Strategi penguatan pasar perlu ditopang dengan penggunaan tingkat kandungan dalam negeri. Tiga kementerian berkomitmen membangun kemitraan dengan UKM/IKM sebagai rantai pasok industri.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Strategi penguatan pasar perlu ditopang oleh tingkat kandungan dalam negeri yang dihasilkan oleh usaha kecil dan menengah atau industri kecil dan menengah. Kolaborasi antara UMKM atau IKM dengan badan usaha milik negara diharapkan bisa segera meningkatkan rasio produk UMKM Indonesia yang masih sangat rendah dalam rantai nilai global.
Implementasi kemitraan ini diawali oleh koperasi dan UMKM/IKM yang bekerja sama memasok enam BUMN, antara lain, PT Pertamina, PT PLN, PT Kimia Farma, PT Krakatau Steel, Perum Perhutani, dan PT RNI (Persero). Pada tahap awal ini, estimasi nilai kerja sama mencapai Rp 52,237 miliar.
Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan hal itu dalam penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian dan Kementerian BUMN tentang ”Kemitraan Koperasi, UMKM/IKM dalam Rantai Pasok BUMN” di Gedung SMEsCo, Jakarta, Jumat (3/9/2021).
Penandatanganan nota kesepahaman dilakukan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang diwakili Sekretaris Jenderal Kemenperin Dody Widodo, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, dan Menteri BUMN Erick Tohir.
”Kemitraan UMKM dan BUMN ini merupakan salah satu terobosan. Kalau enggak, nanti UMKM hanya terus membuat kerupuk dan keripik. Kalau kita lihat UMKM di China, Jepang, dan Korea Selatan, mereka sudah masuk ke produk-produk berbasis kreativitas dan inovasi teknologi sehingga UMKM sudah menjadi bagian rantai pasok industri nasional dan global,” papar Teten.
Di Indonesia, menurut Teten, rasio produk UMKM dalam rantai nilai global masih sangat rendah, yaitu 6,3 persen. Berdasarkan laporan WTO tahun 2013, angka ini jauh di bawah Malaysia 46,2 persen, Thailand 29,6 persen, Vietnam 20,1 persen, dan Filipina 21,4 persen. Kontribusi ekspor UMKM Indonesia masih di angka 14 persen, jauh dibandingkan Jepang (54 persen) dan China (70 persen).
”Artinya apa? UMKM perlu segera menjadi bagian dalam rantai pasok industri nasional dan global. Saya kira, memulai dengan (mitra) BUMN sudah sangat tepat,” tegas Teten.
Selain mendorong Koperasi dan UMKM masuk dalam rantai pasok global, terdapat program strategis yang dikembangkan Kementerian Koperasi dan UKM, yaitu memperluas akses pasar, baik di dalam maupun luar negeri. Misalnya, melalui digitalisasi UMKM maupun penguatan merek lokal agar bisa go global. Langkah nyata untuk menerapkan program ini salah satunya dengan pengembangan UKM masa depan berbasis teknologi.
Erick mengatakan, ”Sebagai partner, BUMN juga menuntut standardisasi dan kurasinya, seperti dilakukan bersama-sama mengurasi dan memperbaiki dalam program Pasar Digital UMKM.”
Tuntutan standardisasi dan kurasi tersebut juga perlu dipastikan oleh Kementerian Perindustrian. Alasannya, hal ini merupakan jantung industri, seperti PLN, Pertamina, Telkom, dan BUMN. Keberpihakan pada TKDN ini dipandang penting bagi BUMN untuk bisa bersaing di pasar dalam negeri dan pasar global. Diharapkan, kerja sama ini bisa ditingkatkan. BUMN sangat membuka diri pada kondisi saat ini.
Erick mengatakan, ”Kami di BUMN tidak berdiam diri, tetapi yang paling tepatnya introspeksi diri. BUMN dalam 10 tahun terakhir sudah berkontribusi Rp 3.290 triliun kepada negara yang berupa pajak, deviden, PNBP, dan lainnya.”
BUMN diharapkan untuk mentransformasi diri, tidak menjadi menara gading, tetapi harus dekat dengan program UMKM dan rakyat. Tidak boleh lagi BUMN menjadi kartel, saling berdagang dan suplai satu sama lain. Entah sekadar urusan seragam ataupun air minum. Demikian dikatakan Erick.
Ia memastikan, seluruh kluster BUMN yang berjumlah 43 perusahaan sudah berkonsolidasi dengan meluncurkan Pasar Digital (Padi) UMKM. Hingga Agustus 2021, jumlah transaksi yang terjadi sudah mencapai 130.000 kali dan melibatkan 9.600 UMKM, dengan nilai transaksi Rp 10,3 triliun.
Sementara itu, Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, keberlangsungan industri manufaktur dalam negeri tidak boleh bergantung pada sumber-sumber daya dari luar negeri. ”Produk manufaktur dalam negeri harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan dipakai atau digunakan, serta dibeli dan menjadi kebanggaan kita sebagai bangsa,” ujar Agus.
Agus menuturkan, dalam upaya mewujudkan industri yang berkeadilan, industri harus meningkatkan peran masyarakat, khususnya pelaku UKM, sebagai bagian rantai pasok industri manufaktur nasional. Pemberdayaan dan peningkatan peran sektor industri kecil sangat membantu ketahanan industri manufaktur dalam negeri.
Pemulihan ekonomi nasional melalui peningkatan daya saing UMKM/IKM saat ini menjadi prioritas. Pemerintah telah menaikkan anggaran penanganan Covid-19 menjadi Rp 744,75 triliun. Dari anggaran itu, Rp 161,2 triliun dialokasikan untuk program dukungan bagi UMKM dan koperasi.
”Selain sejalan dengan program peningkatan penguatan produk dalam negeri, kemitraan ini juga mendukung kebijakan substitusi impor yang bertujuan untuk menurunkan impor pada industri,” tegas Agus.
Agus mengapresiasi kemitraan yang dibangun, antara lain, IKM pengecoran logam CV Baja Kurnia dengan PLN, IKM Jasa Ritel, dan pembuatan suku cadang mekanikal CV Byakta Prakasa dengan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Kemitraan ini sekaligus menunjukkan bahwa IKM mampu memenuhi persyaratan dan spesifikasi yang tinggi.