Anjloknya harga jagung kini menjadi masalah untuk petani. Harapannya, harga jagung cukup baik supaya petani juga mendapatkan penghasilan yang baik.
Oleh
NINA SUSILO
·2 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Turunnya harga jagung mulai dikeluhkan. Pemerintah berharap produktivitas pertanian jagung tetap terjaga.
Sekretaris Jenderal Masyarakat Agribisbis Jagung (MAJ) Diah Indarti menjelaskan, harga jagung saat ini sedang anjlok. ”Permintaan untuk pakan ternak tinggi, tapi harga sekarang di bawah Rp 4.300 per kilogram,” ujarnya saat ditemui di Guler Farm Nature, Kecamatan Gunungkaler, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (5/10/2022).
Menurut Diah, harga jual jagung dengan kadar air 15 persen setidaknya Rp 5.000 per kilogram. Dengan demikian, petani masih bisa mendapat penghasilan yang sedikit memadai. ”Sekarang ini harga benih tinggi. Harga pupuk juga tidak murah,” ujar Diah.
Sekarang ini, harga benih tinggi. Harga pupuk juga tidak murah.
Pengurus MAJ yang juga mengembangkan jagung di wilayah Banten, Bayu Tantowana Samudra, membenarkan adanya masalah harga dan kesulitan mendapatkan pupuk. ”Kalaupun petani mendapat jatah 1 ton pupuk, paling hanya dua karung yang muncul,” ujarnya.
Masalah lain yang dihadapi petani jagung adalah ketiadaan alat untuk mengeringkan jagung. Bila matahari bersinar terik, setidaknya diperlukan tiga hari untuk mengeringkan jagung. Namun, bila curah hujan tinggi, risiko berjamur menjadi tinggi.
”Dengan dryer (mesin pengering) hanya perlu waktu 8-10 jam untuk 20-30 ton jagung,” tambahnya.
Perlu koordinasi
Saat ditemui di lokasi sama, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengakui, persoalan harga memerlukan koordinasi banyak pihak baik pemerintah, pedagang, maupun petani. ”Yang kita jaga, (harga) tidak boleh di bawah Rp 4.200 HPP (harga pokok penjualan) kita. Persoalannya Rp 4.200, saya sendiri merasa terlalu murah. Jadi berapa semestinya, saya minta surati ke saya, nanti kita bicarakan dengan Menteri Perdagangan,” tuturnya kepada wartawan.
Kalau (ekspor) nggak rutin, bagaimana mau kontrak (dengan pembeli dari luar negeri).
Syahrul sepakat bahwa HPP yang ada saat ini terlalu rendah. Namun, sementara belum ada penyesuaian HPP, dia meminta petani tetap menjaga produktivitas tanaman jagungnya. Selain itu, pemerintah daerah juga bisa mengintervensi sebelum ada kebijakan dari pemerintah pusat.
Terkait harapan petani supaya ada bantuan pengering jagung, Syahrul mengatakan, pengeringan alami untuk jagung adalah yang terbaik. Namun, bila luas hamparan ladang jagung melampai ratusan hektar, petani bisa menggunakan KUR untuk mendapatkan pinjaman dan membeli pengering. Apalagi, KUR adalah kredit dengan bunga disubsidi pemerintah. Bunga KUR saat ini hanya 3 persen, sedangkan bunga pinjaman komersil sudah mencapai 16 persen.
Dari sisi eksportir, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Impor Khairul Mahalli menjelaskan, diperlukan keberlanjutan ketersediaan komoditas yang lebih stabil. Saat ini, perdagangan masih terlalu bersandar pada musim. Hal ini menyulitkan ekspor dilakukan secara rutin. ”Kalau (ekspor) nggak rutin, bagaimana mau kontrak (dengan pembeli dari luar negeri),” ujarnya.
Karenanya, Khairul berharap pemerintah baik pusat, pemerintah daerah, maupun desa memiliki pemetaan hasil panen secara jelas dan lengkap. (INA)