Pemerintah memberikan penawaran stimulus berupa insentif ”super tax deduction” atau potongan pajak bagi perusahaan yang terlibat dalam kegiatan vokasinal.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan dan pelatihan vokasi cukup strategis sebagai salah satu metode meningkatkan kompetensi sumber daya manusia. Pemerintah menawarkan super tax deduction hingga 200 persen kepada kalangan dunia usaha dan industri apabila terlibat aktif dalam pendidikan dan pelatihan vokasi tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan hal itu saat menghadiri penutupan Festival Pelatihan Vokasi dan Job Fair Nasional 2022, Minggu (30/10/2022), di Jakarta. Ia mengatakan, pendidikan dan pelatihan vokasi harus berjalan beriringan dan saling melengkapi satu sama lain.
Pemerintah mendorong perbaikan tata kelola pendidikan dan pelatihan vokasi melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi. Perpres ini memberikan koridor yang jelas terkait mandat orkestrasi pelatihan vokasi di Kementerian Ketenagakerjaan dan pendidikan vokasi di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Pendidikan Tinggi. Dengan demikian, tumpang tindih kebijakan terkait pelaksanaan kegiatan vokasi dapat segera diharmonisasikan.
Menurut Airlangga, pemerintah juga telah menyusun strategi nasional vokasi yang berisi sasaran strategis dan rencana tindak perbaikan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi secara komprehensif. Strategi ini mencakup penyediaan sistem informasi pasar kerja; penguatan peran dunia usaha dan dunia industri dalam kegiatan vokasi; serta peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi melalui penyelenggaraan yang berbasis kebutuhan pasar kerja.
“Pemerintah sudah punya penawaran stimulus berupa insentif super tax deduction yang merupakan potongan pajak bagi perusahaan yang terlibat dalam vokasinal. Sebagai contoh, magang dan guru industri. Total potongan pajak paling tinggi sebesar 200 persen dari total biaya yang dikeluarkan perusahaan,” kata Airlangga.
Di acara yang sama, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menambahkan, pekerja harus tetap fokus meningkatkan kompetensi. Sejalan dengan Strategi Nasional Vokasi, satu dari sembilan lompatan yang dilakukan pemerintah adalah transformasi balai latihan kerja (BLK). BLK kini bernama Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP).
Transformasi BLK tersebut, lanjut Ida, adalah dengan mereformasi kelembagaan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, melakukan inovasi pelatihan yang dapat menjawab tantangan ketenagakerjaan kontemporer, dan merevitalisasi fasilitas.
“Semua pelatihan vokasi kami upayakan mengikuti selenggarakan standar kompetensi, baik Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI) maupun internasional,” ujar Ida.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar saat dihubungi terpisah, berpendapat, karena pelatihan vokasi jadi tuntutan utama, maka BPVP wajib dikembangkan. Berdasarkan pengamatannya, BPVP yang dikelola kementerian cenderung lebih terkelola dengan baik. Sementara BPVP di daerah berada dalam kondisi sebaliknya.
“Pelatihan vokasi harus menjadi program strategis nasional. Dengan demikian, pemerintah daerah dapat berperan lebih aktif mengembangkan BPVP. BPVP akhirnya dapat memberikan pelatihan yang sesuai dengan permintaan dan kebutuhan industri,” tutur Timboel.
Perketat pengawasan
Lebih jauh, kata Timboel, pelatihan vokasional di BPVP seharusnya bisa diintegrasikan dengan program lainnya. Misalnya, program jaminan kehilangan pekerjaan dan kartu prakerja. Hal ini akan menambah nilai tambah BPVP dan memudahkan upaya pemerintah meningkatkan kembali kompetensi pekerja yang pernah kehilangan pekerjaan.
Menurut Timboel, adanya insentif pemerintah kepada perusahaan yang mau ambil peran terlibat dalam pelatihan ataupun pendidikan vokasi itu adalah hal positif. Selama ini, sudah ada sejumlah perusahaan terlibat melalui program magang. Magang dapat membantu siswa atau mahasiswa mengetahui kompetensi dan kondisi nyata dunia kerja.
Namun, pada saat bersamaan terdapat sejumlah serikat pekerja atau buruh mengkhawatirkan program magang yang diselenggarakan oleh perusahaan. Alasannya, magang bisa menjurus ke penyelundupan tenaga kerja.
“Hal itu seharusnya tidak menghalangi pemerintah untuk tetap memberikan insentif kepada perusahaan. Pemerintah cukup meningkatkan pengawasan,” imbuh Timboel.
Sebelumnya, telah dijalin kerja sama antara perguruan tinggi dan lembaga kursus dan pelatihan (LKP) yang difasilitasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Kursus dan Pelatihan, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, dilakukan di Bogor, Jawa Barat, Rabu (21/9). Kesepakatan untuk pengakuan hasil belajar LKP lewat Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) dilakukan empat perguruan tinggi dengan 54 LKP (Kompas, 23/9).
Lewat kerja sama tersebut, peserta didik dari lulusan LKP dapat diterima masuk dengan program RPL di Universitas Negeri Surabaya, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Terbuka, dan Universitas Negeri Jakarta. Peserta LKP yang mengikuti program RPL akan dihitung angka kreditnya ketika melanjutkan ke perguruan tinggi. Sebagai contoh, peserta kursus yang mengikuti 1-2 tahun pendidikan di LKP bisa diakui hingga 24 SKS, atau masuk di perguruan tinggi langsung di semester ketiga.