Tren Bisnis Kuliner, Mengikuti Selera Populer
Hasil riset atas penjualan makanan dan minuman yang dijual secara daring menunjukkan tren yang terus berubah beberapa tahun terakhir. Kendati lidah manusia terdidik secara kultural, inovasi menentukan penerimaan pasar.

Pengemudi ojek daring memeriksa pesanan makanan pelanggan di Grab Kitchen Tendean, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2019).
Pada tanggal 17 September 2022, usaha rintisan di sektor kuliner Teguk mengumumkan pembukaan cabang di kota New York, Amerika Serikat. Tak jauh berbeda dengan gerainya di Indonesia, gerai Teguk di New York menawarkan minuman cepat saji dengan varian kopi, teh, boba, cokelat, dan kelapa.
Dalam konferensi pers Kamis (29/9/2022), pendiri dan CEO Teguk, Maulana Hakim menyatakan, dalam tiga hari buka gerai, warga lokal di New York antusias. Selama tiga hari itu, Teguk menjual lebih dari 600 gelas minuman.
Teguk berdiri tahun 2018. Gerainya sebenarnya mudah ditemukan karena kini jumlahnya telah mencapai 155 gerai di seluruh Indonesia. Logo gelas tertutup dengan sedotan terpampang jelas di bagian depan gerai. Bagi pengguna kereta komuter dari Stasiun Sudimara, Ciputat, Tangerang Selatan, misalnya, cukup berjalan kaki dari pintu keluar stasiun jika ingin menjumpai dan membeli produk Teguk.
Maulana mengakui, pada saat Teguk berdiri pada tahun 2018, bisnis minuman sudah sangat berkembang pesat di Tanah Air. Merek-merek internasional sudah berdatangan. Warga pun terbiasa minum minuman cepat saji bukan di restoran, tetapi dibungkus dan dibawa pulang ke rumah atau sambil jalan.
“Permintaan terhadap minuman berkutat pada teh, kopi, dan cokelat. Kami berusaha menciptakan nilai lebih terhadap ketiga jenis minuman itu dengan memakai bahan premium. Harga jual kami patok mulai Rp 5.000 hingga Rp 20.000-an agar lekas diterima oleh warga kelas menengah dan semua segmen usia,” ujar Maulana.

Menurut Maulana, Teguk sebenarnya mulai masuk ke penjualan daring atau online food pada tahun 2019. Sejak itu, penjualan daring selalu berkontribusi 70 persen terhadap total pendapatan.
Teguk tidak membuka waralaba. Semua gerai yang ada dibangun dari modal sendiri. Dia mengklaim tidak memiliki hutang usaha, bahkan untuk membuka cabang di New York.
“Berbisnis kuliner itu butuh konsistensi saja. Sisanya, saya selalu menganalisis pergerakan perilaku konsumen atau viral di pasar sebagai bahan menciptakan inovasi menu. Kami pernah mengeluarkan menu makanan odading dan croffle,” kata Maulana.
Prinsip itu yang dia bawa saat membuka cabang di New York. Kota di Amerika Serikat ini termasuk daerah yang penduduknya multikultur dan punya peluang pasar besar seperti Indonesia. Warga di sana juga terbiasa minum minuman tidak di tempat dan suka minuman yang mengalami sentuhan fusion (dicampur dengan elemen bahan lain). “Dan, pastinya mereka mengenal boba,” imbuh Maulana.
Baca juga : Serbuan Kuliner ke Gedung Tua
Selera pasar
Terlepas dari aksi ekspansinya ke Amerika Serikat, sesuai laporan "Sajian Cita Rasa GoFood: Tren dan Lanskap Kuliner Indonesia" yang dikeluarkan oleh Gojek awal Agustus 2022, apa yang dijual oleh Teguk mengikuti pergerakan selera pasar. Kopi susu, es jeruk, dan es teh menjadi minuman terlaris di GoFood selama setahun terakhir. Kopi susu bahkan telah menjadi minuman terlaris yang dipesan konsumen GoFood dua tahun berturut-turut.
Dalam laporan yang sama juga menyebutkan proyeksi calon minuman yang bakal menjuarai pemesanan di GoFood. Salah satunya adalah minuman berbahan dasar teh. Peningkatan konsumsi minuman berbahan dasar teh diperkirakan ikut dipengaruhi oleh kenaikan pemesanan makanan harian di rumah maupun perkantoran seiring mulai normalnya aktivitas masyarakat. Selain itu, lidah warga Indonesia telah familiar dengan minuman berbahan dasar teh secara turun-menurun.

