Penyaluran rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah berpotensi melambat sebagai dampak pelemahan daya beli dan perlambatan ekonomi. Diperlukan terobosan untuk mendorong penyaluran kredit rumah bersubsidi.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat atau BP Tapera diminta mengantisipasi dampak perlambatan kondisi perekonomian terhadap penyaluran fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan atau FLPP bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Hingga triwulan III (Januari-September) 2022, penyaluran kredit pemilikan rumah bersubsidi melalui FLPP tercatat 154.010 atau 68,15 persen dari target tahun ini sebesar 226.000 unit.
Ketua Umum Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan dan Perkotaan Indonesia atau Housing Urban Development (HUD) Institute, Zulfi Syarif Koto, mengungkapkan, muncul kecenderungan penyerapan rumah bersubsidi melandai. Hal itu dipicu oleh turunnya daya beli masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang menjadi sasaran penyaluran FLPP.
Pandemi Covid-19 dan pelemahan ekonomi dinilai menyebabkan sejumlah konsumen yang masuk kategori MBR terjerat utang sehingga tidak lagi layak bank (bankable). Sebagian calon pembeli yang sudah membayar tanda jadi ataupun cicilan uang muka pembelian rumah bersubsidi terpaksa mundur karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau terimbas kondisi ekonomi.
”Kebutuhan rumah masih tinggi, tetapi kemampuan (MBR) untuk membeli mulai turun,” ujarnya, saat dihubungi, Sabtu (15/10/2022), di Jakarta.
Zulfi menambahkan, di tengah kekhawatiran melemahnya daya beli dan daya cicil masyarakat berpenghasilan rendah, BP Tapera perlu segera melakukan terobosan penyaluran FLPP. Upaya itu dengan meningkatkan kolaborasi dengan perbankan, pengembang, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Di antaranya, menginisiasi perpanjangan tenor untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR)-FLPP dan pelonggaran persyaratan.
Secara terpisah, Direktur Sistem Manajemen Investasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Safriadi mengemukakan, BP Tapera diharapkan lebih tanggap mengantisipasi dampak kondisi perekonomian saat ini terhadap sektor perumahan, khususnya dalam penyaluran FLPP.
”Kondisi makro, stabilitas pasar uang, inflasi harus menjadi perhatian juga, sejauh mana dampaknya terhadap sektor perumahan. Dengan melakukan mitigasi risiko, (dapat dilakukan) antisipasi arah global dan pengaruhnya nanti ke penyaluran FLPP,” ujar Safriadi, dalam keterangan pers, Jumat (14/10), pada Rapat Evaluasi Bank Penyalur Dana FLPP Triwulan III-2022 di Mataram pada 13-14 Oktober 2022.
Safriadi menambahkan, BP Tapera diharapkan tidak hanya berperan memenuhi target penyaluran FLPP yang ditetapkan, tetapi juga memberi nilai tambah. Masih banyak ruang untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan hingga akhir tahun ini. ”Pencapaian sisa target di 32 persen harus bisa diraih di sisa waktu yang ada di tahun ini. Pencapaian BP Tapera harus lebih baik daripada ekspektasi yang ada,” lanjutnya.
Komisioner BP Tapera, Adi Setianto, menyampaikan, realisasi kredit pemilikan rumah bersubsidi melalui FLPP sampai dengan triwulan III-2022 mencapai 154.010 senilai Rp 17,12 triliun atau 68,15 persen dari target penyaluran KPR-FLPP tahun ini sebesar 226.000 unit. Sisa target penyaluran sejumlah 71.990 unit atau 32 persen diharapkan dapat tercapai pada akhir tahun.
”Kita harus bekerja keras untuk menyalurkan sisa target hingga tahun ini agar sesuai dengan komitmen yang ada. Layanan, kualitas rumah, dan ketepatan sasaran jangan pernah dikesampingkan,” kata Adi.
Penyaluran KPR-FLPP tertinggi per triwulan III-2022 dicapai oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk yang sebanyak 80.954 unit, disusul BTN Syariah sebanyak 17.602 unit, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebanyak 15.069 unit.
Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Haryo Bekti Martoyoedo mengingatkan, bank penyalur FLPP perlu melakukan percepatan strategi untuk mencapai target penyaluran FLPP dalam sisa waktu 2,5 bulan mendatang, dengan tetap memperhatikan kualitas rumah bersubsidi. “Kualitas rumah adalah hal penting. Mohon kepada perbankan untuk mengawasi hal ini,” kata Haryo.