Penghentian Siaran Analog Tak Bisa Ditunda-tunda Lagi
Indonesia termasuk negara di kawasan ASEAN yang tertinggal menyelesaikan migrasi siaran televisi analog ke digital terestrial. Padahal, dengan migrasi, masyarakat memperoleh siaran lebih berkualitas dan internet cepat
Oleh
MEDIANA
·6 menit baca
Pemerintah meminta agar seluruh lembaga penyiaran segera menyelesaikan proses penghentian siaran televisi analog dan beralih penuh ke digital terestrial. Langkah persuasif dinilai tidak cukup efektif. Di sisi lain, pemerintah didesak memiliki terobosan solusi mulai dari peta jalan tenggat penyelesaian penghentian, pembagian bantuan, sampai pengawasan migrasi di daerah.
Saat acara seremonial penghentian siaran televisi analog terestrial Jabodetabek, Kamis (3/11/2022) dini hari, di Jakarta, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, Indonesia termasuk negara di kawasan ASEAN yang tertinggal menyelesaikan migrasi siaran televisi analog ke digital terestrial atau analog switch off (ASO). Brunei Darussalam menyelesaikan ASO pada 2017, Malaysia dan Singapura pada 2019, serta Thailand dan Vietnam 2020.
“Sejumlah negara telah lebih dulu ASO. Pada Konferensi Uni Telekomunikasi Internasional (ITU) tahun 2006 telah diputuskan bahwa 119 negara harus menghentikan siaran televisi analog sebelum 2015. Di ASEAN harus menuntaskan ASO pada 2020,” ujar dia.
ASO merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. ASO juga merupakan program negara untuk mewujudkan transformasi digital. Dia menjelaskan, dengan bermigrasi ke siaran televisi digital terestrial, Indonesia akan memperoleh efisiensi frekuensi 700 megahertz (MHz). Frekuensi ini bisa dimanfaatkan untuk penggelaran layanan internet berkecepatan tinggi. Masyarakat akan diuntungkan dengan siaran televisi terestrial yang lebih berkualitas dan internet lebih cepat.
Dengan adanya ASO, jumlah saluran televisi bisa bertambah banyak. Ini juga berarti memacu pertumbuhan konten lokal. Industri elektronik dalam negeri akan terdampak positif.
Masyarakat akan diuntungkan dengan siaran televisi terestrial yang lebih berkualitas dan internet lebih cepat.
Mahfud menyampaikan, pada 30 April 2022 sudah ada delapan kabupaten/kota mengalami penghentian siaran televisi analog terestrial, seperti Dumai, Bengkalis, dan Belu. Lalu, pada 5 Oktober 2022, lembaga penyiaran publik TVRI telah menghentikan siaran analog di 35 kabupaten kota. Adapun per 2 November 2022 pukul 24.00, 14 kabupaten/kota di Jabodetabek menjadi target penghentian.
“Selanjutnya, penghentian siaran televisi analog terestrial akan diterapkan di wilayah-wilayah siaran yang telah siap secara teknis. Maka, kami minta sekali lagi kepada swasta penyelenggara multipleksing agar segera memenuhi komitmennya, termasuk menyediakan alat bantu penerima siaran digital kepada rumah tangga miskin,” tegas Mahfud.
Dalam konferensi pers Kamis sore, Mahfud menyebutkan, untuk wilayah siaran Jabodetabek, didapati beberapa stasiun televisi swasta yang masih tetap menyiarkan siaran analog terestrial. Mereka adalah RCTI, Global TV, MNC, INews, ANTV, TVOne, dan Cahaya TV. Pihaknya telah mengirim surat pencabutan izin stasiun radio atau ISR.
“Apabila sampai sekarang masih melakukan siaran — siaran analog terestrial, kami anggap ilegal dan bertentangan dengan hukum. Kami mohon agar ditaati, agar pemerintah tidak perlu melakukan langkah polisioner. ASO adalah keputusan internasional,” kata dia.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate pun menekankan hal senada. Dia minta kepada pejabat yang berwenang, termasuk tim Kemkominfo di lapangan dan Bareskrim Polri, untuk melakukan pendekatan persuasif kepada lembaga penyiaran agar segera menyelesaikan migrasi ke siaran televisi digital terestrial. Ketuntasan migrasi bertujuan positif bagi industri penyiaran dan masyarakat.
Beberapa stasiun televisi swasta yang masih tetap menyiarkan siaran analog terestrial. Mereka adalah RCTI, Global TV, MNC, INews, ANTV, TVOne, dan Cahaya TV.
Menkominfo menyampaikan, terdapat 341 kabupaten/kota yang masuk dalam cakupan 112 wilayah siaran atau wilayah yang sudah terbangun infrastruktur pemancar penyiaran. Di kabupaten/kota ini terdapat sekitar 694 lembaga penyiaran dan 148 di antaranya masih bersiaran analog terestrial. Sisanya telah bersiaran simulkas (analog dan digital bersamaan) ataupun sudah sepenuhnya bersiaran digital.