Mitra pengemudi Gojek antre untuk mengambil pesanan makanan di Dapur Bersama GoFood Bintaro, Jakarta Selatan, Minggu (20/9/2020). Dapur Bersama tersebut dibuat untuk memfasilitasi UMKM kuliner agar lebih cepat berkembang.
Sementara menurut laporan survei Jakpat "The Habit of Online Food Delivery", terdapat delapan kategori minuman yang paling banyak dipesan secara daring. Minuman pertama yaitu boba, diikuti kopi (coffee based beverages), lalu jus atau estrak buah, cokelat, variasi es, minuman berbahan dasar teh, susu dan yoghurt, serta mocktail dan soda. Survei Jakpat itu menyasar 821 responden yang biasa memesan makanan-minuman secara daring.
Baik laporan Gojek maupun Jakpat tersebut sebenarnya mengandung informasi makanan dan jajanan terlaris yang dipesan pelanggan. Dari sisi laporan "Sajian Cita Rasa GoFood: Tren dan Lanskap Kuliner Indonesia", ada tiga makanan terlaris dipesan, yaitu nasi dan olahan ayam, bubur ayam, serta nasi goreng. Selain itu, ada tiga jajanan terlaris, yaitu siomay, tempe mendoan, dan variasi makaroni kering.
Sementara dari sisi laporan survei Jakpat The Habit of Online Food Delivery, jajanan favorit yang dipesan secara daring adalah martabak/terang bulan, diikuti makanan berbahan dasar aci, grilled/steamed bread, siomay dan batagor, serta ayam/ikan goreng krispi. Adapun menu makan siang favorit yaitu makanan cepat saji, makanan rumahan, dan masakan padang. Sementara menu makan malam favorit adalah makanan cepat saji, sate, dan makanan berkuah.
Dosen antropologi Universitas Gadjah Mada, M Zamzam Fauzanafi, saat dihubungi terpisah, berpendapat, ada beberapa alasan di balik popularitas menu kuliner yang sebenarnya bisa dibuat sendiri oleh warga, tetapi justru laris dipesan melalui kanal daring. Salah satunya adalah cita rasa, lalu kemudahan membeli.
“Makanan memang bisa dibuat sendiri, tetapi cita rasa makanan yang dibeli tidak bisa didapatkan dari makanan yang dimasak sendiri. Lalu, platform daring memudahkan orang membeli makanan, minuman, atau jajanan tanpa harus repot antre fisik,” ujar dia.

Alasan berikutnya adalah makanan, minuman, atau jajanan terlaris yang dipaparkan oleh aneka laporan riset itu merupakan jenis kuliner yang sudah sejak lama digemari oleh warga. Jika dilihat dari perspektif etnografi indrawi, Zamzam menjelaskan, lidah manusia terdidik secara kultural. Makanan, minuman, atau jajanan merupakan kebudayaan yang sangat terwujud dalam tubuh manusia sehingga pada akhirnya memengaruhi bisnis kuliner.
Kehadiran media atau pemasaran daring membantu memperluas wawasan dan akses warga mencicip rasa makanan, minuman, atau jajanan baru. Oleh karena itu, Zamzam berpendapat, pelaku industri kuliner seharusnya bisa menyeimbangkan keinginan mengikuti kebutuhan konsumen atau berinovasi.
“Ada menu-menu kuliner baru, lalu viral. Akan tetapi, apakah usaha-usaha baru yang sekadar mengikuti menu viral bisa bertahan lama atau sebaliknya. Apalagi, di era digital, ada kesan promosi daring menentukan segalanya,” imbuh dia.
Co-Founder FoodStartup Indonesia, Bonnie Susilo berpendapat, mayoritas konsumen lebih memilih makanan yang diolah dengan cara tradisional dan punya daya tarik nostalgia atau comfort food karena praktis. Comfort food juga lebih dipilih karena konsumen sudah familiar.

Warung makan di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur hanya melayani penjualan untuk dibawa pulang dan tidak melayani makan di tempat, Sabtu (28/3/2020).
“Lalu bagaimana dengan menu-menu di luar comfort food? Apakah mereka mengonsumsinya di jam utama makan siang dan malam? Sepertinya, kami menduga konsumen lebih akan menikmatinya dengan model dine-in di rumah sendiri, daripada makan di warung makan terdekat dengan pertimbangan batas belanja makan sehari-hari,” kata Bonnie.
Menurut dia, kuliner yang jadi pilihan favorit saat ini cenderung mengandung kadar gula atau karbohidrat tinggi. Dari sisi kesehatan, hal itu bisa berdampak negatif.
Bagi pelaku industri kuliner, mereka memang harus memperhatikan perilaku konsumen ketika mengembangkan menu makanan, minuman, atau jajanan. Namun, Bonnie mengamati, saat ini terlalu banyak produk kuliner yang sama dan bisa berpotensi membuat pasar menjadi jenuh.
Baca juga : Dari Relief Borobudur ke Meja Makan