Rumah ”Compact” yang Semakin Berkembang
Tren rumah ’compact’ atau rumah berukuran kecil terus berkembang di tengah tingginya minat mencari hunian tapak. Bahkan, kehadiran rumah ’compact’ disebut-sebut menggeser pasar apartemen. Apakah benar demikian?

Keterbatasan lahan dan kian mahalnya harga tanah di perkotaan telah menggeser pilihan sebagian masyarakat untuk memiliki rumah. Model rumah simpel ukuran kecil atau compact di lahan sempit mulai berkembang sebagai alternatif hunian dan investasi properti.
Tren rumah compact yang dibangun di lahan sempit 30-70 meter persegi terus berkembang. Pandemi Covid-19 mendorong orang bekerja dari rumah dan berlanjut dengan pola kerja hibrida. Hal ini menggeser animo sebagian konsumen untuk mencari hunian tapak.
Head of Research di JLL Indonesia Yunus Karim saat dihubungi pada Selasa (11/10/2022) mengatakan, dari sisi pembeli, masyarakat Indonesia saat ini cenderung memilih rumah tapak sebagai tempat tinggal. Sebaliknya, sampai triwulan II-2022, pasar kondominium di Jakarta secara umum tidak banyak bergerak dan mengalami perubahan harga.
”Konsep perumahan vertikal, khususnya kondominium, masih relatif baru di Indonesia. Situasinya berbeda dibandingkan dengan kota-kota di negara lain, seperti Singapura, Hongkong, dan Jepang,” katanya.
Masyarakat Indonesia saat ini cenderung memilih rumah tapak sebagai tempat tinggal. Sebaliknya, sampai triwulan II-2022, pasar kondominium di Jakarta secara umum tidak banyak bergerak dan mengalami perubahan harga.
Menjelang akhir Agustus 2022, muncul viral di Twitter mengenai harga apartemen yang anjlok. Viral kabar turunnya harga jual ataupun sewa apartemen tetap berlanjut sampai sekarang.
Cindy Maygift, karyawan pemasaran di salah satu perusahaan konsultan arsitektur di BSD, Serpong (Tangerang Selatan), memilih tinggal di indekos dibandingkan dengan apartemen karena merasa biaya sewa dan pemeliharaan apartemen lebih mahal. Tinggal di apartemen juga menuntut penghuninya mengisi interior, berarti menambah pengeluaran. Tingkat kepraktisan tinggal di apartemen kalah dengan tinggal di indekos.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2020%2F06%2F04%2F202006040SA03_1591271507_jpg.jpg)
Pembangunan infrastruktur jalan tol di kawasan BSD City, Serpong, Banten, semakin mendongkrak minat pengembang untuk terus membangun hunian, baik apartemen maupun rumah tapak.
Tempat indekos yang kini ditinggali Cindy berbentuk rumah tapak compact. Dalam satu rumah terdiri atas enam kamar. Lokasinya terletak di Piazza The Mozia, BSD, Serpong. Di sekitar kompleks tersedia kedai kopi dan minimarket. Tarif sewa kamar indekos di kompleks itu, lanjut Cindy, berkisar Rp 1,6 -Rp 2 juta per bulan. Nilai ini dianggap lebih murah dibandingkan dengan sewa apartemen. ”Mirip dormitory. Tidak ada ruang tamu. Dapurnya pun mini sehingga memang pas buat tinggal tidur dan pergi bekerja,” katanya.
Tren pasar tempat indekos di rumah compact mendorong Lia, warga Serpong, membeli unit di kluster Vanya Park- BSD City pada Agustus 2022 dengan luas tanah 34 m2 dan bangunan tiga lantai seluas 89 m2. Rumah itu terdiri atas 6 kamar dan diperuntukkan bagi bisnis tempat indekos. Ia mengemas hunian dengan fasilitas setara apartemen. Dalam kurun waktu satu bulan sejak dibeli, senua unit laku tersewa.
Menurut Lia, dengan status kepemilikan hak milik (SHM), pajak rumah dan iuran pemeliharaan lingkungan (IPL) rumah compact lebih murah ketimbang investasi apartemen. Ia membandingkan, jika dengan budget Rp 1 miliar bisa mendapatkan tiga apartemen tipe studio, dengan membeli rumah compact bisa didapat 6 kamar.
”Kami menilai, prospek ke depannya bagus. Ditambah lagi dengan kondisi new normal ini, cara kerja offline bergantian dengan sistem online sehingga permintaan untuk indekos mulai naik,” katanya.
Rumah ’compact’ dirancang dengan memaksimalkan fungsi seluruh bagian hingga sudut rumah. Meski berukuran kecil, rumah ’compact’ tidak berarti lebih murah dibandingkan dengan apartemen. Segmentasi pasarnya juga berbeda.
Beda segmentasi
Ketua Ikatan Arsitek Indonesia Georgius Budi Yulianto menilai, munculnya pergeseran nilai dalam memilih rumah, antara lain, didorong generasi milenial. Di masa lalu, orang lebih menyukai rumah dengan pekarangan. Namun, saat ini masyarakat milenial yang mendominasi permintaan properti lebih menyukai rumah yang praktis.
