Pelindo dan TII Sepakat Jajaki Kolaborasi Perkuat Tata Kelola Pelabuhan
PT Pelabuhan Indonesia (Persero) dan Transparansi Internasional Indonesia menjajaki kerja sama dalam memperkuat tata kelola perusahaan yang baik (GCG) Pelindo. Pelabuhan Tanjung Priok menjadi model kerja sama.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – PT Pelabuhan Indonesia (Persero) dan Transparansi Internasional Indonesia menjajaki kerja sama dalam memperkuat tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance Pelindo. TII sebagai organisasi masyarakat sipil gobal anti-korupsi meninjau secara langsung proses bisnis dan pelayanan operasional di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, melalui ruang perencanaan dan kontrol terintegrasi atau integrated planning and control room.
Di ruang ini terdapat dasbor marine traffic, terminal petikemas, terminal multipurpose, dan manajemen lalu lintas. Fungsinya adalah untuk memudahkan komunikasi antara petugas pelayanan kapal dan pelayanan barang sehingga terdapat sinergi di antara keduanya, termasuk dalam data transaksi maupun eksekusi pekerjaan.
Kepala Grup Sekretariat Perusahaan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo, Ali Mulyono menyatakan, Pelindo berkomitmen penuh dalam penguatan kepatuhan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) di setiap proses dan lini bisnis perusahaan.
Kedua belah pihak berdiskusi tentang potensi kerja sama yang dapat dilakukan ke depan. Hadir dalam kunjungan TII ke Kantor Pusat Pelindo, Jakarta, Jumat (28/10/2022), antara lain Sekretaris Jenderal TII, J Danang Widiyoko; Deputi Sekretaris Jenderal TII, Wawan Suyatmiko; dan Group Head Satuan Pengawasan Internal Pelindo, Widodo.
Menurut Ali, sebagai upaya menciptakan lingkungan kerja yang patuh dan selaras dengan prinsip-prinsip GCG, Pelindo telah mengimplementasikan beberapa program kerja, antara lain, sosialisasi GCG di seluruh wilayah kerja Pelindo, penerapan sistem manajemen anti penyuapan (SMAP), dan ISO 37001:2016.
Ada pula penandatanganan pakta integritas, pelaporan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara) secara rutin, aplikasi single whistle blowing system (WBS) yang terintegrasi di Pelindo Group, pembentukan Unit Pengelola Gratifikasi (UPG), kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait upaya pemberantasan korupsi, serta kerja sama dengan kejaksaan (Jamdatun) terkait penanganan masalah hukum.
Pada bisnis inti perusahaan atau sisi operasional, kepatuhan GCG diterapkan Pelindo, antara lain, dalam penggunaan metode pembayaran non-tunai setiap transaksi, optimalisasi digitalisasi dalam proses operasional, serta pengadaan barang dan jasa bersama atau terpusat sehingga meminimalisir adanya tindak korupsi atau mungkin terjadi kecurangan.
“Ke depan kami akan terus memperkuat area of improvement tata kelola di berbagai lini perusahaan, salah satunya melalui kolaborasi dengan Transparansi Internasional Indonesia,” ujar Ali dalam keterangan pers.
Danang mengatakan, Pelindo harus patuh dengan semua standar global. Utamanya dengan mengadopsi prinsip-prinsip good governance, menerapkan prinsip dan menjalankan bisnis yang transparan, akuntabel dan partisipatif serta bersih dari korupsi dan berintegritas.
“Saya lihat Pelindo sudah mengadopsi semua. Tantangannya kini adalah bagaimana pelaksanaan, implementasi dan evaluasinya. Harapan saya, WBS terus diperkuat karena dari situ upaya perbaikan bisa dilakukan. Ke depannya perlu dilakukan survei pada seluruh pihak yang berinteraksi dengan Pelindo, sehingga mampu mendorong perbaikan ke arah yang lebih maju secara terus-menerus," ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, mengatakan, pembenahan tata kelola ini perlu kerja sama kuat antar-instansi terkait pelabuhan. Ditjen Bea Cukai pun menjalin kolaborasi dengan Pelindo dan Direktorat Perhubungan Laut. Dalam pemetaannya, ada area-area yang perlu diperkuat dan memperbaiki sistem terintegrasi pelabuhan, terutama Tanjung Priok.
Menurut Askolani, beberapa aspek yang perlu diperkuat, pertama-tama adalah dari sisi proses bisnis. Harapannya, proses yang dibangun Pelindo, Kementerian Perhubungan, dan Bea Cukai harus bisa terkoneksi agar tidak terjadi sikap egosentris.
Kedua, sistem dan teknologi informasi perlu dilakukan in line sehingga Pelindo akan mampu survive dan lebih maju lagi, sementara kinerja Kementerian Perhubungan akan naik. Sedangkan kinerja Bea Cukai akan lebih efisien dari sisi kepabeanan.
Harapannya, proses yang dibangun Pelindo, Kementerian Perhubungan, dan Bea Cukai harus bisa terkoneksi agar tidak terjadi sikap egosentris.
“Itu akan lebih terasa nendang, bukan hanya masalah di Pelabuhan Tanjung Priok, tetapi juga masalah nasional dan kompetitif dengan dunia,” ujar Askolani.
Selain itu, penataan infrastruktur perlu dilakukan. Tanpa pembenahan infrastruktur, langkah-langkah yang menyebabkan ketidakefisienan tidak bisa dihilangkan. Bea Cukai menjajaki langsung, ternyata sudah ada pekerjaan tertentu yang ditangani oleh pihak ketiga. Ego sektoral kerap menyebabkan pengguna jasa layanan pelabuhan harus membayar pungutan beberapa kali.
“Siapapun yang singgah, semestinya pembayaran hanya dilakukan satu kali. Ini yang masih kerap terjadi di lapangan, bahkan asosiasi pengguna jasa pelabuhan harus bisa memberikan masukan untuk perbaikan bersama. Minimal, kita harus berkolaborasi untuk mencapai tujuan tata kelola yang maksimal,” kata Askolani.
Askolani menambahkan, apabila kerja sama yang dibangun ini sukses, semua bisa diduplikasikan sistemnya ke pelabuhan-pelabuhan lain di Indonesia.