Korban Kecelakaan Lalu Lintas Didominasi Pengendara Sepeda Motor
Usia produktif pun diperkirakan akan cukup tinggi menjadi korban kecelakaan lalu lintas. Dari data Jasa Raharja, mereka yang berusia 25-55 tahun berkontribusi sangat tinggi menjadi korban kecelakaan.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Hendro Sugiatno mengatakan, angka fatalitas akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia rata-rata mencapai 30.000 jiwa per tahun atau setara 3-4 orang meninggal per jam. Sebesar 74 persen fatalitas kecelakaan lalu lintas melibatkan sepeda motor. Tingkat kepatuhan berlalu lintas menjadi kunci keselamatan berkendara.
“Mayoritas korban kecelakaan lalu lintas adalah usia produktif sekitar 77 persen. Kerugian ekonomi Indonesia akibat kecelakaan lalu lintas mencapai sekitar Rp 328 triliun per tahun atau 2 persen dari produk domestik bruto,” ujar Hendro dalam seminar nasional bertajuk “Memanusiakan Jalan Tol dan Inovasi Integrasi Perkotaan Smart Berkelanjutan” di Yogyakarta, Kamis (3/11/2022), secara hibrida.
Terkait tingginya korban pengendara sepeda motor dalam kecelakaan lalu lintas di Indonesia, lanjut Hendro, berkorelasi dengan tingginya pertumbuhan jumlah sepeda motor. Selain itu, tingkat kepatuhan pengendara terhadap aturan lalu lintas yang berlaku juga sangat signifikan terhadap angka kecelakaan.
“Penyebab lainnya adalah sebesar 17 persen kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kendaraan yang kelebihan dimensi dan muatan (over dimension over loading/ODOL). Persoalan pelik angkutan barang yang melanggar aturan ODOL perlu diminimalisir, karena fatalitas kecelakaannya luar biasa,” katanya.
Hendro menambahkan, usia produktif pun diperkirakan akan cukup tinggi menjadi korban kecelakaan lalu lintas. Dari data Jasa Raharja, mereka yang berusia 25-55 tahun berkontribusi sangat tinggi menjadi korban kecelakaan. Secara spesifik, sekitar 68,23 persen laki-laki dan 31,77 persen adalah perempuan.
“Dari data Tim Kerja Universitas Gadjah Mada dan Universitas Indonesia, akibat korban meninggal dunia, sebesar 62,5 persen keluarganya mengalami pemiskinan, sedangkan korban luka berat membuat 20 persen keluarganya mengalami pemiskinan. Apapun alasannya, korban kecelakaan merupakan masalah kemanusiaan yang harus diperjuangkan untuk dapat diminimalisir sekecil mungkin,” tegas Hendro.
Di acara yang sama, Operation and Maintenance Management Group Head PT Jasa Marga (Persero) Tbk Atika Dara Prahita mengatakan, “Untuk menwujudkan jalan tol berkeselamatan, tentunya Jasa Marga berada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Komunikasi visual yang diterapkan selama ini adalah bagaimana meningkatkan kesadaran pengguna jalan agar fokus sehingga mengurangi fatalitas kecelakaan.”
Secara teori, menurut Atika, ada tiga konsep jalan berkeselamatan. Pertama, self explaining yaitu menjelaskan karakteristik jalan, antara lain, tikungan disediakan struktur delineasi, rambu, penerangan dan sebagainya untuk menjelaskan kondisi geometrik jalan.
Kedua, self enforcement yaitu perangkat teknologi yang kini berkembang, seperti sistem tilang elektronik atau electronic traffic law enforcement (ETLE) dan weigh in motion (WIM) sebagai perangkat yang mendeteksi beban angkut kendaraan terutama terhadap angkutan barang yang kelebihan muatan, diharapkan dapat mengatur pengemudi sehingga bisa berkeselamatan di jalan. Ada pula sejumlah kamera pemantau di jalan tol. Ketiga, forgiving road yaitu meminimalisir fatalitas kecelakaan.
“Kita tidak bisa menghindari kecelakaan terjadi di jalan tol, tetapi yang bisa dilakukan adalah bagaimana membuat jalan tol ini ‘memaafkan’. Artinya, kita mengimplementasikan beberapa sarana yang bisa mengurangi fatalitas kecelakaan, seperti pembatas jalan,” ucap Atika.
Saat ini, lanjut Atika, tingkat fatalitas kecelakaan yang terjadi di jalan tol Jasa Marga sebesar 5,7 persen. Dalam satu hari, rata-rata terjadi sebanyak empat kecelakaan di tol Jasa Marga. Lalu, tingkat fatalitas kecelakaannya pada tahun 2022 sebesar 1,26. Artinya, ada korban satu orang korban meninggal dalam tiga hari.
Penyebabnya sebesar 85 persen adalah pengemudi, antara lain kurangnya sikap antisipasi dalam mengemudi (52 persen). Penyebab lainnya adalah kendaraan yang kelebihan dimensi dan muatan (ODOL) sekitar 21 persen, melampaui batas kecepatan sekitar 8 persen, dan paling besar adalah truk-truk under speed sekitar 75 persen.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono menambahkan, upaya meminimalisir kecelakaan lalu lintas secara prinsip adalah tingkat kepatuhan. Tidak hanya kepatuhan bagi pembuat jalan, tetapi juga terutama pengguna jalan.
Selain itu, sikap beradab juga diperlukan. Artinya, ada cara berpikir inovatif. Kehadiran jalan tol semestinya mampu memajukan taraf hidup peradaban manusia. “Masak lewat jalan tol, kita masih merasakan jalan-jalan yang berlubang? Karena itu, penyediaan jalan tol yang semakin baik sangat dibutuhkan. Bukan hanya untuk kelancaran berkendara, tetapi juga mencegah atau menimalisir tingkat fatalitas kecelakaan,” jelas Taufik.