikan 200 ton beras dari Provinsi Jawa Barat ke DI Aceh dengan kapal tol laut.
”Perum Bulog juga tengah berupaya menyerap beras di sejumlah daerah yang panen untuk memperkuat cadangan beras pemerintah (CBP),” katanya.
Berdasarkan data NFA, stok beras Bulog per akhir Oktober 2022 sebanyak 673.613 ton. Jumlah itu merosot drastis dari stok Agustus 2022 yang sebanyak 1,05 juta ton. Pemerintah menargetkan Bulog memiliki stok CBP sebanyak 1,5 juta ton.
Untuk mengatasi kenaikan harga tahu dan tempe, pemerintah telah memperpanjang program bantuan selisih harga pembelian bahan baku kedelai impor bagi perajin tahu dan tempe sebesar Rp 1.000 per kg sampai akhir Desember 2022. Menurut Arief, Bulog masih akan mendistribusikan kedelai impor bersubsidi itu kepada perajin tahu dan tempe.
Ke depan, Bulog juga akan diminta untuk menyerap hasil panen kedelai lokal di tingkat petani untuk memperkuat cadangan pangan pemerintah selain beras dan jagung. Harga acuan pembelian kedelai lokal telah ditetapkan Rp 10.775 per kg. Adapun harga acuan penjualan di tingkat konsumen sebesar Rp 12.000 per kg.
NFA mencatat, produksi kedelai nasional pada 2021 sebanyak 240.000 ton. Daerah penghasil kedelai terbesar adalah Jawa Timur, yakni 31,29 persen dari total produksi nasional, kemudian disusul Jawa Tengah dan Jawa Barat masing-masing 15,44 persen dan 11,94 persen. Adapun stok kedelai nasional, termasuk kedelai impor, hingga akhir 2022 diperkirakan surplus 250.000 ton.