Wisatawan Nusantara Diandalkan untuk Jaga Gairah Pariwisata
Selain kolaborasi antarpelaku industri, upaya lain yang dinilai bisa menjaga minat wisatawan Nusantara adalah mengembangkan program minat khusus yang lebih tersegmentasi. Indonesia memiliki basis konsumen yang besar.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pergerakan wisatawan domestik menjadi andalan industri pariwisata yang berusaha pulih dari pandemi Covid-19. Namun, kini sektor ini mesti berhadapan dengan ketidakpastian situasi ekonomi. Selain kolaborasi promosi antarpelaku industri, upaya lain yang bisa dilakukan untuk menjaga minat wisatawan Nusantara adalah mengembangkan program pariwisata minat khusus dan produk industri kecil menengah (IKM) lokal.
Ketua Umum Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI) Riyanto Sofyan mengatakan, jumlah perjalanan wisatawan Nusantara turun 40 persen pada saat pandemi Covid-19. Nilai belanja wisatawan domestik pun turun dari rata-rata Rp 2 juta per orang pada tahun 2019 menjadi rata-rata Rp 1,2 juta per orang. Nilai belanja itu kini sudah mencapai Rp 2 juta per orang walaupun secara jumlah perjalanan belum mendekati jumlah tahun 2019.
Dari sisi okupansi kamar hotel, Riyanto menyebut rata-rata penurunan tingkat hunian pada saat pandemi tahun 2020 mencapai 70 persen. Pada saat ini, tingkat okupansi kamar hotel sudah merangkak naik karena ada pelonggaran pembatasan sosial.
”Kami (pelaku industri perhotelan) sudah mulai mengalami break event point dari sisi cashflow. Hal ini patut kami syukuri,” ujar Riyanto usai penandatanganan nota kerja sama antara PPHI dan Crescentrating serta diskusi ”Accelerating the Revival of Indonesia Tourism Industry: Capitalizing on the Muslim Friendly Travel Market” di Jakarta, Jumat (14/10/2022).
Nota kerja sama antara PPHI dan Crescentrating meliputi, antara lain penyelenggaraan Global Muslim-Friendly Tourism Summit 2023, program rating dan akreditasi pelaku industri pariwisata ramah Muslim, dan travel fair.
Menurut dia, para pelaku industri pariwisata sekarang marak berkolaborasi agar bersama-sama pulih dari pandemi. Sebagai contoh, ada pelaku industri yang menyediakan standby package yang berisi penawaran tiket pesawat terbang, hotel, hingga makanan. Paket seperti ini juga lebih diminati oleh wisatawan Nusantara.
”Kami pun lebih efisien (promosi/pemasaran). Kondisi tahun depan mungkin akan lebih banyak menggaet wisatawan Nusantara dan wisatawan mancanegara yang lokasinya dekat dengan Indonesia,” kata Riyanto.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah tetap mengembangkan daya tarik pariwisata yang lebih tersegmentasi.
Staf Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Andi Maipa Dewandaru mengatakan, ketidakpastian kondisi makroekonomi global dan kenaikan inflasi dalam negeri akan berpengaruh ke perjalanan wisawatan Nusantara ataupun kunjungan wisatawan mancanegara. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah tetap mengembangkan daya tarik pariwisata yang lebih tersegmentasi, misalnya wisata minat khusus.
Pada saat pembatasan sosial karena pandemi Covid-19, daerah yang amat tergantung dengan pariwisata, seperti Bali, terpuruk. Tingkat okupansi kamar hotel di sana turun sampai di bawah 60 persen.
”Kami masih optimistis, situasi ekonomi tahun ini dan depan tidak sampai membuat pelaku industri pariwisata kembali terpuruk. Kami ajak semua pelaku industri dan pemerintah daerah tetap promosi ataupun mengembangkan daya tarik pariwisata yang lebih tersegmen dan personal,” kata Andi.
Sementara itu, Direktur Industri Produk Halal Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Afdhal Aliasar berpendapat, komunitas lokal di destinasi pariwisata perlu dibangun. Kalaupun sudah ada, komunitas lokal di destinasi perlu lebih didorong semakin maju.
KNEKS telah mengajak Kementerian Perindustrian untuk mengembangkan sentra-sentra IKM yang sesuai dengan potensi sumber daya/budaya di daerah. Sebagai contoh, di Sumatera Barat kaya dengan tradisi kuliner tradisional. Maka, sentra IKM kuliner tradisionalnya perlu diperkuat sehingga bisa mendatangkan wisatawan, setidaknya wisatawan lokal.
”Kondisi perekonomian global menunjukkan arah tidak baik, tetapi hal itu seharusnya tidak lantas membuat Indonesia diam saja. Indonesia memiliki basis konsumen yang besar yang berarti ketahanan wisatawan lokal harus tetap dijaga,” ujarnya.