Menyikapi Tantangan Berat Pasar
Pasar perumahan menghadapi tantangan dengan kenaikan suku bunga acuan. Kenaikan suku bunga acuan akan diikuti kenaikan suku bunga kredit pemilikan rumah.
Pasar perumahan yang tengah bangkit akan kembali diuji. Tren kenaikan suku bunga kredit berpotensi membuat pasar perumahan melambat, bahkan hingga tahun 2023. Sejurus dengan itu, pengembang bersiap-siap menggarap pasar yang semakin selektif.
Kenaikan inflasi, harga bahan bakar minyak, dan keputusan Bank Indonesia untuk kedua kalinya menaikkan suku bunga acuan menjadi 4,25 persen, yang akan diikuti kenaikan bunga kredit pemilikan rumah (KPR) mulai memicu kegelisahan konsumen, khususnya masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, untuk bisa menjangkau rumah.
Syahril (33), karyawan swasta di Jakarta, menuturkan, rentetan kenaikan tersebut bakal sangat membebani dirinya yang sedang mengangsur pembelian rumah tapak nonsubsidi di salah satu bank nasional.
”Apabila terjadi kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia, bunga KPR bakal mengikuti. Sementara kesejahteraan profesi yang saya geluti kurang mengimbangi kenaikan bunga KPR,” tutur Syahril, Rabu (28/9/2022).
Syahril saat ini memasuki tahun kelima periode cicilan dari tenor kredit 15 tahun. ”Bank tempat aku mengambil KPR hanya memberikan dua tahun bunga KPR tetap. Setelah itu, bunga KPR floating,” imbuh dia.
Sementara itu, sinyal kenaikan suku bunga kredit perbankan dalam waktu dekat mulai terlihat. Vice President Consumer Loans Group PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Ayu Pertiwi mengemukakan, keputusan BI menaikkan suku bunga acuan biasanya akan diikuti oleh perbankan. Pada Oktober 2022, Bank Mandiri berencana melakukan koreksi suku bunga kredit, tetapi tetap akan ada penawaran spesial suku bunga kredit bagi nasabah.
”(Suku bunga) KPR itu ada hitungan bisnis, tetapi kami juga berkomitmen membantu masyarakat untuk bisa memiliki rumah sendiri,” katanya dalam diskusi ”Kelola Rencana Keuangan ala Milenial untuk Miliki Properti”, Kamis (29/9/2022).
Baca Juga: Milenial Masih Kesulitan Membeli Rumah
Ayu menambahkan, mayoritas transaksi rumah saat ini adalah untuk rumah tinggal (end user) dengan harga unit rata-rata di bawah Rp 1 miliar. Konsumen tidak perlu menahan diri untuk membeli properti sesuai kebutuhan mengingat harga pasar cenderung terus naik. Dengan simulasi kredit, konsumen bisa memperhitungkan besar cicilan.
”Keputusan untuk membeli properti adalah salah satu keputusan terbesar dalam hidup. Oleh karena itu, konsumen perlu mempertimbangkan rumah yang dipilih sesuai aktivitas hidup, dan kelengkapan fasilitas,” lanjutnya.
Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication PT Bank Central Asia Tbk Hera F Haryn, saat dihubungi terpisah, mengatakan, BCA akan mengkaji dampak kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia, serta menyiapkan strategi yang tepat untuk memberikan nilai tambah dan layanan optimal bagi nasabah dan masyarakat. Di antaranya, BCA menawarkan beberapa program suku bunga KPR yang khusus dalam BCA Expo Hybrid pada 9 September-10 Oktober 2022. ”Hingga saat ini kami belum menaikkan suku bunga kredit. Bunga KPR masih 7,2 persen,” ujarnya.
Commercial Director Lamudi.co.id Yoga Priyautama mengatakan, potensi pasar rumah tapak di Indonesia masih besar. Di Lamudi.co.id, 80 persen dari produk properti yang dijual berupa rumah tapak dan mayoritas pembayarannya memakai KPR. Adapun profil konsumen didominasi pembeli rumah pertama (first buyer), yakni warga berusia 25-40 tahun.
”Permintaan terhadap rumah tapak tahun ini naik 26 persen dibanding tahun lalu, tetapi kondisi pasar tahun depan diprediksi sangat bergantung pada dampak kenaikan suku bunga,” katanya.
CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda memprediksi, tren pembelian properti yang sudah mulai tumbuh akan kembali melambat sebagai dampak kenaikan suku bunga. Kenaikan suku bunga acuan akan mengerek suku bunga KPR untuk naik 1-2 persen.
