Sertifikasi Berkelanjutan untuk Produk Hilir Kelapa Sawit Disusun
Sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil atau ISPO sangat diperlukan supaya pasar internasional menilai produk kelapa sawit yang diekspor telah memenuhi aspek-aspek berkelanjutan.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Agar prinsip-prinsip berkelanjutan dapat diterapkan pada tata kelola minyak kelapa sawit dan turunannya dari hulu ke hilir, pemerintah menyusun aturan teknis sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil atau ISPO di skala perindustrian. Regulasi ini diharapkan dapat mendorong peningkatan konsumsi produk bersertifikat ISPO di dalam negeri dan juga luar negeri.
Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Emil Satria mengatakan, pihaknya tengah menyusun peraturan menteri untuk sertifikasi ISPO pada hilir produk kelapa sawit.
”Regulasi ini akan mengatur sertifikasi ISPO pada rantai pasoknya (kelapa sawit dan produk turunannya),” katanya dalam seminar dalam jaringan bertema ”Masa Depan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO): Menuju Pengakuan Internasional” yang diadakan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Senin (7/6/2021).
Dalam proses penyusunannya, Kementerian Perindustrian telah menunjuk Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) yang akan bekerja sama dengan konsultan independen. DMSI akan menyusun prinsip, kriteria, praktik terbaik (best practices), dan pengidentifikasi terkait sertifikasi ISPO pada produk hilir.
Dalam rancangan aturan tersebut, prinsip-prinsip yang diterapkan terdiri dari penggunaan bahan baku bersertifikasi ISPO; legalitas usaha industri dan rantai pasok; pemenuhan pedoman produksi industri hilir dan rantai pasok; pengutamaan kesejahteraan pemangku kepentingan, kelestarian hidup, dan sosial/budaya; orientasi pada penerimaan pasar produk industri hilir bernilai tambah tinggi; serta sertifikasi yang edukatif.
Adapun produk-produk yang akan didorong untuk memenuhi prinsip-prinsip dan kriteria berkelanjutan ialah cangkang kernel sawit sebagai bahan baku biomassa, minyak kelapa sawit olahan (refined, bleached, deodorized palm oil atau RBD PO) untuk minyak goreng curah dan kemasan konsumsi masyarakat, RBD PO sebagai bahan baku industri, serta minyak kelapa kernel RBD untuk industri. Produk-produk tersebut berorientasi ekspor.
Pemerintah menargetkan aturan ini terbit paling lambat pada Desember 2021. Pada periode awal, Emil menyebutkan, sertifikasi ISPO pada hilir industri akan bersifat sukarela terlebih dahulu.
Regulasi tersebut diharapkan terintegrasi dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia yang mengatur sertifikasi di sisi hulu.
Dalam permentan ini, prinsip-prinsip sertifikasi ISPO bagi perusahaan perkebunan terdiri dari kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, penerapan praktik perkebunan yang baik, pengelolaan lingkungan hidup, sumber daya alam, dan keanekaragaman hayati, tanggung jawab ketenagakerjaan, tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, penerapan transparansi, serta peningkatan usaha secara berkelanjutan.
Head of Sustainability Policy and Compliance PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk Haskarlianus Pasang menilai, Indonesia perlu menguatkan konsumsi dalam negeri terhadap produk-produk bersertifikasi ISPO agar dapat memperoleh pengakuan internasional. Berdasarkan pengalamannya, negara tujuan ekspor menilai kredibilitas ISPO dari konsumsi produk tersebut di pasar domestik.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Dedi Junaedi mengatakan, pemerintah berupaya mengaitkan prinsip-prinsip pada ISPO dengan 17 aspek pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs). Hingga saat ini, dia menyebutkan, ada 12 aspek yang menunjukkan relevansi antara ISPO dan SDGs.
Berdasarkan kajian akademis dari IPB University dan Universitas Jambi, Senior Advisor for Sustainability Yayasan KEHATI Diah Suradiredja memaparkan, minyak kelapa sawit Indonesia berkontribusi pada 8 tujuan dalam SDGs. Jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, minyak kacang kedelai berkontribusi pada 3 tujuan, bunga matahari (5 tujuan), dan rapeseed (1 tujuan).
Dalam mengangkat keselarasan antara ISPO dan SDGs, dia menilai, riset dan data mesti menjadi tulang punggung narasi diplomasi. Di dalam negeri, setiap pemangku kepentingan juga harus berani mengkritisi perkembangan penerapan ISPO.
Penasihat Forum Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan Rusman Heriawan memaparkan, sebanyak 682 sertifikat ISPO di sisi hulu atau setara dengan 5,77 juta hektar perkebunan kelapa sawit sudah terbit hingga akhir 2020. Jika dibandingkan dengan total perkebunan kelapa sawit yang seluas 16,38 juta hektar, sertifikasi ISPO baru mencapai 35 persen.
Rinciannya, perkebunan kelapa sawit milik swasta yang sudah bersertifikasi ISPO mencapai 62,76 persen dari 8,68 juta hektar. Perkebunan milik negara mencapai 32,53 persen dari 0,98 juta hektar. Sayangnya, perkebunan rakyat hanya sebesar 0,19 persen dari total luas 6,72 juta hektar.