“Di Jabodetabek terdapat 25 lembaga penyiaran. Saya berterima kasih kepada lembaga penyiaran yang sudah melakukan penghentian siaran televisi analog terestrial,” kata Johnny.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Gilang Iskandar saat dihubungi siang, di Jakarta, menceritakan, ATVSI sebelumnya pernah bersurat kepada pemerintah. Surat itu memuat usulan agar tenggat ASO 2 November dilaksanakan secara bertahap. Penahapan dimulai dari wilayah yang tidak termasuk cakupan pengukuran kepemirsaan oleh Nielsen. Wilayah yang belum ASO tetap bisa bersiaran analog dan digital terestrial bersamaan. Tahap penghentian siaran televisi analog terestrial di Jabodetabek dilakukan terakhir.
Namun, kata dia, pemerintah akhirnya memutuskan tanggal 2 November 2022 sebagai pelaksanaan bertahap penghentian siaran televisi analog terestrial yang dimulai dari Jabodetabek. Hal ini disikapi secara berbeda oleh anggota ATVSI. Ada yang mengikuti dan ada yang belum sepaham dengan ketetapan pemerintah itu.
“Inilah dinamika yang harus segera diselesaikan. Kami percaya dalam waktu dekat akan ada titik temu dengan yang belum sepaham itu,” ujar Gilang.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI) Mochamad Riyanto mengatakan, sejak awal ATVNI mendukung digitalisasi penyiaran. Siaran televisi digital terestrial harus berjalan.
Jika implementasi siaran televisi digital terestrial tidak kunjung terjadi, hal ini akan jadi beban bagi industri penyiaran itu sendiri. Sebab, era digitalisasi penyiaran telah berjalan.
“Ketidakpastian pelaksanaan migrasi penyiaran justru jadi beban. Pemerintah bersama pelaku industri penyiaran perlu bertanggung jawab bersama agar masyarakat di mana pun berada bisa menikmati siaran televisi digital terestrial. Hal yang dibutuhkan sekarang adalah pemerataan bantuan alat bantu penerima siaran televisi digital kepada rumah tangga miskin,” ujar dia.
Hal yang dibutuhkan sekarang adalah pemerataan bantuan alat bantu penerima siaran televisi digital kepada rumah tangga miskin
Sementara itu, Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) DKI Jakarta Elwin Mok saat dihubungi terpisah, mengatakan, pihaknya terus berkomunikasi dan berkoordinasi pihak pengiklan melalui Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia, anggota P3I, stasiun televisi, penyedia jasa pengukuran rating televisi, dan pemerintah. Hal ini diharapkan bisa mendukung proses ASO berjalan mulus dan semua pemangku kepentingan di industri periklanan memperoleh manfaat.
“Hal yang perlu diantisipasi adalah ekses bagi industri periklanan di masa transisi. Salah satu yang paling krusial adalah masalah pengukuran yang menjadi basis bagi stasiun televisi, pengiklan, dan agensi periklanan dalam menentukan investasi untuk pemasangan iklan,” ujar Elwin.
Menurut peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Darmanto, sesuai UU No 11/2020, penghentian siaran televisi analog terestrial secara nasional harus dilaksanakan secara penuh tanggal 2 November 2022. Namun, karena masih banyak wilayah layanan siaran yang belum siap, pemerintah akhirnya menundanya sampai batas waktu yang tidak jelas.
Penundaan penghentian siaran analog itu sudah merupakan pelanggaran terhadap undang-undang, maka proses penyelesaiannya jangan lagi terpancang pada peraturan perundang-undangan yang ada. Pemerintah perlu melakukan deskresi untuk mencari terobosan.
Pemerintah dipandang perlu membuat peta jalan ASO secara nasional dilakukan sepenuhnya agar para pelaku industri penyiaran dapat menyiapkan diri secara baik. Pemerintah juga dapat bertindak tegas untuk menjalankan keputusannya.
Penundaan penghentian siaran analog itu sudah merupakan pelanggaran terhadap undang-undang,
Untuk itu, pemerintah perlu menganggarkan dana melalui APBN untuk penyediaan alat bantu penerima siaran televisi digital bagi warga yang berhak untuk mendapatkan subsidi. Dengan demikian, pengadaan subsidi tidak tergantung pada komitmen penyelenggara multipleksing.
Darmanto juga menyarankan agar Kemkominfo membentuk Tim Relawan Pengawas Transisi ASO yang bersifat independen dengan melibatkan berbagai pihak yang beerkomitmen menegakkan kebijakan ASO. Tim harus dibentuk berdasarkan semangat kesukarelawanan sehingga tidak membebani APBN dan akan diisi oleh orang-orang yang benar-benar memiliki komitmen terhadap ASO.
“Namun, agar tim itu memiliki otoritas, perlu dibuatkan surat keputusan oleh Kemkominfo. Tim Relawan Pengawas perlu ada di setiap wilayah provinsi,” kata dia.