Nilai alokasi penyaluran kredit usaha rakyat akan dinaikkan tahun depan. Komitmen pemerintah ini berdampak positif bagi UMKM yang butuh pendanaan. Namun, kebijakan itu perlu didukung edukasi dan pembinaan bisnis.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan menaikkan nilai alokasi penyaluran kredit usaha rakyat dari Rp 373,17 triliun pada tahun 2022 menjadi Rp 460 triliun pada 2023. Komitmen ini adalah bagian dari pemberdayaan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Selain itu, pemerintah tetap mendorong agar semakin banyak terbentuk kemitraan perusahaan besar dan UMKM.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menghadiri acara peresmian Gerakan Kemitraan Inklusif untuk UMKM Naik Kelas, Senin (3/10/2022), di Jakarta. Presiden Joko Widodo meresmikan gerakan itu. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid turut mendampingi saat peresmian berlangsung.
”Undang-Undang Cipta Kerja memberikan kemudahan dan pemberdayaan kepada UMKM. Hari ini ada penandatanganan nota kesepahaman antara kami dan Kadin Indonesia mengenai kemitraan multipihak untuk menghapus kemiskinan ekstrem. Kami juga berikan bantuan KUR kepada UMKM yang mana tahun ini Rp 373,17 triliun dan tahun depan dinaikkan menjadi Rp 460 triliun,” kata Airlangga.
Terkait Gerakan Kemitraan Inklusif untuk UMKM Naik Kelas, Airlangga menyebut akan dibuatkan payung hukum. Salah satunya melalui revisi peraturan terkait aksi tanggung jawab korporasi (CSR). ”Kami berharap kegiatan CSR benar-benar mampu membantu mengentaskan kemiskinan di sekitar lokasi tempat usaha. Radius pelaksanaan CSR masih dibahas, tetapi kami dorong agar dilakukan di kabupaten/kota,” ujar Airlangga.
Realisasi penyaluran KUR pada 2021 tercatat Rp 281,86 triliun dengan baki debet Rp 376 triliun. Realisasi penyaluran itu didominasi oleh KUR segmen mikro sebesar 63,71 persen dan KUR segmen kecil sebesar 32,71 persen. Adapun porsi penyaluran KUR untuk segmen usaha super mikro 3,57 persen dan KUR untuk pekerja migran Indonesia sekitar 0,01 persen.
Penyaluran KUR untuk tahun 2022 ditargetkan mencapai Rp 373,17 triliun atau naik dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 281,86 triliun. Sampai akhir Juli 2022, KUR yang telah tersalurkan mencapai Rp 209,05 triliun atau telah mencapai 56,02 persen dari target penyaluran tahun 2022.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Sunarso, yang hadir pada saat sesi diskusi, mengatakan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, sudah ada debitor KUR naik kelas ke segmen kredit yang lebih tinggi. Rata-rata per tahun terdapat 2 juta debitor. Pada tahun 2022, jumlah debitor tertinggi yang naik kelas ke segmen pinjaman komersial berasal dari debitor KUR segmen mikro, yaitu sekitar 2,2 juta debitor.
Menurut dia, BRI rutin melakukan pengukuran Indeks Aktivitas Bisnis dan Indeks Ekspektasi Aktivitas Bisnis. Pada dua pengukuran indeks itu, nilainya masih di atas 100 persen. Artinya, aktivitas UMKM masih meningkat. UMKM juga masih percaya dan optimis dengan kebijakan pemerintah.
”Kita harus tetap optimis di tengah munculnya prediksi-prediksi resesi dan gejolak ekonomi meskipun kita tidak boleh sembrono,” ujar Sunarso.
Dia berpendapat, pembiayaan yang disalurkan perbankan kepada UMKM sebagai bahan modal belum tentu membuat UMKM tumbuh. Namun, aktivitas penyaluran pembiayaan yang disertai edukasi dan pendampingan bisnis akan lekas membantu pertumbuhan bisnis mereka.
Berdampak positif
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, saat dihubungi terpisah, mengatakan, alokasi KUR yang disediakan pemerintah cenderung naik setiap tahunnya. Hal ini berdampak positif bagi UMKM yang membutuhkan sumber pendanaan. Di sisi lain, kecenderungan naiknya alokasi KUR akan menyebabkan persaingan pembiayaan segmen mikro, seperti dari Badan Perkreditan Rakyat dan perusahaan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi, semakin ketat.
Saat ini, masih ada sejumlah UMKM yang belum pulih dari dampak pandemi Covid-19. Di antara mereka pernah mengajukan restrukturisasi kredit. Tauhid mengatakan, mereka ini diperkirakan tidak bisa mengakses KUR. ”Ketika alokasi KUR dinaikkan tahun depan, UMKM yang mungkin bisa mengaksesnya adalah UMKM baru dan UMKM yang sudah menyelesaikan restrukturisasi kredit,” ujarnya.
Pemerintah perlu lebih aktif mendorong kemitraan perusahaan besar dan UMKM. Untuk itu, pemerintah perlu membuatkan payung hukum teknis yang mendetail.
Menurut Tauhid, untuk mengukur porsi UMKM yang naik kelas perlu dilakukan pendataan yang valid. Apalagi, jika di antara UMKM pernah jadi debitor KUR. Sejauh ini, informasi mengenai naik kelas UMKM baru sebatas diukur dari nominal pinjaman.
Lebih jauh, dia berpendapat, pemerintah perlu lebih aktif mendorong kemitraan perusahaan besar dan UMKM. Untuk itu, pemerintah perlu membuatkan payung hukum teknis yang mendetail. Sebab, selama ini, dasar hukum pemerintah mendorong kemitraan perusahaan besar-UMKM hanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Di negara maju, pemerintah umumnya mendorong perusahaan besar bermitra dengan UMKM dengan menyediakan payung hukum dan detail teknis. Dengan demikian, skema riset, pengembangan, sampai sumber pembiayaan/kredit kepada UMKM lebih mudah disediakan. Hubungan kemitraan perusahaan besar dan UMKM bisa setara. Upaya seperti ini juga dianggap Tauhid bisa memberikan nilai tambah besar bagi perekonomian ataupun bagi UMKM.