Progres Pembangunan Kereta Cepat Dinilai Sesuai Rencana
Pembangunan kereta cepat, termasuk aksesibilitasnya, diperkirakan masih sesuai rencana dan bahkan diharapkan bisa lebih cepat.
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, termasuk aksesibilitasnya, dipastikan sesuai rencana dan bahkan diharapkan bisa rampung lebih cepat. Namun, pembangunannya dinilai tidak mudah karena membutuhkan koordinasi dan bantuan banyak pihak, termasuk untuk menciptakan akses di stasiun kereta api cepat Jakarta-Bandung.
Kementerian Perhubungan berharap ekosistem kereta cepat Jakarta-Bandung tercipta. Stasiun tidak sekadar jadi tempat pelayanan kereta cepat, tetapi juga menjadi penghubung ke ekosistem transportasi di luarnya, seperti tempat wisata dan kawasan properti.
Presiden Direktur PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (28/9/2022), mengatakan, rencana kunjungan kerja Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat sekaligus akan dimanfaatkan untuk memperlihatkan rangkaian-rangkaian kereta, terutama kereta inspeksi yang nantinya digunakan untuk mendeteksi prasarana seperti jembatan, terowongan, dan jalur sekaligus untuk mendeteksi secara dini situasi yang tak diinginkan.
Kereta inspeksi juga dilengkapi peralatan atau instrumen untuk keperluan perawatan prasarana dan kereta cepat. Presiden nantinya akan menggunakan kereta itu sejauh 15 kilometer sambil melihat teknologi di dalamnya, termasuk mengecek seandainya terowongan atau jembatan tertentu bermasalah. ”Kami menyebutnya yellow car karena warnanya kuning,” kata Dwiyana.
Baca juga: Jelang Pengujian, Faktor Keselamatan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Menjadi Perhatian Utama
KCIC juga sedang fokus menyediakan listrik, termasuk untuk subsistem seperti listrik aliran atas, persinyalan, dan bantalan trek, agar sudah terpasang saat uji coba tersebut. Menurut Dwiyana, tahapan konstruksi sudah berada di atas 80 persen. Semua pekerjaan fisik diharapkan bisa segera selesai.
Akses
Soal aksesibilitas, kata Dwiyana, juga menjadi perhatian KCIC. Lokasi stasiun rata-rata berada di luar pusat kota sehingga membutuhkan perhatian agar aksesnya lebih baik. Terkait ini, KCIC didukung oleh pemerintah kota ataupun kabupaten, termasuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jasa Marga, serta Kementerian Perhubungan.
”Saat ini, kami sedang menggarap bareng. Proses itu sedang berjalan, misalnya di Stasiun Halim Perdanakusuma yang akan memiliki akses drop off dan drop zone. Ada fasilitas keluar dan masuk, semacam rest area. Kami sedang meminta izin ke Jasa Marga dan Kementerian PUPR,” ujar Dwiyana.
Akses Kalimalang juga sedang dipersiapkan dari Stasiun Halim Perdanakusuma. Menurut Dwiyana, saat ini izin lokasinya sudah diterbitkan oleh Gubernur DKI Jakarta untuk pengadaan lahan. Stasiun kereta ringah (light rapid transit/LRT) juga dipandang menunjang akses yang memudahkan pengguna beralih ke kereta cepat di Stasiun Halim Perdanakusuma.
Sementara di Stasiun Karawang, aksesnya saat ini menggunakan jalan pangkalan sebagai jalan provinsi yang kurang representatif. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen memperbaiki jalan tersebut.
Selain itu, KCIC juga bekerja sama dengan pengembang kawasan, seperti Deltamas dan kawasan industri lain, untuk membangun akses. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga meminta dibuat akses dari pintu tol Kilometer 42 agar langsung menuju Stasiun Karawang.
”Jadi, semua digarap bareng-bareng aksesnya. Intinya, dukungan pemerintah kota/kabupaten, provinsi, pengembang kawasan, Kementerian BUMN, Kementerian Perhubungan dan Kementerian PUPR, termasuk Jasa Marga dan badan pengelola jalan tol sangat dibutuhkan,” kata Dwiyana.
Sementara untuk Stasiun Tegalluar, KCIC mengurus ke Jasa Marga untuk memperoleh akses dari pintu tol Cileunyi. Kemudian, jembatan yang menghubungkan antara stasiun dan kawasan Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) yang dihubungkan dengan pintu keluar tol dari arah Jakarta juga sudah dibahas dengan Jasa Marga.
Baca juga: Rangkaian Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tiba di Jakarta
Untuk akses Stasiun Padalarang, KCIC telah memperoleh informasi bahwa pengembang Kota Baru Parahyangan akan membangun jalan layang yang menghubungkan Stasiun Padalarang. Kementerian BUMN juga mendorong pembangunan jalan akses yang baru dari tol Padalarang ke Stasiun Padalarang. Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga berjanji akan memperbaiki pola arus lalu lintasnya.
