Indonesia Dorong Penguatan Rantai Pasok Minyak Nabati Berkelanjutan
Indonesia mendorong penguatan rantai pasok minyak nabati yang berkelanjutan. Dalam pembukaan IPOC 2022 dan 2023 Price Outlook di Nusa Dua, Kamis (3/11/2022), disebutkan, minyak sawit bagian penting dalam ekonomi global.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Kelapa sawit menjadi komoditas yang tangguh di masa pandemi Covid-19 dan berkontribusi penting dalam menopang pemulihan ekonomi. Sebagai negara pengekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) terbesar, Indonesia mendorong dan terlibat aktif dalam inisiatif global untuk menguatkan rantai pasok minyak nabati yang berkelanjutan.
Perihal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutan yang ditayangkan melalui video dalam pembukaan acara Konferensi Minyak Sawit Indonesia (Indonesian Palm Oil Conference/IPOC) ke-18 dan 2023 Price Outlook di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (3/11/2022).
Airlangga menyebutkan, industri minyak sawit menjadi bagian penting dari ekonomi global dan berperan penting dalam perekonomian nasional.
Dalam sambutannya, dia menyatakan, pemerintah menyiapkan peta jalan sesuai Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024 sebagai upaya bersama pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk menyeimbangkan pembangunan sosial ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Regulasi tentang RAN Kelapa Sawit Berkelanjutan itu kemudian diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Hal itu bertujuan untuk memastikan dan meningkatkan pengelolaan dan pengembangan perkebunan kelapa sawit yang sesuai dengan prinsip dan kriteria Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
”Dengan demikian juga meningkatkan penerimaan dan daya saing produk kelapa sawit berkelanjutan di tingkat nasional dan pasar internasional, sekaligus memperkuat upaya percepatan penurunan emisi gas rumah kaca,” kata Airlangga dalam sambutannya.
Indonesia disebut menguasai 58 persen pangsa pasar minyak sawit dunia dan berkontribusi sekitar 40 persen dari total produksi minyak nabati dunia. Kondisi itu, menurut Airlangga, menjadi potensi dan peluang untuk meningkatkan dan memperluas substitusi bahan bakar dari bahan fosil dan petrokimia. Kelapa sawit menjadi komoditas yang memiliki nilai produktivitas lebih tinggi dengan penggunaan lahan lebih sedikit.
Selain untuk kepentingan energi, kelapa sawit juga berkontribusi penting dalam upaya menjaga ketahanan pangan. Airlangga menyatakan, pemerintah mendorong petani untuk menanam jagung, kedelai, dan sorgum sebagai tumpang sari selama tiga tahun dalam rangkaian program tanam ulang (replanting) kelapa sawit untuk menjaga kondisi cashflow petani.
Adapun Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono menyatakan, setelah terdampak pandemi Covid-19, industri kelapa sawit masih menghadapi tantangan luar biasa, termasuk pula dampak dari dinamika perekonomian global, kondisi geopolitik Rusia-Ukraina, dan ancaman terjadinya resesi ekonomi serta isu pangan.
Meski demikian, Joko mengajak kalangan industri sawit tetap optimistis karena terbuka banyak peluang baru di masa depan.
Dalam sambutannya pada pembukaan IPOC ke-18 dan 2023 Price Outlook, Joko mengatakan, dalam kondisi harga-harga mengalami kenaikan (bullish), harga minyak sawit mentah (CPO) secara global menjadi menguntungkan.
Dengan demikian juga meningkatkan penerimaan dan daya saing produk kelapa sawit berkelanjutan di tingkat nasional dan pasar internasional, sekaligus memperkuat upaya percepatan penurunan emisi gas rumah kaca.
Kondisi itu menjadi peluang bagi Indonesia sebagai produsen dan eksportir CPO untuk memainkan peranan penting dalam mengarahkan industri minyak sawit. Joko mengharapkan dukungan dan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada industri sawit nasional dalam upaya mengantisipasi resesi dan mendorong komoditas sawit memiliki ketahanan terhadap ancaman resesi.
Bebas krisis
Dalam sesi konferensi pers, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani menyatakan, industri sawit nasional nyaris tidak mengenal krisis. Bahkan, industri sawit mampu bertahan dan menyumbangkan devisa serta menyerap tenaga kerja.
Hariyadi mengatakan, industri sawit nasional membutuhkan perhatian besar dari pemerintah, terutama dari kementerian terkait, agar mendukung upaya Indonesia menjadi pemain utama industri sawit dunia.
Hariyadi mengungkapkan, kebijakan moratorium ekspor CPO dan beberapa produk turunannya beberapa waktu lalu berdampak besar terhadap industri sawit nasional.
Meski kebijakan pelarangannya berlaku sementara dan sudah dicabut dalam waktu singkat, menurut dia, moratorium ekspor CPO dari Indonesia itu menguntungkan negara kompetitor Indonesia dan merugikan Indonesia.
Namun, dia mengapresiasi kebijakan pembebasan tarif pungutan ekspor CPO yang diterapkan pemerintah.
Menurut Hariyadi, selain memproduksi minyak sawit, industri sawit juga berpeluang besar mendorong substitusi energi dan produk turunan lainnya. Hal itu, ujarnya, menjadi potensi penting yang perlu digarap industri sawit.
Sementara itu, dalam sambutannya pada pembukaan IPOC ke-18 dan 2023 Price Outlook, Chairperson IPOC 2022 Mona Surya menyebutkan, peserta konferensi IPOC di Bali melebihi 1.400 orang, yang berasal dari 21 negara. Penyelenggaraan IPOC ke-18 juga diisi pameran industri kelapa sawit.
Menurut Mona, kehadiran peserta dari sejumlah negara itu menunjukkan IPOC menjadi konferensi yang menarik bagi kalangan industri sawit dunia. IPOC 2022 mengangkat tema ”Lanskap Baru Minyak Nabati Dunia: Peluang dan Tantangan Industri Minyak Sawit”.