Pelaku Sektor Makanan Terus Bersiasat di Tengah Ketidakpastian
Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) makanan menjadi salah satu sektor yang terdampak kenaikan harga pangan dan energi. Mereka terus bersiasat agar tetap bertahan di tengah kenaikan bahan baku dan ongkos produksi.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Ketahanan usaha mikro kecil menengah atau UMKM pada masa pandemi Covid-19 membuktikan sektor ini bisa menjadi tulang punggung ekonomi. Di tengah ancaman resesi global pada tahun 2023, UMKM dipandang akan dapat kembali menopang perekonomian nasional.
Kendati demikian, para pelaku UMKM masih menghadapi berbagai rintangan di tengah ketidakpastian global. UMKM di bidang kuliner, misalnya, dihadapkan pada kenaikan harga bahan baku akibat perang dan konflik geopolitik, berkurangnya pasokan dari sentra produksi, serta kenaikan harga bahan bakar minyak.
Sejumlah bahan baku yang dibutuhkan pelaku UMKM sektor makanan, seperti tepung terigu, terus naik karena dampak ketegangan di tingkat global. Di pasar-pasar di Jakarta, menurut data Pusat Informasi Pangan Jakarta, harga tepung terigu cenderung terus naik dari Rp 8.468 per kilogram (kg) pada 1 Februari 2021 menjadi Rp 10.521 per kg pada Senin (10/10/2022).
Akibat kenaikan tersebut, sejumlah pelaku UMKM harus bersiasat agar omzet tetap maksimal. Sunandar (49), penjual martabak di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, misalnya, menyiasati kenaikan harga bahan baku dengan mencari penyuplai yang menawarkan harga lebih murah serta memperkecil ukuran martabak.
“Sejak harga naik, saya mulai mencari penyuplai lain yang lebih murah. Walaupun harus ke tempat yang lebih jauh (dari penyuplai sebelumnya). Namun, dengan (strategi) ini bisa menghasilkan omzet yang cukup stabil,” kata Sunandar, Minggu (9/10/2022).
Strategi lain yang dilakukan oleh pedagang asal Tasikmalaya ini adalah mengecilkan dimensi produk. Menurut dia, penyesuaian ini lumrah dan terjadi dari tahun ke tahun. Oleh karena telah dilakukan dalam rentan waktu yang cukup lama dan berkala, perbedaan ukuran tidak terlalu menjadi perhatian pembeli.
“Sekarang omzet tetap stabil pada angka Rp 400.000-Rp 500.000 pe hari. Akan tetapi angka ini, belum seperti masa sebelum pandemi Covid-19,” ungkap Sunandar.
Dampak kenaikan juga dialami oleh Rizwandi (34), seorang pemilik toko kue kering di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Menurut dia, harga bahan baku sejumlah dagangannya, seperti kue-kue berbahan dasar tepung terigu, tepung beras, kentang, dan kedelai, mengalami kenaikan. Oleh karena itu, dia terpaksa menaikkan harga jual dagangannya hingga 20 persen.
Selain itu, dia juga melakukan terobosan dengan menjual kue dalam paket yang sama. Menurut dia, meski harganya naik, pembeli yang mendapatkan variasi produk lebih banyak tidak lagi mempermasalahkan harga.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah atau UKM Teten Masduki mengatakan, UMKM di bidang kuliner akan tetap kuat di masa resesi global. Hal ini dikarenakan mayoritas pasarnya berada di dalam negeri. “Sudah terbukti menjadi penopang ekonomi. UMKM menyumbang 61 persen produk domestik bruto (PDB) serta berhasil menyerap tenaga kerja hingga 97 persen dari total penyerapan tenaga kerja nasional pada 2020,” kata Teten saat acara Innovation Converence (ICON) 2022 di Jakarta, Kamis (6/10/2022).
Kendati demikian, menurut dia, ancaman akan tetap ada. Apalagi, mayoritas UMKM dalam negeri bergerak di bidang kuliner. Sejumlah bahan dasar yang bergantung pada pangan juga terdampak kenaikan harga pangan dunia.
Pemerintah siap melanjutkan kebijakan yang berhasil dilakukan saat masa pandemi. Kebijakan strategis yang diterapkan pemerintah di antaranya yaitu Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) serta implementasi Undang-Undang Cipta Kerja dan aturan turunannya. Program PEN sendiri mencakup program dukungan untuk UMKM, salah satunya dengan pembiayaan kredit usaha rakyat (KUR) saat pandemi.
Teten mengatakan, target penyaluran KUR pada 2023 akan dinaikkan menjadi 460 triliun dibandingkan tahun ini yang target penyerapannya hanya Rp 373 triliun. Peningkatan ini diharapkan mampu menjaga geliat ekonomi pelaku UMKM.
Menurut pakar ekonomi dan bisnis Universitas Gadjah Mada, Mudrajad Kuncoro, pemerintah tidak bisa hanya bertopang pada UMKM. Pemerintah perlu menopang sektor ini dengan aktif melihat masalah riil yang dialami pelaku UMKM. “Saya turun ke lapangan, banyak pengusaha yang mengeluhkan omzet yang terus turun, sementara beban biaya produksi terus naik seiring dengan kenaikan harga BBM,” ujarnya.
Pemerintah harus lebih memperhatikan inklusi keuangan, yakni akses masyarakat ke berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas, tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing bagi UMKM.