Konsep hunian rumah compact dirancang dengan memaksimalkan fungsi seluruh bagian hingga sudut rumah. Meski berukuran kecil, rumah compact tidak berarti lebih murah dibandingkan dengan apartemen. Segmentasi pasarnya juga berbeda. ”Harga compact house tidak murah karena didesain artisan dan punya brand sehingga ketika dijual lagi punya nilai lebih,” katanya.
Berkembangnya rumah compact turut dipengaruhi strategi pemasaran pengembang. Generasi milenial, lanjut Budi, belum tentu mampu menjangkau rumah compact yang harganya di atas Rp 900 juta per unit. Sebagian kaum milenial urban cenderung mencari harga rumah yang lebih terjangkau di bawah Rp 700 juta, bahkan sebagian masih menyewa rumah jika belum memiliki dana cukup.
Baca juga: Rumah Tapak Lebih Diminati
Di sisi lain, desain rumah compact berpotensi mengabaikan beberapa aspek, seperti besaran ruang dan ergonomis. Dari studi ergonomis, ada persyaratan jarak minimum untuk kenyamanan ruang gerak. Sebagai contoh, untuk kamar tidur, setiap orang membutuhkan ruang gerak sedikitnya 6 m2-9 m2. Rumah yang dibuat berukuran kecil membuat ruang gerak semakin terbatas. Semakin padat suatu ruangan berpotensi mendorong perilaku orang semakin agresif.
”Konsumen yang rasional akan berhitung hunian yang sesuai dengan budget, jarak tempuh dengan lokasi kerja, serta kenyamanan hunian,” katanya sambil menambahkan, tren hunian yang berkembang pada masa mendatang adalah hunian yang dekat dengan akses transportasi, baik apartemen maupun rumah tapak. Apartemen yang terkoneksi dengan moda transportasi massal dinilai punya potensi besar ke depan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F12%2F30%2Fc75373fd-80e3-430e-9e9a-cb6b7a6f1805_jpg.jpg)
Hunian apartemen di kawasan Cawang, Jakarta Timur, Kamis (30/12/2021). Apartemen yang letaknya strategis di pusat kota dan tempat kerja masih menjadi pilihan bagi kaum urban. Kemudahan dalam mobilitas dan aktivitas harian menjadi alasannya.
Hal senada dikemukakan Ketua Umum Asosiasi Real Estate Broker Indonesia Lukas Bong. Apartemen tidak berkompetisi langsung dengan pasar rumah tapak compact. Permintaan pasar terhadap apartemen masih kecil sampai sekarang, tetapi tidak berarti pasar apartemen suram. Apartemen umumnya memiliki keunggulan lokasi lebih strategis, dekat dengan tol, dan fasilitas lengkap.
Sementara itu, kemunculan rumah tapak compact berasal dari kreativitas pengembang menyiasati daya beli masyarakat yang turun. Pengembang memperkecil ukuran luas tanah dan bangunan sehingga harga tetap bisa terjangkau konsumen.
”Ini soal gimmick. Apartemen tidak berkompetisi langsung dengan rumah compact karena memang harus ada dilihat kaitannya dengan kebutuhan setiap orang,” imbuh Lukas.
Ia mengakui, biaya pemeliharaan apartemen tetap berjalan meskipun apartemen bersangkutan kosong. Oleh karena itu, sejumlah apartemen di pinggiran Jakarta dijual dengan harga ”murah”. ”Kabar harga jual atau sewa apartemen yang anjlok tidak bisa digeneralisir (disamaratakan terjadi di seluruh apartemen). Di pinggiran Jakarta memang iya. Akan tetapi, apartemen-apartemen yang berlokasi dekat kampus atau kompleks perkantoran sudah mulai pulih okupansi setelah pelonggaran pembatasan sosial,” ujar Lukas.
Ada konsumen memilih apartemen karena mobilitas bekerja yang tinggi. Ada pula konsumen yang ingin punya aset tanah dan bangunan sehingga memilih membeli rumah tapak meskipun ’compact’.
Praktisi bisnis properti dari Fam Estate, Fahmi Alhaddad, memiliki pendapat senada. Setiap konsumen properti memiliki perilaku berbeda-beda. Sebagai gambaran, ada konsumen memilih apartemen karena mobilitas bekerja yang tinggi. Ada pula konsumen yang ingin punya aset tanah dan bangunan sehingga memilih membeli rumah tapak meskipun compact.
Popularitas rumah compact melejit belakangan karena dipengaruhi oleh isu ketidakpastian ekonomi yang membuat daya beli warga terhadap rumah turun. Kalangan generasi milenial, terutama yang lajang atau baru menikah, biasanya cenderung menyukai rumah compact. Selain alasan daya beli, tinggal di rumah compact dianggap lebih praktis dalam urusan perawatan.
”Harga jual atau sewa apartemen dipatok murah itu tergantung lokasi di mana apartemen berada. Harga apartemen yang berlokasi tak jauh dari kampus sudah mulai kembali normal. Kampus mulai buka pembelajaran luring sehingga permintaan tempat tinggal, seperti di apartemen, kembali pulih,” kata Fahmi.