Guna memastikan ketersediaan BBM bersubsidi, pemerintah resmi menambah kuota pertalite dan solar per 1 Oktober 2022. Penambahan pertalite sebanyak 6,86 juta kL, sedangkan solar sebanyak 2,73 juta kL.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kuota bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi yakni jenis pertalite dan solar telah ditambah sehingga berdasarkan perhitungan diyakini bakal cukup hingga akhir tahun. Namun, semua pihak saat ini masih menanti terbitnya peraturan presiden yang mengatur pembatasan BBM bersubsidi demi tercapainya subsidi yang tepat sasaran.
Menurut data sementara (unverified) Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) per 30 September 2022, realisasi solar subsidi mencapai 12,96 juta kiloliter (kL) atau 85,81 persen dari kuota 2022 yang 15,10 juta kL. Sementara pertalite mencapai 21,97 juta kL atau mencapai 95,32 persen dari kuota yang 23,05 juta kL.
Dengan kondisi tersebut, kuota pertalite bakal habis pertengahan Oktober 2022 dan solar pertengahan November 2022. Oleh karena itu, guna memastikan ketersediaan BBM bersubsidi, pemerintah resmi menambah kuota keduanya per 1 Oktober 2022. Penambahan pertalite sebanyak 6,86 juta kL, sedangkan solar sebanyak 2,73 juta kL.
”Jumlah tersebut sesuai dengan prognosis yang kami buat sehingga cukup dan aman (hingga akhir tahun),” kata anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Saleh Abdurrahman, lewat pesan singkat, Rabu (5/10/2022).
Sebelumnya, Kepala BPH Migas Erika Retnowati, melalui keterangan tertulis pada Senin (3/10/2022) menjelaskan, kendati ada penambahan kuota, penggunaan BBM subsidi yang tepat sasaran terus digencarkan. Ia mengimbau agar masyarakat yang mampu agar menggunakan BBM nonsubsidi. Itu penting agar subsidi dapat tersalurkan kepada mereka yang berhak.
Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menuturkan, masyarakat tak perlu khawatir akan kekurangan BBM hingga akhir tahun. Namun, yang menjadi kunci ke depan ialah ketepatan sasarannya. ”Tetap harus dijaga agar penyaluran BBM subsidi bisa tepat sasaran," katanya.
Sejak Juli 2022, Pertamina mendata pelanggan melalui progam Subsidi Tepat melalui aplikasi maupun laman My Pertamina. Hingga akhir September 2022 terdata sedikitnya 2,65 juta kendaraan roda empat ke atas pada sistem itu. Sementara payung hukum dalam mengatur pengguna BBM bersubsidi berupa peraturan presiden masih dibahas di tingkat kementerian.
Pertamina telah membatasi pengisian pertalite sebanyak 120 liter per hari. Menurut Irto, untuk kendaraan biasa atau keperluan sehari-sehari, jumlah itu akan cukup. Pembatasan itu lebih ditujukan untuk mencegah penimbunan. Apabila satu kendaraan sudah mengisi hingga 120 liter per hari, nozel dispenser BBM akan terkunci atau stop otomatis.
Per 1 Oktober 2022, Pertamina menyesuaikan harga BBM nonsubsidi. Untuk Aceh, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT), misalnya, harga pertamax turun dari Rp 14.500 per liter menjadi Rp 13.900 per liter. Pertamax turbo turun dari 15.900 per liter menjadi Rp 14.950 per liter. Adapun dexlite naik dari Rp 17.100 per liter menjadi Rp 17.800 per liter dan pertamina dex naik dari Rp 17.400 per liter menjadi Rp 18.100 per liter.
Penyesuaian tak terlepas dari penurunan harga minyak mentah dunia yang juga memengaruhi harga minyak mentah Indonesia (ICP). Dikutip dari laman Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, ICP September 2022 ditetapkan 86,07 dollar AS per barel. ICP itu yang terendah sejak Januari 2022 yang sebesar 85,89 dollar AS per barel.
Akan tetapi, harga minyak mentah dunia masih berfluktuasi. Setelah ada tren menurun sejak awal September 2022, harganya kembali naik. Catatan Trading Economics, untuk jenis Brent, harga meningkat dari 85,2 dollar AS per barel pada 30 September 2022 menjadi 91,8 dollar AS per barel pada 4 Oktober 2022. Itu, antara lain, dipengaruhi rencana anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), bersama nonanggota (menjadi OPEC+), untuk memangkas produksi minyak.
Komprehensif
Pakar ekonomi energi sekaligus dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Surabaya, Gigih Prihantono, menilai, setelah penambahan kuota BBM bersubsidi, semua akan berjalan business as usual. Di sisi lain, melihat dampak kenaikan harga BBM per 3 September 2022 lalu pada inflasi, pemerintah mesti memikirkan secara komprehensif terkait pengambilan kebijakan baru.
Pembatasan BBM yang ditujukan agar subsidi tepat sasaran, misalnya, dinilai tak tepat jika diberlakukan dalam waktu dekat. ”Perlu dipikirkan bagaimana dampaknya bagi dunia usaha dan seterusnya. Pemerintah mesti berkorban dulu (APBN untuk energi). Pembatasan setidaknya tunggu setelah 2022 terlewati atau saat sudah tak ada lagi gejolak dan masyarakat sudah menyesuaikan harga BBM yang baru ini,” kata Gigih.
Sebagai gantinya, pemerintah, kata Gigih, perlu terus memacu pendekatan persuasif kepada masyarakat. Dengan demikian, diharapkan penyaluran BBM bersubsidi perlahan-lahan dapat lebih tepat sasaran. Di samping itu, kondusivitas perlu terus dijaga dengan menyampaikan kepada masyarakat bahwa ketersediaan BBM akan tetap aman.
Sementara itu, pada 2023, Gigih memperkirakan masih akan berat dan kenaikan harga energi masih berpotensi terjadi. ”Karena itu, transformasi energi dari bahan bakar fuel ke nonfuel harus terus dipacu. Jika tidak (dipercepat), akan sulit. Selain itu, setelah kenaikan harga BBM, perlu dipikirkan juga alternatif pengembangan transportasi publik,” ujarnya.
BBM untuk nelayan
Sementara itu, mengenai permintaan penambahan BBM bersubsidi untuk nelayan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan kepada BPH Migas, Saleh mengatakan, ”Semua usulan penambahan kami pertimbangkan sesuai kuota.”
Ia tak menyebut rencana penambahan volume itu serta waktu realisasinya. Namun, ia menekankan, nelayan juga bisa membeli di SPBU biasa. ”Selain disediakan di SPBUN (SPBU nelayan), nelayan juga bisa membeli di SPBU dengan membawa surat rekomendasi dari SKPD (satuan kerja perangkat daerah) setempat,” ujar Saleh.
Saat dikonfirmasi terkait hal sama, Irto Ginting mengemukakan, Pertamina akan mengoordinasikannya dengan BPH Migas. Salah satu hal yang didorong Pertamina ialah bekerja sama dengan koperasi nelayan, seperti yang telah dilakukan di Cilacap, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Hal itu guna memastikan subsidi tepat sasaran.
Sebelumnya, ketahanan nelayan dilaporkan mulai goyah akibat kenaikan harga BBM pada awal September 2022. Selain dirasa mahal, ada ketimpangan dalam distribusi. Ketua Serikat Nelayan Indonesia Budi Laksana menuturkan, nelayan semakin kesulitan mendapatkan BBM, baik yang bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar umum nelayan (SPBUN) ataupun yang eceran karena pasokan kian terbatas. (Kompas, 4/10)