Respons negatif pasar akan terjadi mengingat dengan naiknya suku bunga KPR sehingga tingkat cicilan akan naik. Daya beli pasar properti, khususnya segmen menengah-bawah, berpotensi tergerus. Sementara itu, tahun 2023 mulai memasuki tahun politik yang ditandai perlambatan pasar properti secara umum.
Ali mencontohkan, kenaikan cicilan untuk harga rumah sampai Rp 500 juta dapat mencapai Rp 150.000–Rp 300.000 per bulan yang akan menggerus daya beli, terutama untuk pasar menengah-bawah. Kenaikan suku bunga KPR juga akan menurunkan permintaan pasar properti.
”Setiap kenaikan (suku bunga) 1 persen diperkirakan menyebabkan penurunan permintaan pembelian melalui KPR sebesar 4-5 persen. Jadi kemungkinan pasar akan menurun sampai 10 persen,” kata Ali.
Meski demikian, Ali memprediksi, perlambatan pasar properti tidak akan membuat sektor properti terpuruk. Kenaikan suku bunga sebesar itu pernah terjadi pada September 2017 dan Juni 2020. Dari data IPW, penjualan perumahan pada tahun 2017 menurun sebesar 10,1 persen, tetapi kembali meningkat tahun 2018 sebesar 22,6 persen. Demikian pula sektor properti yang terdampak pandemi pada 2020 dinilai tidak terpuruk dalam.
Baca Juga: Pasar Properti Terancam Tertahan
Strategi
Sejumlah pengembang mulai ancang-ancang menata kembali strategi menyikapi kondisi perekonomian yang bakal semakin menantang. Sebagian pengembang masih menahan harga jual meski kenaikan harga tinggal menunggu waktu. Dari sisi pasokan, hampir semua pengembang properti besar mengejar proyek pembangunan rumah tapak.
Direktur Pengembangan Bisnis PT Intiland Development Tbk (Intiland) Permadi Indra Yoga menuturkan, kenaikan harga jual rumah tapak menjadi isu yang sensitif di kelompok masyarakat tertentu. Apalagi, tahun ini sebenarnya waktu bagi masyarakat mulai pulih dari pandemi Covid-19. Biaya konstruksi bangunan telah mulai merangkak naik meskipun masih dalam ambang yang ditoleransi oleh pengembang saat ini.
”Kami menyadari situasi perekonomian ke depan akan tough karena pemerintah sendiri telah memberikan sinyal yang sama. Kami sebagai pengembang harus siap-siap. Sampai sekarang, kami masih menahan harga jual, tetapi kami tidak bisa memastikan tahun depan seperti apa sebab kami menunggu sikap bank pasca Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan,” ujar Permadi.
Salah satu kluster rumah tapak yang digarap Intiland adalah Virya Semanan di Jakarta Barat. Kluster yang terdiri dari 30 unit rumah itu dipasarkan dengan harga per unit di atas Rp 2 miliar. Dari kerja sama pemasaran dengan Lamudi.co.id, sebanyak 14 dari 30 unit rumah telah terjual dalam kurun tiga bulan. Pembelian didominasi oleh end user.
Dengan situasi perekonomian yang diproyeksikan semakin berat, lanjut Permadi, pemerintah diharapkan turun tangan mendukung industri properti. ”Pemerintah bisa memberikan insentif kepada first buyer, seperti insentif peniadaan pajak pertambahan nilai seperti beberapa waktu lalu,” ujarnya.
Managing Director Synthesis Huis, Aldo Daniel, mengemukakan, generasi milenial kini mendominasi pasar perumahan sehingga produk hunian yang ditawarkan kini menyasar kebutuhan dan gaya hidup milenial yang praktis. Proyek Synthesis Huis di Jakarta Timur, di antaranya mengusung desain rumah kecil tiga lantai pada luas lahan 60-70 meter, konsep lingkungan hijau, serta daur ulang air hujan. ”Rumah compact lebih mudah diurus dan dibersihkan,” katanya.
Aldo menambahkan, fleksibilitas pembayaran dan diskon harga rumah masih menjadi jurus pengembang untuk menarik minat pasar, baik untuk rumah tinggal maupun investasi. Meskipun generasi milenial memiliki banyak pilihan investasi, pemenuhan rumah merupakan kebutuhan dasar. ”Tugas kita untuk mengedukasi konsumen bahwa perumahan adalah kebutuhan prioritas,” ujarnya.
Ali melihat masih ada potensi pasar yang berpeluang digarap di tengah pelemahan pasar, yakni segmen menengah ke atas. Momentum kenaikan harga komoditas dapat mendorong investasi properti. Namun, secara umum pengembang harus mencoba untuk lebih efisien dalam pemakaian bahan bangunan ataupun dengan membuat produk yang berukuran lebih kecil untuk menekan harga.