Komoditas ikan dimasukkan sebagai bagian dari cadangan pangan pemerintah. Pemerintah sedang mengkaji jenis ikan yang akan dipilih untuk cadangan pangan. Ikan yang banyak dikonsumsi masyarakat menjadi pilihan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tengah merumuskan jumlah dan jenis ikan yang akan dikategorikan sebagai cadangan pangan pemerintah atau CPP. Dari beragam komoditas perikanan yang ada, pemerintah hanya akan memilih beberapa jenis ikan berdasarkan preferensi konsumsi masyarakat.
Penguasaan dan pengelolaan cadangan pangan telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah. Dalam perpres yang terbit 24 Oktober itu disebutkan, jenis pangan pokok tertentu yang ditetapkan sebagai cadangan pangan pemerintah meliputi 11 komoditas, yakni beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging unggas, telur unggas, daging ruminansia, gula konsumsi, minyak goreng, dan ikan.
Komoditas yang diprioritaskan pada tahap pertama penyelenggaraan CPP adalah untuk jenis pangan pokok tertentu, yakni beras, jagung, dan kedelai. Peraturan itu akan diikuti oleh aturan turunan untuk teknis pelaksanaan.
Direktur Pemasaran Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Erwin Dwiyana menyatakan, pihaknya masih melakukan pembahasan lintas kementerian dan lembaga terkait neraca komoditas serta penghitungan cadangan untuk pangan, khususnya ikan.
Dari ragam komoditas ikan air tawar, air payau, dan air laut di Indonesia, jenis ikan yang akan dipilih untuk cadangan pangan adalah ikan yang dinilai paling banyak dikonsumsi masyarakat. Untuk komoditas ikan air tawar, antara lain nila, patin, dan lele. Adapun komoditas ikan air laut adalah kembung dan cakalang, sementara ikan air payau adalah bandeng.
”Yang paling utama untuk cadangan pangan adalah jenis ikan yang menjadi preferensi masyarakat dan sudah masuk bahan pokok,” kata Erwin, dalam forum Bincang Bahari: ”Menjadikan Ikan sebagai Solusi Ketahanan Pangan” dalam rangkaian peringatan Hari Ikan Nasional pada 21 November, Senin (14/11/2022).
Erwin menambahkan, ikan merupakan bahan pangan yang menjadi solusi bagi peningkatan gizi masyarakat. Indonesia telah menargetkan angka konsumsi ikan nasional mencapai 62,5 kilogram per kapita pada 2024. Peningkatan konsumsi ikan juga akan menggerakkan industri hulu-hilir perikanan dan menggerakkan perekonomian.
Kemandirian
Ketahanan pangan dinilai penting mengingat populasi penduduk terus bertambah, sedangkan krisis pangan sulit diprediksi. Indonesia yang kaya sumber daya ikan seharusnya mampu memenuhi kebutuhan ikan masyarakat dengan kemudahan akses pasar.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kalimantan Tengah Darliansjah menyatakan, pengalaman pandemi Covid-19 menyadarkan pentingnya ketahanan pangan sebuah negara dan daerah. Pembatasan mobilitas menghambat arus barang. Oleh karena itu, negara dituntut untuk tidak bergantung pada negara lain dalam hal pemenuhan pangan.
Meski demikian, upaya mencapai ketahanan pangan memerlukan pemenuhan tiga subsistem, yakni ketersediaan, akses fisik dan ekonomi, serta penyerapan. ”Ketika terjadi kenaikan produksi, harapannya, angka konsumsi ikan juga meningkat,” katanya.
Pada 2021, angka konsumsi ikan di Kalimantan Tengah berkisar 55,51 kilogram per kapita per tahun atau di atas angka konsumsi ikan nasional 55,37 kilogram per kapita. Upaya peningkatan produksi antara lain ditempuh dengan mengembangkan sentra produksi udang (shrimp estate).
Ketua Forum Peningkatan Konsumsi Ikan Djoko Maryono mengemukakan, masalah utama dalam akses pasar adalah minimnya rantai dingin yang menyebabkan distribusi ikan sulit mencapai daerah pedalaman. Meski demikian, daerah pedalaman dapat mengembangkan produksi ikan air tawar.
Di sisi lain, lanjut Djoko, pengembangan produk olahan ikan perlu terus didorong untuk memenuhi selera pasar yang menyukai produk siap olah dan saji, terutama kelompok masyarakat milenial. ”Peranan industri perikanan untuk mengubah ikan menjadi siap saji sangat penting,” katanya.
Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 diharapkan membawa perubahan pengelolaan cadangan pangan agar lebih efektif dan dinamis. Penyelenggaraan CPP dilakukan lewat pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran.
Pengadaan CPP diutamakan melalui pembelian produksi dalam negeri, termasuk pembelian dari stok komersial Perum Bulog dan atau BUMN Pangan. Adapun penyaluran CPP ditempuh untuk menanggulangi kekurangan pangan, gejolak harga, bencana alam, bencana sosial, dan atau keadaan darurat.