”Pada intinya, kami mencoba menghubungkan dengan layanan-layanan transportasi publik lainnya, termasuk Transjakarta. Semua aksesnya sedang dikerjakan karena tahapannya saat ini terfokus untuk ketersediaan akses,” ujar Dwiyana.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno, secara terpisah, mengatakan, akses transportasi umum merupakan persyaratan penting yang perlu diperhatikan sejak dini. Selain adanya kereta yang menjadi feeder bagi penumpang kereta api cepat, akses tersebut juga perlu dilengkapi dengan penyediaan bus umum. ”Stasiun Karawang tampaknya belum banyak digarap,” kata Djoko.
Keberadaan kereta cepat tidak hanya memikirkan performa kereta dan penyediaan stasiunnya. Hal yang tak kalah penting adalah memikirkan secara matang aksesibilitas bagi penumpangnya. ”Di banyak negara, keberadaan kereta cepat mampu mengalihkan pengguna pesawat terbang. Ini tantangan untuk kereta cepat kita. Jika tidak direncanakan matang, peminat kereta cepat tentu tak akan sesuai target yang diharapkan semua pihak,” kata Djoko.
Djoko menambahkan, Presiden Jokowi pernah mencoba kereta cepat dari Beijing ke Nanjing. Menurut dia, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung terlalu cepat. Persoalannya besar, terutama masalah geologi. Salah satunya, terowongan kedua sebagai daerah yang cukup rawan. Namun, proyek itu nantinya diharapkan tidak mangkrak. Becermin pada LRT di Palembang, sarana transportasi ini tidak mangkrak, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal.
Jika tidak direncanakan matang, peminat kereta cepat tentu tak akan sesuai target yang diharapkan semua pihak.
Perubahan
Sebagaimana diungkapkan Dwiyana dalam webinar ”Pengoperasian Kereta Cepat Jakarta-Bandung” yang diselenggarakan di Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/9/2022), jalur kereta api cepat memang terjadi perubahan, dari sebelumnya rute Jakarta-Walini-Bandung menjadi Jakarta-Padalarang-Bandung.
Pemerintah menunda terlebih dahulu semata-mata karena aspek komersial dan operasional, di mana pemerintah memandang stasiun yang melayani kereta api cepat di Tegalluar belum menggambarkan stasiun untuk pelayanan warga Bandung dan sekitarnya. Sebab, kata Dwiyana, posisi di Bandung bagian timur kurang representatif sehingga diputuskan Padalarang sebagai stasiun baru.
”Padalarang inilah yang akan menjadi stasiun hub atau konektivitas antara pelayanan PT KAI (Kereta Api Indonesia) dan KCIC. Stasiun Padalarang akan menghubungkan pelayanan kereta api cepat dengan pelayanan kereta feeder ke dan dari Stasiun Padalarang-Cimahi-Kota Bandung,” kata Dwiyana.
Selain itu, lanjut Dwiyana, perubahan itu didasarkan pada perkiraan permintaan terbaru. Dulunya, penentuan stasiun itu didasarkan survei yang dilakukan Institut Teknologi Bandung. Sekarang, KCIC lebih melihat secara lebih dekat kondisi sosial-ekonomi masyarakat Indonesia, khususnya Jakarta-Bandung, setelah adanya Covid-19 sehingga perkiraan permintaan menunjukkan adanya penurunan hampir 50 persen.
Dari sisi pembagian pangsa pasar atau penumpang, Stasiun Padalarang dinilai akan menjadi sumber permintaan kereta cepat. Stasiun Padalarang ditujukan untuk penumpang Bandung bagian barat yang menghubungkan dengan Kota Bandung, sedangkan Stasiun Tegalluar untuk Bandung bagian timur.
Baca juga: Juni 2023, Kereta Cepat Jakarta-Bandung Ditarget Sudah Beroperasi
Jalur kereta cepat sepanjang 142 kilometer ini akan melayani penumpang dari Stasiun Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar. KCIC memandang skala ekonominya belum optimal. “Kami mengharapkan agar skala ekonomi dapat tercapai dengan baik, setelah kereta cepat Jakarta-Bandung selesai, bisa dilanjutkan entah Jakarta-Karawang-Surabaya atau Jakarta-Bandung-Surabaya,” ujarnya.
Saat ini, kata dia, beberapa investor sudah mulai menyampaikan proposalnya kepada pemerintah, tetapi pemerintah menyampaikan kelanjutan rute Bandung-Surabaya dibahas setelah rute Jakarta-Bandung diselesaikan.
Dwiyana juga menjelaskan, secara struktur fisik, pembangunan kereta api cepat terdapat empat bagian struktur, yaitu terowongan (tunnel) sebanyak 13 unit hampir selesai dan trek layang (elevated track) sepanjang 82,7 kilometer menyisakan titik-titik yang sempat terkendala di tunnel dua akibat faktor geologi.